Kisah nabi Muhammad
S.A.W
Ketika cahaya
tauhid padam di muka bumi, maka kegelapan yang tebal hampir saja menyelimuti
akal. Di sana tidak tersisa orang-orang yang bertauhid kecuali sedikit dari
orang-orang yang masih mempertahankan nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Allah SWT
berkehendak dengan rahmat- Nya yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang
membawa ajaran langit untuk mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan.
Dan ketika malam mencekam, datanglah matahari para nabi. Kedatangan Nabi
tersebut sebagai bukti terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih Allah SWT, dan
sebagai bukti kebenaran berita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa as.
Allah SWT
menyampaikan selawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk rahmat dan keberkahan.
Para malaikat pun menyampaikan selawat kepadanya sebagai bentuk pujian dan
permintaan ampunan, sedangkan orang-orang mukmin berselawat kepadanya sebagai
bentuk penghormatan. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang
beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya." (QS. al-Azhab: 56)
Sebelumnya
Allah SWT mengutus para nabi-Nya sebagai rahmat kepada kaum dan zaman mereka
saja, namun Allah SWT mengutus beliau saw sebagai rahmat bagi alam semesta.
Beliau Nabi Muhammad saw datang dengan membawa rahmat yang mutlak untuk kaum di
zamannya dan untuk seluruh zaman. Allah SWT berfirman, "Dan aku tidak
mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta."
Hakikat dakwah
para nabi sebelumnya adalah menyebarkan Islam, begitu juga ajaran yang dibawa
oleh Nabi yang terakhir adalah Islam. Beliau saw adalah Muhammad bin Abdillah
bin Abdul Muthalib, anak seorang wanita Quraisy. Beliau saw adalah pemimpin
anak-anak Nabi Adam as. Beliau saw adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta
rahmat Allah SWT yang dihadiahkan kepada umat manusia.
Beliau saw
lahir di tanah Arab. Ketika itu malam gelap, tiba-tiba Abdul Muthalib
membayangkan bahawa matahari telah terbit, lalu ia bangun dan ternyata
mendapati dirinya di pertengahan malam, keheningan yang luar biasa menyelimuti
gurun yang terbentang. Ia menuju pintu khemah, lalu menyaksikan bintang-bintang
bersinar di langit, dan dunia tampak di selimuti dengan malam. Ia kembali
menutup pintu khemah dan tidur. Belum lama ia dikuasai oleh rasa kantuk yang
amat sangat, sehingga ia kembali bermimpi untuk kedua kalinya. Segala
sesuatunya tampak jela s kali ini, Sesungguhnya sesuatu yang besar
memerintahnya untuk melaksanakan perintah yang sangat penting, "Galilah
zamzam!" Dalam mimpinya Abdul Muthalib bertanya: "Apakah itu
zamzam?" Kemudian untuk kedua kalinya perintah itu mengatakan bahawa ia
diperintahkan untuk menggali zamzam. Belum lama Abdul Muthalib melihat sesuatu
yang bersembunyi itu, sehingga ia berdiri di tempat tidurnya dan hatinya
berdebar dengan keras. Abdul Muthalib bangkit, lalu ia membuka pintu khemah
kemudian pergi ke gurun yang luas. Apakah erti zamzam? Tiba- tiba fikirannya
dipenuhi dengan cahaya yang datang dari jauh, bahawa pasti zamzam adalah sebuah
sumur, tetapi apa yang diinginkan oleh suara yang datang dalam tidur itu agar
ia menggali sumur, di sana tidak ada jawapan selain satu jawapan dari
pertanyaan ini, yaitu agar orang- orang yang berhaji dan berkeliling di sekitar
Ka'bah dapat meminumnya. Tetapi apa nilai dari sumur itu sendiri, bukankah di
sana terdapat banyak sumur yang dapat diminum oleh orang-orang yang berhaji.
Abdul Muthalib
duduk di tengah-tengah pasir gurun pada pertengahan malam, ia memikirkan
bintang-bintang sembari merenungkan cerita- cerita kuno yang mengatakan tentang
sumur yang memancar darinya air sebagai akibat dari pukulan kaki Nabi Ismail
as, di sana juga ada cerita yang mengatakan bahawa sumur itu telah binasa
sesuai dengan perjalanan zaman.
Matahari
terbit di atas gurun Jazirah Arab, Abdul Muthalib keluar menemui orang-orang,
dan menceritakan kepada mereka bahawa ia akan menggali sebuah sumur di tempat
tertentu, ia menunjukkan ke tempat yang di situ ia diberitahu oleh suara yang
ada dalam mimpinya. Orang- orang Quraisy menolaknya, Sesungguhnya tempat yang
diisyaratkan oleh Abdul Muthalib terletak di antara dua berhala dari
berhala-berhala yang biasa disembah oleh masyarakat setempat, yaitu di antara
berhala yang bernama Ashaf dan Nalah. Abdul Muthalib merasa bahawa usahanya
sia- sia untuk meyakinkan kaumnya agar mengizinkannya untuk menggali sumur.
Mereka mengetahui bahawa Abdul Muthalib tidak mempunyai sesuatu selain hanya
seorang anak. bahawasanya ia tidak memiliki anak- anak yang dapat menolong dan
memperkuatnya serta melaksanakan keinginan-keinginannya.
Pada saat itu
di kawasan negeri Arab dipenuhi dengan kabilah-kabilah yang terjalin suatu
ikatan fanatisme atau kesukuan yang kuat dan usaha untuk melindungi keluarga
yang sangat menonjol. Akhirnya Abdul Muthalib pergi dalam keadaan sedih, lalu
ia berdiri di hadapan Ka'bah dan mengungkapkan suatu nazar kepada Allah SWT. Ia
berkata: "Jika aku mendapat sepuluh anak laki-laki, dan mereka menginjak
usia dewasa, sehingga mereka mampu melindungiku saat aku menggali sumur Zamzam,
maka aku akan menyembelih salah seorang dari mereka di sisi Ka'bah sebagai
bentuk korban."
Pintu langit
pun terbuka untuk doanya. Belum sampai berlangsung satu tahun, isterinya
melahirkan anaknya yang kedua dan setiap tahun ia melahirkan anak laki-laki
sampai pada tahun yang ke sembilan, sehingga Abdul Muthalib mempunyai sepuluh
anak laki-laki. Kemudian berlalulah zaman dan anak-anak Abdul Muthalib menjadi
besar.
Abdul Muthalib
akhirnya menjadi seseorang yang memiliki kemampuan. Kemudian Abdul Muthalib
berusaha melakukan rencananya yang diisyaratkan dalam mimpinya itu, yaitu ia
bersiap-siap untuk mengorbankan salah satu anaknya sebagai bentuk
pelaksanaannya dari nazarnya. Maka dilakukanlah undian atas sepuluh anaknya,
lalu keluarlah nama anaknya yang paling kecil yaitu Abdullah. Ketika nama anak
itu keluar dalam undian, maka orang-orang yang ada disekitarnya berusaha
memberontak, mereka mengatakan bahawa mereka tidak akan membiarkan Abdullah
disembelih.
Abdullah saat
itu terkenal sebagai seseorang yang bersih di kawasan Arab, ia telah dapat
menarik simpati masyarakat di sekitarnya. Ia tidak pernah menyakiti seseorang
pun. Bahkan ia tidak pernah meninggikan suaranya lebih dari orang lain.
Senyuman khas Abdullah terkenal sebagai senyuman yang paling lembut di kawasan
Jazirah Arab. Muatan rohaninya demikian jernih, dan hatinya yang mulia
menyerupai sebuah kebun di tengah-tengah gurun hati-hati yang keras, oleh
kerana itu semua manusia datang kepadanya dan menentang usaha penyembelihannya.
Para pembesar Quraisy berkata, "Lebih baik kami menyembelih anak-anak kami
daripada ia harus disembelih, dan menjadikan anak-anak kami sebagai tebusan
baginya. Kami tidak akan menemukan seseorang pun yang lebih baik dari dia
seandainya kami menyembelihnya, pertimbangkanlah kembali masalah itu, dan
biarkan kami bertanya kepada dukun."
Abdul Muthalib
tampak tidak mampu menghadapi tekanan ini, lalu ia mempertimbangkan kembali apa
yang telah ditetapkannya. Kemudian mereka mendatangi seorang dukun. Si dukun
berkata: "Berapakah taruhan yang kalian miliki?" Mereka menjawab:
"Sepuluh ekor unta." Dukun itu berkata: "Datangkanlah sepuluh
unta, lalu lakukanlah kembali undian atasnya dan atas nama Abdullah, jika
undian datang padanya, maka tambahlah sepuluh ekor unta lagi, lalu ulangilah
terus undian tersebut, demikian hingga tidak keluar lagi nama Abdullah."
Kemudian
dilakukanlah undian atas nama Abdullah dan atas sepuluh ekor unta yang besar.
Undian itu pun mengeluarkan terus nama Abdullah, hingga Abdul Muthalib menambah
sepuluh ekor unta lagi, kemudian lagi- lagi yang keluar nama Abdullah sehingga
mereka pun menambah sepuluh ekor unta lagi sampai jumlah unta itu telah
mencapai seratus ekor unta. Setelah itu, datanglah nama unta tersebut. Maka
saat itu, masyarakat demikian gembiranya sehingga berlinangan air mata,
kegembiraan dari mereka kerana melihat Abdullah berhasil diselamatkan. Kemudian
disembelihlah seratus ekor unta di sisi Ka'bah, dan mereka membiarkannya di
situ sehingga korban itu tidak disentuh oleh seseorang pun dan juga disentuh
oleh binatang-binatang buas.
Abdul Muthalib
sangat gembira atas keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu ia menetapkan untuk
menikahkannya dengan gadis terbaik di Jazirah Arab, kemudian ia keluar
dengannya pada suatu hari dari Ka'bah ke rumah Wahab, dan di sana ia meminang
untuknya Aminah binti Wahab. Kemudian Aminah binti Wahab menikah dengan
Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pemuda yang paling mulia dan paling
dicintai oleh orang-orang Quraisy.
Dinyalakanlah
api-api di gunung-gunung Mekah, agar para musafir dan para tamu mengetahui tempat
diadakannya acara tersebut, yaitu acara pernikahan antara Abdullah dan Aminah.
Lalu disembelihlah haiwan- haiwan korban, dan manusia dari kalangan orang-orang
fakir bahkan binatang-binatang buas dan burung makan darinya. Abdullah tinggal
bersama isterinya dua bulan di rumah pernikahan, hingga suatu hari ada khabar
bahawa kafilah akan berangkat, lalu Abdullah pun mengikuti kafilah tersebut dan
melakukan perjalanan bersama kafilah perdagangan Quraisy
menuju Syam,
itu adalah kesempatan terakhir yang diperoleh Aminah binti Wahab bersamanya.
Wajah Abdullah yang mulai tampak berseri-seri mengucapkan selamat tinggal
kepada Aminah, lalu setelah itu bayang- bayang wajahnya tersembunyi bersama
kafilah dan mereka pun hilang. Aminah tidak mengetahui bahawa itu adalah
kesempatan terakhirnya setelah dua bulan dari perkawinannya. Abdullah
mengunjungi paman- pamannya dari kabilah bani Najar di Madinah, dan di sana ia
meletakkan jasadnya di muka bumi, ia meninggal dunia.
Abdullah bin
Abdul Muthalib kini telah meninggal. Saat itu ia berusia dua puluh lima tahun.
Khabar kematiannya tiba-tiba tersebar dan sangat memilukan hati orang-orang
yang mendengarnya, sehingga khabar itu sampai ke isterinya. Aminah tampak
menangis tersedu-sedu dan ia tampak menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada
dirinya dan tidak mengetahui jawapannya, mengapa Allah SWT menebusnya dengan
seratus unta jika kemudian Dia menetapkan kematian baginya.
Tidak lama
kemudian, lalu bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan yang sedikit, ia
tampak mulai mengetahui bahawa ia sedang hamil. Aminah menangis dua kali,
pertama ia menangis untuk dirinya sendiri dan kali ini ia menangis untuk anak
yang ditinggal mati ayahnya sebelum ia sempat dilahirkan. Aminah tidak pernah
mengetahui sebelumnya bahawa janin yang dikandungnya akan menjadi anak yatim,
ayahnya meninggal saat ia dilahirkan.
Anak yatim ini
harus menanggung beban anak-anak yatim dan orang- orang fakir serta orang-orang
yang sedih di muka bumi. Ia akan menjadi Nabi yang terakhir dan rasul-Nya
kepada manusia. Ia akan menjadi rahmat yang dihadiahkan kepada manusia dan
tidak akan mengetahui makna rahmat kecuali orang yang merasakan penderitaan dan
kepahitan. Inilah anak kecil yang sebelum dilahirkan telah menelan kesedihan.
Dan berlalulah hari demi hari, lalu hilanglah tangisan penderitaan dan mata
Aminah pun telah mengering, namun kesedihannya tampak menyerupai sebuah pohon
yang tumbuh bersama kehausan.
Kemudian
kesedihannya hari demi hari semakin ia rasakan tetapi kesedihannya itu mulai
tidak tampak ketika ia mendapatkan bahawa janin yang dikandungnya tidaklah
memberatkannya, sebaliknya ia merasakan betapa ringannya janin yang
dikandungnya bagaikan merpati yang berkeliling di seputar Ka'bah, dan
seandainya kesedihannya yang selalu mengitarinya, maka tidak ada wanita yang
lebih bahagia darinya dengan kehamilan yang ringan ini. Janin itu adalah
manusia yang mulia di sisi Tuhan, kemudian semakin dekatlah hari kelahirannya.
Sementara itu, pasukan Abrahah mendekati Mekah.
Abrahah adalah
seorang penguasa Yaman, yaitu pada saat Yaman tunduk kepada Habasyah setelah
penguasa Persia diusir. Di Yaman ia membangun suatu gereja yang menunjukkan
bangunan yang menakjubkan. Abrahah membangunnya dengan niat agar orang-orang
Arab berpaling dari Baitul Haram di Mekah. Ia melihat betapa orang- orang Yaman
tertarik dengan rumah tersebut. Dan ketika ia tidak melihat gereja yang
dibangunnya memiliki daya tarik seperti itu dan tidak mampu menarik hati
orang-orang Arab, maka ia berkeinginan kuat untuk menghancurkan Ka'bah, sehingga
orang-orang tidak menuju ke Ka'bah lagi melainkan ke gerejanya. Demikianlah
akhirnya ia menyiapkan pasukan yang besar yang dipenuhi dengan berbagai
senjata, kemudian pasukan itu menuju Ka'bah.
Pasukan
Abrahah terdiri dari kelompok gajah yang besar yang digunakannya untuk
menghancurkan Ka'bah. Gajah-gajah itu bagaikan tank-tank yang kita gunakan saat
ini. Orang-orang Arab pun mendengar rencana tersebut. Memang orang-orang Arab
saat itu terkenal sebagai penyembah berhala, meskipun demikian mereka sangat memberikan
penghargaan dan penghormatan terhadap Ka'bah, kerana mereka meyakini bahawa
mereka adalah anak-anak Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as pemelihara Ka'bah.
Perjalanan
pasukan tiba-tiba dihadang oleh seorang lelaki yang mulia dari penduduk Yaman yang
bernama Dunaher. Ia mengajak kaumnya dan dari kalangan orang-orang Arab untuk
memerangi Abrahah, sehingga ada beberapa orang yang mengikutinya. Abrahah
berhadapan dengan tentera tersebut tetapi pasukan yang sedikit itu dapat dengan
mudah dipatahkan oleh pasukan kafir yang besar itu. Kemudian Dunaher pun kalah
dan menjadi tawanan Abrahah. Pasukan Abrahah tersebut juga sempat ditentang
oleh Nufail bin Hubaid al-Aslami, namun Abrahah pun dapat mengalahkan mereka
dan berhasil menawan Nufail.
Kemudian ketika
Abrahah melewati kota Taif, menghadaplah kepadanya beberapa orang tokoh
setempat, dan mereka tampak gementar ketakutan dan berkata kepadanya bahawa
sesungguhnya 'rumah' yang ditujunya tidak berada di tempat mereka, tetapi
berada di Mekah. Hal itu mereka sampaikan dengan maksud untuk memalingkannya
dari rumah berhala mereka, di mana mereka membangun di dalamnya berhala yang
bernama Latha kemudian mereka mengutus seseorang yang akan menunjukkan kepada
Abrahah letak Ka'bah. Ketika Abrahah berada di antara Taif dan Mekah, ia
mengutus seorang pemimpin pasukannya sehingga ia melihat keadaan Mekah. Di sana
ia merampas banyak harta dari kaum Quraisy dan selain mereka, dan di antara
yang dirampasnya adalah dua ratus unta milik Abdul Muthalib bin Hasyim. Saat itu
Abdul Muthalib adalah salah seorang pembesar Quraisy dan pemimpin mereka, serta
pengawas sumur Zamzam.
Kedatangan
utusan Abrahah di Mekah telah menimbulkan gejolak pada kabilah-kabilah.
Akhirnya kaum Quraisy bergerak, begitu juga kaum Khananah. Kemudian mereka
mengetahui bahawa mereka tidak memiliki kemampuan untuk melawan Abrahah,
sehingga mereka membiarkannya, lalu tersebarlah di Jazirah Arab berita tentang
datangnya pasukan yang kuat yang sulit untuk ditandingi. Dalam surat yang
dibawa oleh utusannya itu, Abrahah menyampaikan bahawa ia tidak datang untuk
memerangi mereka, namun ia datang hanya untuk menghancurkan Ka'bah. Jika mereka
tidak menentangnya, maka darah mereka tidak akan ditumpahkan. Lalu utusan itu
menemui Abdul Muthalib, ia menceritakan tentang keinginan Abrahah. Abdul
Muthalib berkata: "Kami tidak ingin memeranginya kerana kami tidak
memiliki kekuatan. Ka'bah adalah rumah Allah SWT yang mulia dan suci, dan rumah
kekasih-Nya Ibrahim. Jika Ia mencegahnya, maka itu adalah rumah-Nya dan tempat
suci-Nya, namun jika Ia membiarkannya, maka demi Allah kami tidak memiliki
kekuatan untuk mempertahankannya." Kemudian utusan itu pergi bersama Abdul
Muthalib menuju Abrahah.
Abdul Muthalib
adalah seseorang yang sangat terpandang dan sangat mulia. Ia memiliki
kewibawaan dan kehormatan yang mengagumkan. Ketika Abrahah melihatnya, Abrahah
menampakkan penghormatan kepadanya. Abrahah memuliakannya dan mendudukannya di
bawahnya, ia tidak suka bahawa ia duduk bersamanya di kursi kekuasaannya. Lalu
Abrahah turun dari kerusinya dan duduk di atas sebuah permaidani dan
mendudukkan Abdul Muthalib di sisinya. Kemudian ia berkata kepada
penerjemahnya: "Katakan padanya apa kebutuhannya?" Abdul Muthalib
berkata: "Kebutuhanku adalah agar Abrahah mengembalikan dua ratus ekor
unta yang diambilnya dariku" Ketika Abdul Muthalib mengatakan demikian,
wajah Abrahah berubah, lalu ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan
padanya sungguh aku merasa kagum ketika melihatnya, kemudian aku merasakan
kehati-hatian saat berbicara dengannya, apakah engkau berbicara denganku
tentang dua ratus ekor unta yang telah aku ambil, lalu engkau membiarkan rumah
yang merupakan simbol agamanya dan datuk-datuknya, yang aku datang untuk
menghancurkannya dan dia tidak menyinggungnya sama sekali" Abdul Muthalib
menjawab: "Aku adalah pemilik unta, sedangkan pemilik rumah itu adalah
Tuhan yang melindunginya." Abrahah berkata: "Dia tidak akan mampu
melindunginya dariku." Abdul Muthalib menjawab: "Lihat saja
nanti!"
Selesailah
dialog antara Abdul Muthalib dan Abrahah. Abrahah pun mengembalikan unta yang
telah dirampasnya. Abdul Muthalib pergi menemui orang-orang Quraisy dan
menceritakan apa yang dialaminya, dan ia memerintahkan mereka untuk
meninggalkan Mekah dan berlindung dibalik gua-gua di gunung. Akhirnya kota
Mekah dikosongkan oleh pemiliknya. Aminah binti Wahab keluar ke gunung-gunung
di dekat kota Mekah kemudian malaikat turun di bumi Jarzirah Arab.
Abdul Muthalib
berdiri dan memegangi pintu Ka'bah dan berdiri bersama dengan sekelompok
orang-orang Quraisy, mereka berdoa kepada Allah SWT dan meminta
perlindungan-Nya, agar para malaikat memerintahkan gajah-gajah tidak
melangkahkan kakinya sehingga gajah itu pun tetap di tempatnya dan mentaati
perintah para malaikat, kemudian gajah-gajah itu menerima pukulan yang dahsyat
namun gajah-gajah itu tetap berdiam di tempatnya, gajah-gajah itu tampak
gementar dan berteriak tetapi lagi-lagi gajah-gajah itu menolak untuk bergerak
dan tidak bergerak selangkah pun. Abrahah bertanya: "Mengapa pasukan tidak
bergerak?" Kemudian dikatakan kepadanya bahawa gajah-gajah menolak untuk
bergerak. Abrahah mengangkat cemetinya. Dengan muka emosi, ia ingin melihat apa
yang sebenarnya terjadi dengan gajah-gajahnya.
Matahari saat
itu bersinar dan ia duduk di khemahnya. Ketika ia keluar, matahari bersembunyi
di balik segerombolan burung. Abrahah mengangkat pandangannya ke arah langit.
Mula-mula ia membayangkan bahawa ia melihat sekawanan awan yang hitam. Kemudian
ia mengamat- amati awan itu. Dan ternyata ia bukan awan biasa. Itu adalah
sekelompok burung yang menutupi cahaya matahari dan menyerupai awan yang tebal.
Burung ababil, burung yang banyak.
Gajah-gajah
semakin berteriak dengan kencang dan tampak ketakutan. Dan rasa takut itu kini
menghinggapi seluruh pasukan. Abrahah berteriak di tengah-tengah pasukannya
agar gajah diusahakan untuk maju secara paksa. Kemudian terbukalah salah satu
jendela dari jendela al-Jahim, dan burung-burung itu menghujani pasukan dengan batu
dari Sijil, yaitu batu yang sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi Luth.
Batu itu menyerupai bom-bom atom yang digunakan saat ini.
Jika Anda
membaca buku-buku kuno, maka Anda akan mengetahui bagaimana peristiwa yang
menimpa pasukan Abrahah. Anda akan membayangkan bahawa Anda berada di hadapan
suatu kekuatan yang menghancurkan yang tidak diketahui asal muasalnya. Dunia
mengenali sebahagian darinya setelah empat belas abad dari peristiwa tersebut.
Buku-buku itu mengatakan bahawa pasukan itu dihancurkan dengan penghancuran
yang dahsyat.
Para tentera
Abrahah kembali dalam keadaan binasa di mana daging- daging dari tubuh mereka
berciciran di jalan. Abrahah pun mendapatkan luka dan mereka keluar dari tempat
itu dalam keadaan dagingnya terpisah satu persatu. Abrahah pun terbelah dadanya
dan mati. Kemudian jasad para pasukannya tersebar dan berciciran di bumi,
seperti tanaman yang dimakan oleh binatang. Setelah mendekati setengah abad,
turunlah suatu surah di Mekah yang menceritakan tentang peristiwa itu:
"Apakah
kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentera
gajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka
'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang
berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang
terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun yang dimakan (ulat)."
(QS. al-Fil: 1-5)
Pasukan gajah
yang ingin memporak-porandakan Mekah dikalahkan. Kemudian mereka dihancurkan
dan Tuhan pemilik Ka'bah berhasil melindungi rumah suci-Nya. Perlindungan
tersebut bukan sebagai penghormatan bagi orang yang tinggal di rumah itu dan
bukan sebagai bentuk pengkabulan doa kaum yang menyembah berhala yang memenuhi
tempat itu. Allah SWT sebagai Pelindung Ka'bah memeliharanya kerana adanya
hikmah yang tinggi; Allah SWT menginginkan sesuatu bagi rumah itu; Allah SWT
ingin melindunginya agar tempat itu menjadi tempat yang damai bagi manusia dan
supaya tempat itu menjadi pusat dari akidah yang baru dan menjadi tanah bebas
yang aman, yang tidak dikuasai oleh seseorang pun dari luar dan juga tidak
didominasi oleh pemerintahan asing yang akan membatasi dakwah. Yang demikian
itu kerana di sana terdapat rumah dari rumah-rumah di Mekah yang lahir di sana
seorang anak di mana ibunya bernama Aminah binti Wahab dan ayahnya adalah
Abdullah, salah seorang tokoh Arab. Anak itu belum dilahirkan dan belum dapat
tugas kenabian dan ia belum memikul Islam di atas pundaknya dan belum menjadi
rahmat bagi alam semesta. Kemudian datanglah Abrahah yang ingin menghancurkan
semua ini tanpa ia mengetahui semua rahsia ini.
Tragedi yang
menimpa Abrahah adalah kerana bahawa ia berusaha menentang kehendak Ilahi
sehingga kehendak Ilahi itu menghancurkannya dengan mukjizat yang mengagumkan.
Datanglah banyak burung dengan membawa batu-batuan yang tidak didengar
suaranya. Kemudian burung- burung melemparkan batu-batu itu kepada Abrahah
berserta tenteranya. Semua ini berdasarkan rencana Ilahi terhadap rumah-Nya dan
agama-Nya serta nabi-Nya sebelum orang mengetahui bahawa Nabi Islam telah
bersiap-siap untuk meninggalkan tempat tidurnya di perut ibunya dan mulai
memasuki kehidupan yang keras di muka bumi.
Di
tengah-tengah kegembiraan Mekah kerana keselamatan penghuninya dan selamatnya
Ka'bah, Aminah binti Wahab bermimpi: di tengah suatu malam ia menyaksikan
dirinya berdiri sendirian di tengah-tengah gurun, dan telah keluar dari dirinya
suatu cahaya besar yang menyinari timur dan barat dan terbentang hingga langit.
Aminah tiba-tiba terbangun dari tidurnya namun ia tidak mengetahui tafsir dari
mimpinya.
Berlalulah
hari demi hari dari tahun gajah. Dan pada waktu sahur dari malam Senin hari
kedua belas dari bulan Rabiul Awal, Aminah melahirkan seorang anak kecil yang
yatim yang bernama Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, seorang cucu dari
Ismail bin Ibrahim bin Adam.
Sebelum ia
dilahirkan, dunia mati kerana kehausan padanya. Kehausan dunia sangat besar
kepada cinta, rahmat, dan keadilan. Sekarang teiah berlalu 600 tahun dari
kelahiran al-Masih dan orang-orang Masehi telah menjauhi ajaran cinta, bahkan
keyakinan-keyakinan berhalaisme telah meresap kepada sebahagian kelompok mereka
dan kejernihan ajaran tauhid telah ternodai. Sedangkan orang-orang Yahudi telah
meninggalkan wasiat-wasiat Musa dan mereka kembali menyembah lembu yang terbuat
dari emas. Dan setiap orang dari mereka lebih memilih untuk memiliki lembu emas
yang khusus. Demikianlah, berhalaisme telah menyerang di bumi. Bumi dipenuhi
oleh kegelapan. Akal disingkirkan dan Tuhan dilupakan dan mereka menyerahkan
diri mereka kepada pembohong.
Ketika jantung
dunia telah terkena kekeringan, maka memancarlah dari timur suatu mata air
keimanan yang jernih yang menjadi puas dengannya separa dunia. Dan mukjizat
besar terjadi ketika mata air ini mengeluarkan air yang jernih dari jantung
gurun yang paling besar ketandusannya di dunia, yaitu gurun jazirah Arab.
Berkenaan dengan penggambaran masa tersebut, dalam hadis yang mulia dikatakan:
"Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi lalu Dia murka kepada mereka,
baik orang-orang Arab mahupun orang-orang Ajam kecuali sebahagian kecil dari
Ahlul kitab."
Di tenda yang
kasar, lahirlah seorang anak yatim yang kemudian bertanggungjawab untuk
memberikan minum kepada dunia yang haus pada cinta, keadilan, kebebasan, serta
kebenaran. Sementara itu, beberapa langkah dari tempat kelahirannya terdapat
berhala-berhala yang memenuhi Baitul 'Athiq dan sekitar Ka'bah yang dibangun
oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail agar menjadi rumah Allah SWT dan Dia disembah
di dalamnya dan manusia merasa tenteram di dalamnya. Di rumah yang kuno ini -
yang dibangun sebelumnya oleh Adam - dipenuhi patung- patung tuhan yang terbuat
dari batu dan kayu. Ini menunjukkan betapa akal orang-orang Arab saat itu
mengalami titik terendah.
Sementara itu
nun jauh di sana, tepatnya di Yatsrib atau Madinah dipenuhi oleh orang-orang
Yahudi yang mereka datang di sana kerana melarikan diri dari penindasan
orang-orang Romawi. Mereka tinggal di situ bagaikan serigala-serigala di atas
tanah yang tersubur di mana mereka melakukan monopoli dalam perdagangan. Mereka
membangun kejayaan mereka dengan memanfaatkan orang-orang Arab dan kehairanan
mereka terhadap diri mereka sendiri.
Para
cendekiawan Yahudi memperdagangkan segala sesuatu, dimulai dari emas sampai
Taurat. Mereka menyembunyikan kertas-kertas darinya dan menampakkan
sebahagiannya; mereka mengubah kertas-kertas Taurat itu untuk memperkaya diri
mereka. Pada saat orang-orang Yahudi menyembah emas dan sangat lihai melakukan
persekongkolan, orang- orang Arab justru menyembah batu dan mereka pandai
berperang. Mereka juga lihai dalam membuat syair lalu menggantungkannya di atas
tirai-tirai Ka'bah. Orang-orang Arab hidup di bawah naungan sistem kesukuan di
mana kepala suku adalah pemimpin dan nilainya sebanding dengan anak buahnya,
dan kemampuan mereka dalam berperang. Dan keutamaan seseorang di lihat dari
asal muasalnya serta nilainya juga di lihat dari kefanatikannya serta kebanggaannya
kepada nasab yang merupakan kemuliaannya, juga kefanatikannya terhadap berhala
tertentu yang merupakan agamanya. Jadi, segala bentuk kemuliaan dan kewibawaan
tidak terbentuk kecuali dalam ruang lingkup yang sempit dalam kabilah atau
kesukuan.
Sedangkan di
tempat yang jauh dari Mekah, Romawi menyerupai burung rajawali yang lemah,
namun belum sampai kehilangan kekuatannya. Orang-orang Romawi sangat menyanjung
kekuatan. Sedangkan di belahan timur dari utara negeri Arab, orang-orang Persia
menyembah api dan air. Api tetap menyala di tempat peribadatan mereka di mana
manusia rukuk untuknya. Dan di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci
oleh mereka.
Sementara itu,
Kisra, raja kaum Persia duduk di atas singgahsananya dan memberikan keputusan
terhadap manusia. Keputusan Kisra selalu didengar dan dilaksanakan. Tidak ada
seorang pun yang berani menentangnya dan menolaknya. Orang-orang Persia
berhasil mengalahkan Romawi dan Yunani, sehingga mereka menjadi kekuatan yang
dahsyat di muka bumi. Meskipun mereka memiliki kekuatan yang sangat luar biasa,
namun penyembahan api jelas-jelas menunjukkan betapa bodohnya mereka dan betapa
kekuatan mereka diliputi oleh kebodohan sehingga akal mereka tercabut dan
mereka terhalangi untuk mencapai kebenaran. Alhasil, kegelapan semakin
meningkat di setiap penjuru bumi dan kehidupan berubah menjadi hutan yang lebat
di mana di dalamnya seorang yang kuat akan menyingkirkan seorang yang lemah dan
di dalamnya yang menang adalah kebatilan.
Di
tengah-tengah suasana yang demikian kelam, lahirlah seorang anak di tenda
Mekah. Ketika anak tersebut lahir, maka padamlah api yang disembah oleh kaum
Persia dan keringlah danau Sawah yang disucikan oleh manusia, bahkan robohlah
empat belas loteng dari istana Kisra. Dan syaitan merasa bahawa penderitaan
yang besar telah merobek-robek hatinya. Ini semua sebagai simbol dimulainya
kehancuran kejahatan atau keburukan di muka bumi dan terbebasnya akal manusia
dari penyembahan terhadap sesama manusia atau terhadap hal-hal yang bersifat
khurafat. Manusia diajak hanya untuk menyembah kepada Allah SWT. Kelahiran
Rasul sebagai bukti hilangnya kelaliman, sebagaimana kelahiran Nabi Musa yang
menunjukkan kebebasan Bani Israil dari kelaliman Fir'aun.
Ajaran
Muhammad bin Abdillah merupakan ajaran revolusi yang paling meyakinkan dan yang
paling penting yang pernah dikenal di dunia; ajaran yang bertugas untuk
menyelamatkan dan membebaskan akal dan materi. tentera Al-Quran adalah tentera
yang paling adil dan paling berani untuk menghancurkan orang-orang yang lalim.
Kita akan melihat dalam sejarah Nabi bahawa kejadian-kejadian luar biasa telah
mengelilingi Ka'bah sebelum kelahirannya. Kemudian terjadilah peristiwa luar
biasa setelah kelahirannya di mana terjadilah peristiwa pembelahan dada pada
saat beliau masih kecil, begitu juga beliau dinaungi oleh awan di waktu kecil,
bahkan beliau terkenal pada saat masih kecil dengan kecenderungan untuk
meninggalkan permainan-permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak kecil
seusia beliau. Allah SWT memberikan penjagaan khusus kepadanya sehingga Jibril
as turun kepadanya dengan membawa wahyu.
Selanjutnya,
mukjizatnya yang pertama adalah mukjizat yang terdapat pada keperibadiannya dan
pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi mukjizatnya yang terbesar setelah
Al-Quran; itu adalah bangunan rohani yang tinggi di mana beliau mampu menahan
penderitaan di jalan Allah SWT. Dan dalam menegakkan kebenaran, beliau memikul
berbagai macam rintangan. Beliau melaksanakan amanat yang dikembangnya secara
sempurna dan sebaik-baik mungkin. Hal yang indah yang dikatakan tentang
mukjizat Nabi setelah diutusnya beliau adalah bahawa beliau tidak mempunyai
mukjizat selain usaha membebaskan akal: tanpa memiliki kekuatan luar biasa
selain membebaskan fikiran, tanpa dalil selain kalimat Allah SWT.
Sedangkan Isa
bin Maryam telah berdakwah dan mengajak manusia untuk menciptakan kesamaan,
persaudaraan, dan cinta kasih di antara mereka, namun Muhammad saw diberi
kurnia untuk mewujudkan persamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara
orang-orang mukmin di tengah- tengah kehidupannya dan setelah kehidupannya.
Ketika Nabi
Isa mampu menghidupkan orang-orang yang mati dan mengeluarkan mereka dari
kuburan, Muhammad bin Abdillah menghidupkan orang-orang hidup dari kematian
mereka yang tidak pernah mereka sedari. Itu adalah bentuk kematian yang paling
berat. Beliau juga mengeluarkan mereka dari kegelapan dan kebodohan menuju
cahaya ilmu, dan dari belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia tauhid.
Sulaiman
sebagai seorang Nabi dan raja mampu memperkerjakan jin untuk mengabdi padanya,
bahkan mereka mampu terbang beribu-ribu mil untuk menghadirkan singgasana
musuh-musuhnya agar mereka semua tercengang terhadap kemampuannya, sehingga
mereka masuk Islam. Namun Muhammad saw justru mengabdi kepada Islam hanya
sebagai seorang tentera yang sederhana. Beliau mengetahui bahawa ketika beliau
lalai sesaat saja dari dakwah di jalan Allah SWT, maka kesempatannya dalam
menyebarkan agama Islam akan hilang.
Di saat
terjadi peristiwa besar dalam peperangan, tiba-tiba azan solat dikumandangkan,
sehingga para pasukan yang berperang mengerjakan solat. Tidak ada malaikat yang
turun untuk melindungi mereka ketika solat atau mencegah datangnya anak-anak
panah dari punggung mereka saat sujud. kerana itu, hendaklah para pasukan
melindungi dirinya sendiri. Para pasukan mukmin berusaha solat secara
bergantian: sebahagian mereka solat dan sebahagian mereka bertugas untuk
menjaga.
Allah SWT
berfirman:
"Dan
apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan solat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (solat) bersertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka
sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari
belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua
yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah
mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu
lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan
sekaligus."(QS. an-Nisa': 102)
Selesailah
masalah itu dan tidak ada malaikat yang turun untuk melindunginya dan
menolongnya. Ini adalah masa kematangan akal dan masa keletihan para nabi dan
orang-orang mukmin. Dan sesuai kadar keletihan mereka dalam menyampaikan ajaran
Islam, mereka pun akan mendapatkan balasan yang besar.
Pada masa para
nabi sebelum Nabi Muhammad saw, mereka menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada
kaum mereka saat memulai dakwah, sehingga kaum tersebut mempercayai apa saja
yang mereka bawa, sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tidak menghadirkan
kepada kaumnya selain dirinya dan ketulusannya.
Allah SWT
telah memutuskan untuk melindungi Musa dan memerintahkannya untuk mengangkat
gunung di atas kaumnya hingga mereka beriman kepada Taurat, atau untuk
menjatuhkan gunung tersebut di atas mereka. Ketika mengetahui hal yang Demikian
itu, orang-orang Yahudi sujud dengan meletakkan pipi mereka di atas tanah dan
mereka mengamati bukit batu yang berada di atas kepala mereka yang diangkat
oleh tangan yang tersembunyi. Sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tak pernah
memaksa seseorang pun. Berimanlah beberapa orang kepadanya dan puaslah beberapa
orang kepadanya dan matilah bersamanya orang-orang yang mati dalam keadaan
puas. Beliau tidak membawa pedang kecuali saat panah yang beracun mendekati
jantung Islam dan mengancamnya.
Dakwah para
nabi menuntut terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini kerana masa
kekanak-kanakan manusia serta kelemahan akal dan hilangnya panca indera
menuntut rahmat Allah SWT untuk mendatangkan mukjizat yang sesuai dengan masa
turunnya mukjizat tersebut dan budaya masyarakat setempat. Adalah hal yang
maklum bahawa di tengah-tengah penduduk Mekah saat itu tidak terdapat
orang-orang yang cerdas atau orang-orang yang bijak yang mampu menyerap
kata-kata yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh Islam adalah bahawa ia
tidak diturunkan pada masa ini saja, tetapi Islam diturunkan untuk setiap masa.
Allah SWT mengetahui bahawa manusia telah memasuki masa kematangan berfikir
yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut bahawa pernyataan yang pertama kali
disebutkan dalam risalah-Nya adalah "iqra'" (bacalah). Di samping
itu, risalah tersebut mengandung pemikiran yang universal, sistem yang
membangun, dan hukum yang mempesona, serta kebebasan yang diidamkan, dan
manusia yang sempurna.
Adalah tidak
mengurangi kehormatan para nabi sebelum Nabi Muhammad saw di mana mereka tidak
diutus di masa-masa kematangan pemikiran, tetapi yang menambah kehormatan Nabi
Muhammad saw bahawa beliau diutus di tengah-tengah masa kematangan berfikir,
dan beliau diutus sebelum datangnya masa ini. Beliau memikul berbagai lipat
cubaan yang pernah dipikul oleh para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung
berbagai lipat godaan dan cubaan; beliau mengalami seksaan yang pernah dialami
oleh semua para nabi; beliau mencintai Allah SWT sebagaimana para nabi
mencintai-Nya. Allah SWT memuliakannya ketika beliau mengimami mereka di saat
solat pada saat beliau melakukan Isra' dan Mi'raj. Meskipun demikian, ketika
beliau keluar pada suatu hari menemui sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka
mengutamakan para nabi dan mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru
menampakkan kemarahan dan wajahnya berubah. Beliau berkata: "Janganlah
kalian mengutamakan aku atas Yunus bin Mata."
Melalui
pernyataan itu, beliau berusaha meletakkan suatu pondasi pemikiran yang harus
dilalui oleh kaum Muslim di mana para nabi memang memiliki darjat tertentu di
sisi Allah SWT. Boleh jadi ada nabi yang lebih afdal atau yang lebih mulia
daripada yang lain. Siapakah yang menetapkan hal itu? Tidak ada seorang pun
selain Allah SWT. Ada pun kaum Muslim hendaklah mereka berhenti pada batas
tertentu yang seharusnya mereka berikan berkaitan dengan sopan santun terhadap
para nabi. Selama Allah SWT menyampaikan selawat kepada rasul sebagai bentuk
penghormatan dan memerintahkan mereka untuk menyampaikan selawat kepadanya, dan
selama Rasulullah seperti nabi-nabi yang lain, maka hendaklah mereka juga
berselawat kepada semua nabi tanpa perbezaan, meskipun pada bentuk selawat itu
sendiri.
Sementara itu,
bayi yang mungil itu yang lahir di Mekah bergerak setelah tahun gajah. Kemudian
berita tersebar di sana sini dan Sampailah ke telinga datuknya bahawa cucunya
telah dilahirkan. Abdul Muthalib segera menuju ke tempat itu dan membawa
cucunya yang yatim lalu berkeliling dengannya di Ka'bah sambil memikirkan
namanya. Abdul Muthalib tidak merasa terpukau dengan nama-nama yang mulai
beredar di benaknya. Ia tampak bingung menentukan nama yang paling tepat buat
cucunya, bahkan kebingungannya itu berlanjutan sampai enam hari, sehingga sang
Nabi di sunat. Ketika malam telah menyelimuti kawasan Mekah, datanglah
kepadanya suara yang sama yang dulu pernah dilihatnya dan didengarnya yang
memerintahkannya untuk menggali zamzam. Di tengah-tengah tidurnya, suara itu
membisikkan kepadanya bahawa nama cucunya berasal dari al-Ham, yang berarti
Muhammad atau Ahmad.
Orang-orang
Quraisy bertanya kepada Abdul Muthalib: "Nama apa yang engkau berikan
kepada cucumu?" Abdul Muthalib menjawab sambil mengingat bisikan suara
yang didengarnya saat mimpi, "Muhammad." Nama tersebut sebenamya
tidak umum di kalangan orang-orang Jahilliyah. Mereka bertanya, "Mengapa
Abdul Muthalib tidak memakai nama-nama datuk-datuknya dan nama-nama yang biasa
dipakai di kalangan mereka." Abdul Muthalib menjawab: "Aku ingin
Allah SWT memujinya di langit dan manusia memujinya di bumi."
Kami tidak
mengetahui dorongan apa yang membuat Abdul Muthalib untuk menyatakan kalimat
tersebut. Apakah kalimat itu bersumber dari realiti kebanggaan orang-orang Arab
yang popular atau berasal dari realiti kebanggaan tradisional? Atau, apakah
berangkat dari realiti kegembiraan yang dalam dengan kelahiran si cucu, ataukah
kalimat itu bersumber dari suasana rohani yang jernih dan bisikan alam ghaib?
Tentu kami tidak bisa menjawab. Yang dapat kami ketahui adalah bahawa seseorang
tidak akan layak menyandang predikat manusia yang dipuji di bumi dan dipuji
oleh Allah SWT di langit seperti predikat yang disandang oleh Muhammad bin
Abdillah.
Nabi Muhammad
saw muncul ke alam wujud dalam keadaan yatim. Beliau ditinggalkan oleh ayahnya
saat beliau masih janin di dalam perut ibunya. Allah SWT berfirman:
"Bukankah
Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?" (QS.
adh-Dhuha: 6)
Allah SWT
melindunginya. Orang-orang sufi mengatakan bahawa sebab- sebab kemanusiaan
seperti adanya datuknya Abdul Muthalib dan bagaimana ia mengasuhnya dan
melindunginya tidak lain hanya bentuk lahiriah yang tidak begitu penting,
sedangkan bentuk batiniah yang sebenarnya adalah kita berada di hadapan manusia
yang dilindungi dan diasuh oleh Tuhannya sejak masih kecil. Allah SWT
mendidiknya saat beliau masih kecil, dan mengujinya dengan keyatiman saat
beliau masih janin serta mengujinya dengan kelaparan sejak masih kecil, dan
dewasa dengan kematian si ibu, saat beliau masih kecil dengan keterasingan di
tengah-tengah keramaian, dan dengan terjaga di tengah-tengah tidur serta dengan
penderitaan demi penderitaan. Allah SWT telah menyiapkannya sejak usia dini
untuk memikul beban risalah terakhir.
Selanjutnya,
ibunya seringkali memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia melihat bahawa banyak
dari wanita-wanita yang menyusui tidak berkenan untuk mengasuhnya. Adalah sudah
menjadi tradisi yang berkembang di Mekah di mana keluarga-keluarga yang mulia
mengirim anaknya ke kawasan dusun agar anak tersebut menyerap dan menghirup
udara segar serta memperoleh mainan yang memadai. Dan biasanya wanita-wanita
yang menyusui anak-anak lebih tertarik menyusui anak- anak dari orang-orang
kaya. Namun ketika pemimpin manusia seorang yang fakir, maka wanita-wanita yang
biasa menyusui tidak berminat kepadanya.
Marilah kita
telusuri bagaimana Halimah binti Abi Duaib menceritakan kisahnya bersama anak
kecil yang disusuinya: "Saat itu terjadi musim tandus dan kami tidak
memiliki sesuatu sehingga aku dan suamiku mengalami kemiskinan yang luar biasa.
Lalu kami menetapkan keluar ke Mekah dan menemani wanita-wanita dari Bani
Sa'ad. Kami semua mencari anak-anak yang masih menyusu agar orang tua mereka
dapat membantu kami untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Binatang yang
aku tunggangi sangat lemah dan sangat kurus yang itu semua disebabkan oleh
kekurangan makanan. Bahkan kami khawatir kalau-kalau ia berhenti di tengah
perjalanan dan mati. Dan kami tidak tidur semalaman kerana melihat kondisi anak
kecil yang bersama kami. Ia menangis kerana tidak menemukan makanan yang dapat
dimakannya. Ia menangis kerana kelaparan dan tidak mendapat air susu, baik dari
air susuku mahupun air susu unta yang dibawa oleh suamiku, sehingga kami tidak
dapat memuaskan dahaganya. Di tengah-tengah malam, aku merasakan keputusasaan.
Aku bertanya-tanya bagaimana aku dapat melakukan sesuatu dalam keadaan yang
demikian.
Akhirnya, kami
sampai di Mekah. Sementara itu, wanita-wanita yang ingin mencari anak-anak yang
dapat mereka susui telah mendahului kami. Mereka mengambil anak-anak kecil yang
mereka sukai, kecuali satu anak, yaitu Muhammad di mana ayahnya telah meninggal
dan ia berasal dari keluarga yang miskin meskipun sebenarnya kedudukannya
sangat mulia di antara tokoh-tokoh Quraisy. Oleh kerana itu, wanita-wanita
enggan untuk mengasuhnya. Namun aku dan suamiku tidak sefaham dengan mereka
kerana aku tidak peduli dengan keyatiman dan kefakirannya. Kemudian aku malu
untuk kembali dan tidak mengambil bayi yang dapat aku susui kemudian. Di
samping itu, aku malu jika mendapat cercaan dari wanita-wanita itu. Lalu aku
merasakan adanya kasih sayang yang memenuhi hatiku terhadap anak kecil yang
tampan itu yang akan diganggu oleh udara yang kotor."
Kisah tersebut
mengatakan bahawa saat anak-anak kecil mendapatkan wanita-wanita yang
menyusuinya, maka Muhammad bin Abdillah sedang tidur dalam keadaan lapar di
ranjangnya yang kasar, tanpa disusui oleh siapa pun. Suatu hikmah yang tinggi
berkehendak agar bayi yang masih menyusui itu menghadapi dunia dalam keadaan
yatim dan dalam keadaan kelaparan agar ia dapat merasakan penderitaan anak-anak
yatim dan orang-orang yang lapar sebelum ia menyelamatkan mereka.
Halimah
mengatakan bahawa ia meyakinkan suaminya bahawa ia merasakan keinginan yang
kuat untuk mengambil anak yatim ini, sehingga suaminya menyetujuinya. Halimah
tidak mengetahui rahsia keinginannya yang samar agar ia kembali untuk mengambil
anak yatim yang masih menyusu ini. Ia tidak mengetahui bahawa Allah SWT telah
menanamkan rasa cinta kepada anak kecil itu dalam hatinya seperti Allah SWT
menanamkan cinta kepada Musa pada hati isteri Fir'aun. Jika Musa menolak
wanita-wanita lain untuk menyusuinya kecuali ibunya setelah Allah SWT
mencegahnya dari susuan wanita-wanita lain agar ibunya merasa bahagia dan tidak
bersedih, maka Muhammad bin Abdillah - seorang anak kecil yang masih menyusu
dan mulia - -justru ditolak oleh wanita-wanita yang menyusui, sedangkan ia
sendiri tidak pernah menolak seseorang pun.
Halimah
kembali kepadanya dan ia memberitahu bahawa ia akan mengasuhnya. Nabi Muhammad
saw adalah seorang yang mulia. Halimah meletakkan tangannya di dadanya,
sehingga anak kecil itu tertawa. Halimah mencium di antara kedua matanya. la
meletakkannya di kamarnya. Halimah mengetahui bahawa kedua air susunya telah
kering, namun tiba-tiba air susunya memancar dengan keras sebagai bentuk kasih
sayang dan tanda kebesaran dari Allah SWT. Kini Halimah pun dapat menyusuinya.
Apakah itu merupakan hikmah yang tinggi di mana anak kecil tersebut merasa
cukup dengan sesuatu yang sedikit? Ataukah anak kecil itu sudah dapat mendidik
dirinya untuk zuhud dan qanaah sebelum ia mendidik orang-orang dewasa tentang
pengorbanan dan kesatriaan?
Halimah
kembali ke gurun Bani Sa'ad dan ia membawa Muhammad bin Abdillah. Belum lama ia
menyaksikan tanahnya yang tandus sehingga tiba-tiba kebaikan dunia terbuka dan
mekar di hadapannya, di mana bumi dipenuhi dengan kehijau-hijauan setelah
mengalami masa tandus. Pohon-pohon berbuah dan buah kurma tampak berseri-seri
setelah sebelumnya layu, bahkan susu-susu binatang pun mulai tampak banyak.
Allah SWT memberikan berkah-Nya kepada tempat tersebut. Halimah mengetahui
bahawa kebaikan ini telah datang bersama kedatangan anak kecil yang diberkahi,
sehingga cintanya kepada anak itu semakin bertambah. Bahkan suaminya pun
menjadi tawanan cinta yang lain kepada Muhammad saw.
Pada suatu
hari ia berkata kepada isterinya: "Apakah engkau mengetahui wahai Halimah
bahawa engkau telah mengambil seorang anak yang mulia?" Halimah berkata:
"Anak kecil itu tidak menangis dan tidak berteriak kecuali ketika ia
telanjang." Ketika anak kecil itu gelisah di tengah malam dan tidak tidur,
maka Halimah membawanya keluar dari khemah dan ia berhenti bersamanya di bawah sinar
bintang. Saat itu anak itu tampak bergembira ketika menyaksikan langit. Setelah
kedua matanya terpuaskan oleh pandangan ke arah langit, ia pun mulai tidur.
Ketika anak
itu mencapai tahun yang kedua, maka ia telah disapih, sehingga ibunya ingin
mengambilnya, tetapi Halimah tidak kuat untuk menahan perpisahan ini. Halimah
menjatuhkan dirinya di hadapan kedua kaki sang ibu dan ia mulai menciuminya dan
ia meminta agar membiarkannya bersama anaknya sehingga anak itu benar-benar
kuat dan dapat kembali menghirup udara segar gurun. Akhirnya, Rasulullah saw
tinggal di tempat Bani Sa'ad sampai lima tahun. Dan pada masa lima tahun ini
terjadi peristiwa penting yang terkenal dengan peristiwa pembelahan dada.
Kehendak Ilahi telah menetapkan kepada Ruhul Amin, yaitu Jibril untuk menemui
Muhammad bin Abdillah dan membelah dadanya dengan perintah Ilahi serta menyuci
hatinya dengan rahmat dan mengeringkannya dengan cahaya dan mengeluarkan
bahagian dunia darinya.
Seperti
biasanya Rasulullah saw keluar pada suatu hari bersama saudara susuannya dengan
menunggangi sekawanan domba menuju tempat penggembalaan. Di tengah hari,
saudaranya berlari-lari dalam keadaan takut dan menangis sambil berteriak
bahawa Muhammad telah terbunuh. Muhammad diambil oleh dua orang laki-laki yang
memakai baju yang putih lalu kedua orang itu menelentangkannya dan membelah
dadanya.
Mendengar hal
itu, Halimah sangat kejut dan terpukul. Ia segera pergi sambil berlari mencari
Muhammad dan diikuti oleh suaminya yang mengikuti petunjuk anak kecil dari
saudara Muhammad. Akhirnya, mereka menemukan Muhammad sedang duduk di atas
tanah di mana wajahnya tampak pucat dan kedua matanya menyala.
Halimah dan
suaminya mencium dengan lembut dan mulai menampakkan kasih sayangnya. Kemudian
mereka bertanya, "apa yang terjadi?" Muhammad menjawab: "Ketika
aku memperhatikan domba-domba yang sedang bermain aku dikejutkan dengan
kedatangan dua orang yang memakai pakaian yang putih. Mula-mula aku menyangka
bahawa mereka adalah burung yang besar, namun ternyata aku salah. Mereka adalah
dua orang yang tidak aku kenal yang memakai pakaian warna putih. Salah seorang
dari mereka berkata kepada temannya dengan menunjuk ke arahku, "Apakah ini
anaknya?" Yang lain menjawab, "benar." Aku merasakan ketakutan yang
luar biasa. Lalu mereka mengambilku dan menidurkan aku serta membelah dadaku
dan mereka mengambil sesuatu darinya hingga mereka mendapatinya dan membuangnya
jauh-jauh. Setelah itu, mereka bersembunyi laksana bayangan."
Hadis tersebut
diriwayatkan oleh Anas dan juga diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad. Para
mufasir berbeza pendapat tentang simbolisme yang dalam ini. Sebahagian besar
ulama menakwilkan peristiwa tersebut. Pakar-pakar klasik, seperti Qurthubi
berpendapat bahawa peristiwa itu diisyaratkan oleh firman-Nya: "Bukankah
Kami telah melapangkan untukmu dadamu?. " (QS. Alam Nasyrah: 1)
Sedangkan
tokoh-tokoh hadis, seperti Ghazali berpendapat bahawa manusia istimewa seperti
Muhammad saw tidak mungkin terlepas dari bimbingan Ilahi dan tidak mungkin
terkena waswas sekecil apa pun yang biasa menimpa manusia biasa. Jika suatu
kejahatan menjadi suatu gelombang yang memenuhi cakerawala, maka di sana
terdapat hati yang segera memungutnya dan terpengaruh dengannya, namun hati
para nabi dengan adanya bimbingan Allah SWT tidak akan terpanggil dan tidak
terkena arus kejahatan tersebut.
Dengan
demikian, usaha para nabi terfokus pada peningkatan kemajuan atau ketinggian,
bukan memerangi kerendahan. Diriwayatkan oleh Abdillah bin Mas'ud bahawa
Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada seseorang di antara kalian kecuali ia
diawasi oleh temannya dari kalangan jin dan temannya dan dari kalangan
malaikat." Para sahabat berkata: "Apakah hal itu juga berlaku
kepadamu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Ya, tetapi Allah SWT membantuku,
sehingga ia berserah diri dan tidak memerintahkan kepadaku kecuali dalam
kebaikan."
Begitulah
sikap orang-orang yang dahulu dan para ahli hadis berkaitan dengan peristiwa
pembelahan dada. Kami kira bahawa kejadian yang luar biasa tersebut berhubungan
dengan persiapan Nabi untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Ia merupakan perjalanan
di mana Rasulullah saw akan menebus alam angkasa dan akan mencapai alam langit.
Kemudian beliau akan melampaui alam ini, sehingga sampai di Sidratul Muntaha
yang di sana terdapat Janatul Ma'wah.
Pandangan
tersebut kembali kepada pendapat kami yang mengatakan bahawa peristiwa
pembelahan dada berulang lebih dari sekali saat Rasul saw mencapai usia lima
puluh tahun. Dan peristiwa pembelahan dada terjadi kedua kalinya pada malam
Isra' dan Mi'raj.
Bukhari
meriwayatkan dari Malik bin Sh'asha'a bahawa Rasulullah saw menceritakan kepada
mereka peristiwa malam Isra' di mana beliau bersabda: "Ketika aku berada
di Hathim - atau beliau berkata di Hijr - saat aku dalam keadaan antara tidur
dan bangun, maka seorang datang kepadaku lalu ia membelah antara ini dan ini.
Yaitu antara kerongkongan dan perutnya. Beliau melanjutkan: Lalu ia
mengeluarkan hatiku dan membawa mangkok dari emas yang penuh dengan keimanan
lalu ia menyuci hatiku. Kemudian diulanginya."
Kami kira
bahawa pembelahan dada merupakan bentuk simbolis yang menunjukkan kesucian
Rasul saw dan sebagai bentuk penyiapannya untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Itu
merupakan pemberitahuan dari Ilahi bahawa anak ini akan mencapai suatu
kedudukan yang belum pernah dicapai oleh manusia dan tidak akan dicapai manusia
sesudahnya. Setelah peristiwa pembelahan dada, berubahlah kehidupan anak kecil
itu di mana sebahagian besar waktunya digunakan untuk merenung dan menyendiri.
Dari roman wajahnya tampak keseriusan yang biasanya menghiasi wajah orang-orang
dewasa.
Berlalulah
hari demi hari, tahun demi tahun dan Selesailah masa menetapnya bersama Halimah
di dusun Bani Sa'ad. Beliau sangat terpengaruh dan sangat terkesan dengan
keadaan di sana. Diriwayatkan bahawa beliau pernah mengingat masa kecilnya di
Bani Sa'ad dan beliau membanggakannya. Beliau menyebutkan pengorbanan mereka
dan sikap mereka yang baik. Beliau berkata: "Aku termasuk dari Bani Sa'ad,
tanpa bermaksud menyombongkan diri. Jika mereka berhadapan atau menyaksikan
salah seorang mereka lapar, maka mereka akan membagi makanan di antara
mereka."
Kemudian
Muhammad bin Abdillah kembali ke Mekah saat usianya lima tahun. Beliau hidup
beberapa hari bersama ibunya di mana si ibu merasakan kesedihan yang dalam atas
kepergian ayahnya. Sesuai janji untuk mengingat ayahnya yang telah pergi,
Aminah menetapkan untuk mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Jarak antara Mekah
dan Yatsrib lebih dari lima ratus kilo meter di gurun yang kering yang jauh
dari tanda- tanda kehidupan. Anak itu menempuh perjalanan yang berat. Setelah
perjalanan yang berat ini, Muhammad bin Abdillah tinggal di tempat paman-paman
dari ibunya di Madinah selama satu bulan. Muhammad melihat rumah yang di situ
ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan. Ia berziarah bersama ibunya ke kuburan
yang sederhana yang ayahnya dikuburkan di dalamnya. Mula-mula fikirannya
terfokus pada keadaan yatim sambil ia mulai memperhatikan linangan air mata
ibunya yang diam.
Selesailah
masa satu bulan keberadaannya di sisi paman-pamannya. Kemudian ibunya
menemaninya untuk kembali ke Mekah. Kedua anak manusia itu sampai di
pertengahan jalan. Muhammad bin Abdillah tidak mengetahui rahsia kepucatan
wajah ibunya. Lalu malaikat maut turun di suatu tempat yang bernama Abwa. Di
situlah Aminah binti Wahab telah bertemu dengan kekasihnya, Allah SWT.
Sang ibu
meninggal dan meninggalkan anak satu-satunya bersama seorang pembantu. Pembantu
itu menampakkan rasa kasihnya terhadap anak kecil yang kehilangan ayahnya saat
masih janin dan kehilangan ibunya saat berusia enam tahun. Muhammad bin
Abdillah kini menjadi sendiri dan ia dalam keadaan menangis. Ia mencapai
kematangan setelah ia melewati kesedihan kehidupan dan kerasnya kehidupan
sebagai anak yatim.
Rasulullah saw
pernah ditanya setelah masa diutusnya: "Bagaimana pandanganmu?"
Beliau menjawab: "Pengetahuan adalah modalku. Akal adalah dasar agamaku.
Cinta adalah pondasiku. Zikrullah adalah kesenanganku. Dan kesedihan adalah
temanku."
Allah SWT
telah menyiramkan kepadanya sungai-sungai kesedihan sehingga beliau dapat
memberikan kepada manusia buah dari kegembiraan dan ketulusan.
Anak kecil itu
kembali ke Mekah dalam keadaan sedih dan ia tampak terpaku. Lalu Abdul
Muthalib, datuknya menampakkan cinta yang luar biasa dan penghormatan padanya.
Setelah dua tahun ketika Muhammad bin Abdillah berusia delapan tahun, maka
meninggallah salah satu benteng yang terbaik yang menjaganya, yaitu datuknya
Abdul Muthalib. Kemudian anak kecil itu kini merenungi datuknya laksana orang
dewasa. Ia tampak tegar seperti layaknya orang dewasa.
Kita tidak
mengetahui mengapa terjadi demikian. Mengapa hikmah Allah SWT mencegah Nabi
yang terakhir untuk mendapatkan kasih sayang seorang ayah, kasih sayang seorang
ibu, dan bimbingan seorang datuk? Apakah Allah SWT ingin memberi Nabi yang
terakhir suatu kasih sayang dan cinta yang semata-mata bersumber dari sisi-Nya?
Apakah Allah SWT ingin mendidiknya dengan kesedihan dan memberinya
perasaan-perasaan yang penuh dengan penderitaan? Apakah Allah SWT ingin membuat
hati Rasul-Nya hanya tertuju kepadanya? Dahulu Allah SWT berkata kepada Musa:
"Dan Aku
telah memilihmu untuk diri-Ku." (QS. Thaha: 41)
Dahulu Allah
SWT memberi khabar gembira kepada Musa di dalam Taurat sebagaimana Isa memberi
khabar gembira di dalam Injil dengan kedatangan seorang Nabi setelahnya yang
bernama Ahmad. Dan Nabi Musa meminta kepada Tuhannya agar memberinya dan
memberi umatnya puncak keutamaan, lalu Allah SWT menjawab bahawa Dia telah
menetapkan keutamaan ini kepada Nabi yang terakhir Ahmad dan umatnya.
Allah SWT
telah memilih Musa untuk diri-Nya. Meskipun Demikian, Dia tidak mencegahnya
untuk mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan mendidiknya di tengah-tengah
keluarganya. Namun Dia berkehendak untuk menjadikan Nabi yang terakhir tercegah
dari mendapatkan kasih sayang seorang manusia dan cinta seorang manusia,
sehingga Nabi tersebut hanya mendapatkan kasih sayang Ilahi dan cinta Ilahi.
Allah SWT
berfirman menceritakan tentang keadaan Rasul terakhir:
"Bukankah
Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia
mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia
mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.
Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan
terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu mengherdiknya. Dan
terhadap nikmat Tuhanmu maha hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan
bersyukur). " (QS. ad-Dhuha: 6- 11)
Makna ayat
tersebut secara harfiah adalah bahawa beliau dalam keadaan yatim lalu Allah SWT
melindunginya; beliau dalam keadaan tersesat lalu Allah SWT memberinya
petunjuk; beliau dalam keadaan fakir lalu Allah SWT memampukannya. Allah SWT
melindunginya dengan mengasuhnya, membimbingnya, dan mencukupinya. Itu adalah
darjat keutamaan yang tidak pernah dicapai oleh seseorang pun di dunia.
Setelah
kematian datuknya, maka pamannya Abu Thalib mengasuhnya. Allah SWT telah
meletakkan kecintaan pada hati pamannya, sehingga pamannya mengutamakan
Muhammad saw daripada anak-anaknya dan memuliakannya serta menghormatinya,
bahkan Abu Thalib mendudukkannya di ranjangnya yang biasa dibentangkannya di
hadapan Ka'bah di mana tidak ada seorang pun yang duduk selainnya.
Muhammad bin
Abdillah hidup di jantung gurun Mekah sebagai seorang yang memiliki kesedaran
yang tinggi di antara kaum yang sedang lalai dan kaum yang mabuk-mabukan dan
para penyembah berhala serta para pedagang minuman keras dan para syair dan
orang-orang yang berperang dan tokoh-tokoh kabilah.
Muhammad bin
Abdillah seorang yang banyak diam dan ketika usianya semakin dewasa, maka ia
bertambah banyak diam. Beliau tidak berbicara kecuali jika diajak seseorang
berbicara; beliau tidak terlibat dalam permainan hura-hura anak-anak muda;
beliau merasakan kesedihan yang dalam; beliau sering menyendiri dan membuka
matanya di hamparan pasir-pasir. Mulutnya terdiam dan akalnya berfikir. Beliau
merenungkan di masa kecilnya bagaimana kaumnya bersujud terhadap berhala dan
terpukau dengannya; bagaimana orang-orang berakal mau bersujud kepada batu-batu
yang tidak memberikan mudarat dan manfaat dan tidak berbicara serta tidak dapat
melakukan apa-apa. Beliau mewarisi dari datuknya Ibrahim kebencian yang fitri
terhadap dunia berhala dan patung.
Di dalam
dirinya terdapat penghinaan yang besar terhadap sembahan- sembahan dari batu
ini, suatu penghinaan yang menjadikannya tidak mau mendekat selama-lamanya
terhadap patung tersebut. Namun hatinya yang besar dipenuhi dengan kesedihan
yang lebih hebat dari kesedihan datuknya Ibrahim. Beliau sedih kerana akal
manusia menyembah batu dan emas, kesombongan serta kekuasaan penguasa; beliau
mendengar apa yang dikatakan manusia dan mengamat-amati urusan kehidupan dan
keadaan masyarakat; beliau juga menyaksikan betapa banyak pertentangan dan
perkelahian di antara manusia yang justru disebabkan oleh masalah-masalah yang
sepele, sehingga kehairanan beliau semakin bertambah dan sudah barang tentu
kesedihannya pun semakin dalam. Tidakkah manusia mengetahui bahawa mereka akan
mati seperti ayahnya, ibunya, dan datuknya? Mengapa mereka menimbulkan
pertentangan ini, hingga mereka mendapatkan lebih banyak kejahatan?
Ketika usianya
semakin bertambah, maka bertambahlah kezuhudannya dalam hidup, dan sepak
terjangnya terus bersinar memenuhi penjuru Mekah. Beliau tidak sama dengan
seseorang pun dari kalangan pemuda saat itu. Meskipun kami kira bahawa
kesedihannya disebabkan oleh hal- hal yang umum, tetapi beliau tidak
mengungkapkan kegelisahan hatinya pada seseorang pun. Beliau belum bertujuan untuk
memperbaiki masyarakat atau kemanusiaan. Benar bahawa pertanyaan-pertanyaan
kritis timbul dalam benaknya dan ingin segera menemukan jawapan, tetapi akalnya
sendiri tidak dapat menemukan jawapan atau jalan keluar. Inilah yang dimaksud
dengan makna ayat:
"Dan Dia
mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk."
(QS. adh-Dhuha: 7)
Yang dimaksud
ad-Dhalal (kesesatan) di sini ialah kebingungan akal dalam menafsirkan
kejahatan dan usaha melawannya kerana ketiadaan senjata dan kecilnya usia.
Semua itu justru menambah sikap diam anak kecil itu dan menjauhkannya dari
dunia yang akan mencemari akal, sehingga akalnya selamat dari segala noda dan
tetap di bawah naungan kejernihannya.
Anak kecil itu
tetap jauh dari dosa-dosa yang dilakukan oleh kaumnya yang berupa kecenderungan
untuk menyembah berhala dan cinta kekuasaan dan kebanggaan. Ia selalu mendekat
dan lebih mendekat kepada hakikatnya yang suci; ia mampu mempengaruhi orang
lain dengan jiwanya yang bersih dan rahmatnya atau kasih sayangnya tertuju
kepada manusia, bahkan kepada binatang dan burung. Ketika ia duduk akan makan
lalu ada burung merpati berkeliling di seputar makanannya maka ia meninggalkan
makanannya untuk burung itu. Pada saat orang-orang memukul anjing yang mendekat
kepada makanan mereka, maka ia justru mencabut suapan yang ada di mulutnya dan
memberikannya pada anjing, kucing, anak-anak kecil, dan orang-orang fakir.
Bahkan seringkali di waktu malam ia tidur dalam keadaan lapar kerana ia
memberikan makanannya ke orang lain.
Muhammad saw
adalah seorang fakir yang harus bekerja agar dapat makan, maka beliau bekerja
sebagai penggembala kambing, seperti Nabi Daud, Nabi Musa, dan nabi-nabi yang
lain yang diutus oleh Allah SWT. Kemudian beliau melakukan perjalanan bersama
kafilah pamannya Abu Thalib menuju Syam saat beliau berusia tiga belas tahun.
Beliau menyaksikan keadaan umat-umat yang lain, maka kehairanannya semakin
bertambah terhadap masa Jahilliyah ini. Ketika beliau menyaksikan orang-orang
tersesat, maka kesedihannya semakin bertambah dan hatinya semakin tersentuh dan
fikirannya semakin dalam.
Pada saat
perjalanan menuju ke Syam ini terjadi suatu peristiwa terhadap anak kecil itu.
Kemungkinan besar itu justru menambah kebingungannya. Seorang pendeta yang
bernama Buhaira berdiri di jendela rumah yang menjadi tempat peribadatannya di
Suria. Tiba-tiba ia memperhatikan suatu awan putih - tidak seperti biasanya -
yang menghiasi langit yang biru. Saat itu udara sangat terang, sehingga
munculnya awan tersebut sangat menghairankan. Kemudian pandangan Buhaira yang
tertuju ke langit, kini tertuju ke bumi di mana ia mendapati awan itu
menyerupai burung yang putih yang menaungi kafilah kecil yang menuju ke arah
utara. Buhaira memperhatikan bahawa awan tersebut mengikuti kafilah.
Jantung
Buhaira berdebar dengan keras kerana ia mengetahui melalui buku-buku
peninggalan kaum Masehi yang otentik bahawa seorang nabi akan muncul ke dunia
setelah Isa. Sifat dan khabar nabi tersebut diceritakan dalam buku-buku kuno.
Buhaira segera meninggalkan tempatnya, lalu ia segera memerintahkan untuk
menyiapkan makanan yang besar. Kemudian ia mengutus seseorang untuk menemui
kafilah tersebut dan mengundang mereka untuk jamuan makan. Salah seorang mereka
berkata dengan nada bercanda kepada Buhaira: "Demi Lata dan 'Uzza, engkau
hari ini tampak lain wahai Buhaira. Engkau tidak pernah melakukan demikian
kepada kami, padahal kami telah melewati dan singgah di tempat ini lebih dari
sekali. Ada peristiwa apa gerangan wahai Buhaira?"
Buhaira
menjawab: "Hari ini kalian adalah tamu-tamuku." Pertanyaan orang
tersebut tidak dijawab dengan terang-terangan. Ia sengaja menghindarinya dan
tidak menyingkapkan rahsia kemuliaan yang datangnya tiba-tiba ini. Buhaira
memberi makan mereka dan mulai memperhatikan di antara mereka adanya seseorang
yang memiliki tanda- tanda yang dibacanya dalam kitab-kitabnya yang kuno
tentang seorang rasul yang ditunggu. Namun ia tidak menemukannya, hingga ia
bertanya kepada mereka: "Wahai kaum Quraisy, apakah ada seseorang yang
tidak hadir bersama jamuanku ini?" Mereka menjawab: "Benar, ada
seseorang yang tidak ikut bersama kami. Kami meninggalkannya kerana ia masih
kecil." Buhaira berkata: "Sungguh aku telah mengundang kamu semua.
Panggillah ia supaya hadir bersama kami dan memakan makanan ini." Salah
seorang lelaki dari kaum Quraisy berkata: "Demi Lata dan 'Uzza, sungguh
tercela bagi kami untuk meninggalkan Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib
dari jamuan yang kami diundang di dalamnya.
Pamannya
meminta maaf kerana Muhammad masih kecil, kemudian sebahagian mereka berdiri
dan menghadirkannya. Belum lama Buhaira memandangi kejernihan dua mata
Muhammad, sehingga ia mengetahui bahawa ia telah mendekati tujuannya. Buhairah
terpaku ketika memandangi Muhammad bin Abdillah sehingga kaum selesai makan dan
mereka berpisah.
Muhammad bin
Abdillah duduk sendirian. Buhaira menghampirinya dan berkata: "Wahai anak
kecil, demi kedudukan Lata dan 'Uzza, sudikah kiranya engkau memberitahu aku
terhadap apa yang aku tanyakan kepadamu?" Buhaira ingin mengetahui sikap
anak ini terhadap berhala kaumnya. Anak kecil itu menjawab: "Jangan engkau
bertanya kepadaku tentang Lata dan 'Uzza. Demi Allah, tidak ada sesuatu yang
lebih aku benci daripada keduanya." Buhaira berkata: "Dengan izin
Allah aku ingin bertanya kepadamu." Anak kecil itu menjawab:
"Tanyalah apa saja yang terlintas di benakmu."
Buhaira
bertanya kepada anak kecil itu tentang keluarganya, kedudukannya di
tengah-tengah kaumnya, mimpinya dan pendapat- pendapatnya. Dialog tersebut
terjadi jauh dari pantauan kaum kerana mereka tidak akan diam ketika mendengar
bahawa Muhammad membenci berhala-berhala mereka. Kemudian Muhammad menjawab
pertanyaan-pertanyaan Buhaira dengan yakin, hingga membuat Buhaira mantap bahawa
ia sekarang duduk bersama seorang Nabi yang khabar berita gembiranya
disampaikan oleh Nabi Isa sebagaimana disampaikan oleh nabi-nabi dari kaum
Israil dari kaum Nabi Musa. Setelah itu, ia bangkit meninggalkan anak kecil itu
dan menuju ke Abu Thalib ia bertanya tentang kedudukan anak kecil itu di
sisinya. Abu Thalib menjawab: "Ia adalah anakku." Buhaira berkata:
"Tidak mungkin ayahnya masih hidup." Abu Thalib berkata: "Benar.
Ia anak saudaraku. Ayahnya dan ibunya telah meninggal." Buhaira berkata:
"Engkau benar, kembalilah kamu ke negerimu dan hati-hatilah dari kaum
Yahudi." Abu Thalib bertanya tentang rahsia dari apa yang dikatakan oleh
pendeta itu. Pendeta itu mulai mengetahui bahawa ia telah berbicara lebih dari
yang semestinya. Lalu ia berkata: "Ia akan memiliki kedudukan
tertentu." Buhaira tidak menjelaskan lebih dari itu dan ia tidak
menentukan kedudukan yang dimaksud.
Lalu
berlalulah peristiwa tersebut tanpa terlintas dari benak seseorang atau tanpa
menggugah kesedaran di antara mereka. Kisah tersebut tidak membawa pengaruh
berarti bagi kafilah atau kepada Nabi sendiri. Kafilah menganggap bahawa
penghormatan pendeta kepada Muhammad bin Abdillah dan memberitahunya akan
kedudukan yang akan disandangnya adalah semata-mata basa-basi yang biasa diucapkan
di atas meja makan ketika para tamu memuji kedermawanan tuan rumah. Dan sebagai
balasannya, orang yang mengundang akan memuji akhlak para pemuda mereka.
Alhasil, peristiwa tersebut tidak membawa pengaruh apa pun, baik bagi Muhammad
mahupun bagi sahabat-sahabat yang ikut dalam kafilah, sehingga mereka tidak
mengetahui rahsia perkataan pendeta dan mereka tidak menyebarkan pembicaraan
yang mereka dengar darinya. Peristiwa itu tersembunyi meskipun ia sungguh
sangat membingungkan Muhammad.
Apa gerangan
yang terjadi antara dirinya dan orang-orang Yahudi, sehingga pendeta perlu
mengingatkan pamannya dari ancaman mereka? Apa kedudukan yang akan dikembangnya
seperti yang diceritakan oleh pendeta itu? Dan apa hubungan semua ini dengan
kesedihan- kesedihannya yang dalam serta kebingungannya? Pertanyaan-pertanyaan
tersebut sedikit demi sedikit berputar di benaknya. Kemudian seperti biasanya
kafilah tersebut kembali ke Mekah. Muhammad kembali menuju keterasingannya. Ia
memperhatikan keadaan alam di sekitarnya. Kemudian ia melihat kembali
penderitaannya; ia berusaha untuk mendapatkan kehidupannya; ia mengabdi kepada
manusia dan mengorbankan apa saja demi kemuliaan mereka.
Hari demi hari
berlalu. Muhammad saw tampil dengan pakaian ketulusan kasih sayang, dan amanah serat
cinta, sebagaimana pelita dipenuhi oleh cahaya, sehingga kejujurannya terkenal
di tengah-tengah kaumnya. Bahkan kejujuran dan amanatnya tidak bakal diragukan
oleh seseorang pun dari penduduk Mekah. Dan ketika beliau datang dengan membawa
risalahnya dan beliau ditentang majoriti masyarakatnya, namun tak seorang pun
yang berani meragukan kejujurannya. Mereka hanya menuduh bahawa ia terkena
sihir atau kesedarannya telah hilang.
Pada tahun
ketiga belas dari masa kenabian, ketika semua kabilah sepakat untuk membunuhnya
dan mengucurkan darahnya di antara para kabilah dan mereka mengepung rumahnya,
maka di saat situasi yang sulit ini beliau menetapkan untuk berhijrah. Tetapi
sebelumnya beliau mewasiatkan kepada Ali bin Abi Thalib, anak pamannya untuk
tetap tinggal di rumahnya agar ia dapat mengembalikan amanat yang dititipkan
oleh semua musuhnya dan para sahabatnya. Ini beliau maksudkan agar Ali dapat
menyerahkan amanat tersebut di waktu pagi kepada para pemiliknya. Anda dapat
melihat betapa para musuhnya merasa aman terhadap harta mereka ketika dijaga
oleh Muhammad saw.
Hari demi hari
berlalu dan tahun demi tahun pun lewat. Sementara itu, kesucian dan kejujuran
Muhammad saw semakin meningkat. Dan di tengah lautan keheningan yang mencekam,
ketika Muhammad bin Abdillah menyebarkan layar perahunya yang putih, maka ia
harus menemui hakikat azali yang bertemu dengan-nya semua nabi dan rasul.
Muhammad bin Abdillah mengetahui bahawa alam yang besar ini mempunyai Tuhan
Pengatur dan Pencipta; Tuhan yang Maha Satu dan yang tiada tuhan selain-Nya.
Muhammad
dijauhkan dari suasana kenikmatan dan foya-foya yang biasa dilakukan oleh para
pemuda seusianya. Dan ketika pemuda Mekah berbangga-bangga dengan banyaknya
minuman keras yang mereka minum dan banyaknya bait-bait syair yang mereka
katakan tentang wanita, maka Muhammad bin Abdillah telah menemukan jati dirinya
di suatu gua yang tenang di gunung yang besar. Ia memilih untuk menghabiskan
waktunya di dalam keheningan gua tersebut. Ia merenung dengan hatinya tentang
keadaan alam; ia memikirkan keagungan rahsia-rahsianya dan rahmat Penciptanya
serta kebesaran-Nya.
Pada tahun
yang kedua puluh lima, beliau mengenal Ummul Mu'minin, isterinya yang pertama,
yaitu Khadijah binti Khuwailid yang saat itu berusia empat puluh tahun.
Khadijah adalah wanita yang mulia dan mempunyai cukup harta. Ia berdagang dan
suaminya telah meninggal. Banyak orang yang mendekatinya dengan alasan untuk
mendapatkan kekayaannya. Khadijah mencari seseorang laki-laki yang dapat
membawa harta dagangannya menuju Syam, lalu Khadijah mendengar berita yang
cukup banyak berkenaan dengan kejujuran dan amanat serta kesucian Muhammad bin
Abdilah. Akhirnya, Khadijah mengutus Muhammad saw untuk membawa barang
dagangannya. Muhammad saw pergi dalam perjalanannya yang kedua ke Syam saat
beliau berusia dua puluh lima tahun. Allah SWT memberkati perjalanannya di mana
beliau kembali dengan membawa keuntungan yang berlipat ganda yang diserahkannya
kepada Khadijah. Muhammad saw tidak peduli dengan harta Khadijah dan tidak peduli
kepada kecantikannya; Muhammad saw hanya memandang kemuliaan yang dipegangnya.
Kemudian Khadijah merasakan getaran cinta terhadap Muhammad saw. Dan Akhirnya,
ia mengutarakan keinginan untuk menikah dengannya, hingga Muhammad saw pun
setuju.
Paman Muhammad
saw, Abu Thalib berdiri dan menyampaikan khutbah pada saat perayaan
perkawinannya: Muhammad saw tidak dapat dibandingkan dengan seorang pun dari
kaum Quraisy kerana ia adalah seorang yang mulia, baik dari sisi akal mahupun
rohani. Meskipun ia seorang yang fakir namun harta adalah naungan yang akan
hilang dan benda yang bersifat sementara.
Setelah
menikah, Muhammad saw justru mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk
merenung dan menyendiri serta beribadah. Kemudian kehidupan yang dijalaninya
justru meningkatkan kemuliaannya, sehingga keutamaannya tersebar di sana sini.
Beliau tidak pernah terlibat dalam pergelutan yang keras untuk memperebutkan
materi-materi dunia. Beliau selalu menggunakan akal sehatnya daripada terlibat
dalam kesesatan mereka dan kegelapan berhala yang menyelimuti banyak orang pada
saat itu. Kemudian usianya kini mendekati empat puluh tahun.
Setelah
merasakan kesunyian di tengah-tengah masyarakat, beliau lebih memilih untuk
menjauh dari mereka. Beliau mencari-cari hakikat, sehingga Allah SWT
membimbingnya untuk menyendiri di gua Hira. Akhirnya, beliau dapat keluar dari
Mekah. Beliau berjalan beberapa mil. Kemudian beliau mulai mendaki dan mendaki.
Setiap kali ia mendaki gunung, maka tempat itu semakin luas. Udara tampak lembut
dan tersingkaplah hijab, dan pandangan semakin terbentang. Kemudian beliau
memasuki gua. Keheningan menyelimuti segala sesuatu, namun hati tetap sadar dan
tidak ada sesuatu yang dapat menghalang-halangi pandangan internal yang dalam.
Dalam suasana kesunyian terkadang lahirlah pemikiran-pemikiran yang cemerlang
yang kemudian menyebarkan sayap-sayapnya dan membumbung, pertama-tama di atas
angkasa gua lalu tersebar menuju ke tempat yang lebih luas. Tidak ada sesuatu
pun yang membatasinya atau mengekang kebebasannya.
Kita tidak
mengetahui fikiran-fikiran apa yang terlintas pada manusia termulia dan
terbesar di atas bumi itu saat beliau duduk di gua Hira beberapa bulan. Apa
yang beliau fikirkan dan apa gerangan yang beliau risaukan? Mimpi apa yang ada
di benaknya dan perasaan-perasaan apa yang lahir dalam hatinya? Bagaimana
keadaan batu-batu yang ada di sisinya? Apakah atom-atom batu yang berputar di
sekelilingnya menyahuti tasbihnya yang diam, seperti atom-atom batu yang
bersahut- sahutan bersama Daud saat ia membaca kitabnya Zabur.
Kami tidak
mengetahui secara pasti bentuk kelahiran yang terjadi dalam dirinya. Yang kita
ketahui adalah bahawa beliau tidak berfikir tentang kenabian dan beliau tidak
berfikir untuk memberikan petunjuk kepada manusia; beliau tidak melakukan
praktik-praktik sufisme kerana beliau sudah menjadi seorang sufi sebelum diutus
di tengah-tengah manusia. Kemudian Allah SWT memilihnya sebagai Nabi lalu
beliau meninggalkan uzlahnya dan turun ke medan serta membawa senjata. Beliau
mempertahankan kebenaran, sehingga beliau bertemu dengan Tuhannya. Mula-mula
lahirlah tasawuf dan setelahnya lahirlah jihad di jalan Allah SWT. Tasawuf
bukanlah
puncak atau hasil sebagaimana diyakini oleh manusia sekarang, tetapi ia adalah
permulaan jalan yang panjang di mana pada akhirnya yang bersangkutan
menggunakan senjata sebagai bentuk usaha untuk membela manusia dan
kehormatannya.
Pada suatu
hari beliau duduk di gua Hira dan tiba-tiba beliau dikejutkan dengan kedatangan
Jibril yang berdiri di depan pintu gua. Malaikat tersebut memeluknya erat-erat
lalu memerintahkannya untuk membaca sambil berkata: "Bacalah!"
Muhammad bin Abdillah menjawab: "Aku tidak mampu membaca." Beliau
ingin mengatakan bahawa beliau tidak mengenal bacaan dan tulisan. Kalau begitu,
apa yang harus beliau baca? Malaikat kembali memeluknya dengan kuat sehingga
Rasulullah saw menganggap bahawa ia meninggal. Kemudian malaikat melepasnya dan
memerintahkannya untuk membaca. Beliau kembali menjawab: "Aku tidak bisa
membaca." Malaikat yang mulia kembali memeluknya dan kembali memerintahkan
untuk membaca. Dan lagi-lagi Rasulullah saw menjawab dengan gementar: "Apa
yang aku baca?" Kemudian Jibril membaca permulaan ayat-ayat yang turun
kepada beliau:
"Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu lah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya." (QS. al-'Alaq: 1-5)
Setelah
peristiwa itu, Jibril menghilang secara tiba-tiba sebagaimana ia muncul secara
tiba-tiba. Rasulullah saw merasakan dalam dirinya kejadian yang luar biasa yang
pernah dirasakan oleh Nabi Musa saat beliau mendengar panggilan-panggilan suci
di lembah Thuwa. Sebagaimana Nabi Musa lari ketakutan, maka Muhammad bin
Abdillah pun segera menuju ke rumahnya dalam keadaan ketakutan. Ia turun ke
gunung dan kembali ke rumahnya dan kembali ke isterinya. Tubuhnya yang mulia
bergetar dengan keras dan beliau merasakan ketakutan dan kegelisahan.
Apakah beliau kali
ini berhubungan dengan jin atau alam perdukunan? Apakah beliau telah mengigau
sehingga beliau mendengar suara-suara dan melihat wajah-wajah yang belum pernah
dilihatnya? Rasulullah saw mengkhuatirkan dirinya kerana beliau sangat benci
kepada perdukunan. Beliau memasuki rumahnya dengan keadaan gementar. Beliau
berkata kepada isterinya: "Selimutilah aku, selimutilah aku!"
Kemudian isterinya segera menyelimuti dengan selimut dari wol dan mengusap
keringat yang berada di keningnya. Isterinya dikejutkan dengan kepucatan wajah
beliau yang mulia dan kegementaran tubuhnya.
Khadijah
bertanya kepadanya: "Apa yang sedang terjadi?" Kemudian Muhammad saw
menceritakan secara terperinci apa yang dialaminya. Kemudian ia berkata:
"Sungguh aku khawatir terhadap diriku." Khadijah mengetahui bahawa ia
sekarang berhadapan dengan masalah yang serius, suatu berita gembira yang ia
tidak mengetahui hakikatnya, suatu berita gembira yang seharusnya tidak
dihadapi Muhammad saw dengan kekhuatiran dan kegelisahan.
Khadijah
berkata dengan maksud untuk meredakan ketakutannya: "Tenanglah. Demi
Allah, Allah SWT tidak akan menghinakanmu selama- lamanya. Sungguh engkau
adalah seorang yang baik, yang menyambung tali silaturahmi, yang berbicara
dengan jujur, dan yang menghormati tamu."
Meskipun
kalimat-kalimat tersebut penuh dengan kedamaian dan kesejukan, tetapi
kegelisahan Rasul saw juga belum hilang. Kemudian Khadijah pergi bersama beliau
ke rumah Waraqah bin Nofel, yaitu anak dari paman Khadijah. Waraqah adalah
seorang Nasrani dan dia mampu menulis kitab dalam bahasa Ibrani dan ia cukup
mengetahui kitab-kitab Taurat dan Injil di mana matanya telah buta kerana masa
tua.
Khadijah
berkata kepadanya: "Wahai putera pamanku, dengarlah dari anak
saudaramu." Waraqah berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau
lihat?" Rasulullah saw menceritakan apa yang dialaminya secara sempurna.
Waraqah berkata sambil mengangkat kepalanya yang tampak kehairanan: "Itu
adalah Namus (Jibril) yang Allah SWT turunkan kepada Musa." Sebagai seorang
yang mengerti, Waraqah bin Nofel mengetahui bahawa ia berada di hadapan seorang
Nabi yang berita gembiranya disampaikan oleh Taurat dan Injil.
Setelah
keheningan sesaat, Waraqah berkata: "Seandainya aku masih hidup ketika
kaummu mengeluarkanmu dan mengusirmu." Rasulullah saw bertanya:
"Mengapa aku harus diusir oleh mereka?'' Waraqah menjawab: "Benar,
tidak ada seorang pun yang akan datang seperti dirimu kecuali engkau akan
mengalami penderitaan dan pengusiran. Seandainya aku hadir di saat itu nescaya
aku akan menolongmu."
Demikianlah,
akhirnya Islam pun dikembangkan. Kehendak Allah SWT terlaksana dan Allah SWT
telah memilih Nabi yang terakhir di muka bumi dan orang Muslim yang pertama.
Barangkali pembaca akan bertanya: Apa hakikat dari Islam? Apabila Muhammad saw sebagai
Nabi yang terakhir yang diutus oleh Allah SWT di muka bumi dan kita mengetahui
bahawa para nabi semuanya sebagai Muslim, maka bagaimana beliau dapat dikatakan
mendahului mereka dalam keislaman dan menjadi orang Muslim yang pertama?
Islam yang dibawa
oleh Muhammad saw tidak berbeza dalam esensinya dengan Islam yang dibawa oleh
Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa atau nabi yang lain, tetapi yang berbeza adalah
bentuknya, sedangkan esensinya tetap seperti semula, yakni berdasarkan tauhid.
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw berbeza dalam bentuknya dengan Islam
yang dibawa nabi-nabi sebelumnya kerana sebab yang penting, yakni bahawa Islam
ini merupakan ajaran yang universal dan berisi aspek kemanusiaan yang abadi.
Islam tidak terbatas atas orang-orang Arab tetapi ia berlaku atas semua
golongan. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tidak terbatas untuk kabilah
tertentu atau bangsa tertentu atau bumi tertentu atau lingkungan tertentu atau
zaman tertentu, tetapi ia untuk semua manusia. Atau dengan kata lain, ia
merupakan ajakan untuk membangkitkan akal manusia di mana saja mereka berada
tanpa ada batasan tempat atau waktu.
Universalitas
ajaran Islam tidak dikenal pada risalah-risalah Ilahi sebelumnya di mana setiap
risalah itu diperuntukkan bagi bangsa tertentu dan zaman tertentu. Oleh kerana
itu, mukjizat-mukjizat yang mengagumkan yang bersifat sementara seringkali
mendukung risalah- risalah yang dahulu. Ketika Islam datang sebagai bentuk
ajakan untuk menghidupkan akal manusia secara bebas, maka di sana tidak ada
alasan untuk membawa mukjizat yang mengagumkan. Hanya ada satu kata yang dapat
dijadikan pembuka untuk berdakwah dan membuka akal manusia, yaitu kata
"iqra"' (bacalah). Dan hendaklah bacaan ini berdasarkan nama Allah
SWT. Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari
segumpal darah. Cuba Anda
renungkan
permulaan pertumbuhan dan puncak pencapaian. Di sini tersembunyi mukjizat yang
hakiki jika Anda berusaha mencari mukjizat yang hakiki.
Bacalah, dan
Tuhanmu Yang Maha Mulia, yang memberikan nikmat penciptaan dan rezeki serta
rahmat dan kelembutan. Dia Maha Mulia yang mengajarkan manusia apa saja yang
tidak diketahuinya. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ajakan untuk membaca.
Ia adalah dakwah yang menunjukkan kedudukan ilmu. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang
berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Takut kepada
Allah SWT tidak akan muncul kecuali berdasarkan ilmu. Mustahil kebodohan dengan
bentuk apa pun akan melahirkan rasa takut. Oleh kerana itu, dalam pandangan
Islam ilmu adalah hal yang pokok. Ia bukan kemewahan dan bukan hanya perhiasan.
Kaum Muslim telah mengalami masa kemuliaan dan kejayaan dan mereka berhasil
menguasai bumi ketika mereka memahami Islam secara benar, tetapi ketika
pemahaman ini jauh dari mereka, maka mereka kembali dalam keadaan yang paling
buruk, bahkan lebih buruk daripada masa jahiliah.
Jadi, ilmu
dalam Islam merupakan tujuan yang mulia dan utama dalam penciptaan alam wujud.
Kisah Nabi Adam dan Hawa, sebagaimana diceritakan oleh Al-Quran adalah bukan
semata-mata kisah kesalahan memakan pohon terlarang, tetapi ia juga kisah yang
memiliki dimensi- dimensi yang dalam dan aspek-aspek yang beraneka ragam.
Ketika Anda menyelami kedalamannya, maka Anda akan dapat menemukan simbol-
simbol dari makna-makna yang lebih penting.
Dialog
internal yang dialami oleh para malaikat tentang rahsia pemilihan Nabi Adam
untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah di dalamnya serta pengajaran yang
diperoleh Nabi Adam tentang nama-nama semuanya dan bagaimana beliau
mengemukakan nama-nama tersebut kepada para malaikat, serta ketidaktahuan
mereka tentang nama-nama itu, kemudian usaha Nabi Adam untuk memberitahu mereka
tentang apa yang diketahuinya serta pengetahuan para malaikat tentang rahsia
pemilihan Nabi Adam dan para keturunannya untuk memakmurkan bumi, semua ini
menjadikan tujuan dari penciptaan manusia adalah pencapaian ilmu atau ma'rifah
secara umum. Pandangan tersebut dikuatkan oleh firman Allah SWT:
"Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku)." (QS.
adz-Dzariat: 56)
Lalu bagaimana
kita memahaminya saat ini dan bagaimana generasi yang pertama dari kaum Muslim
dan dari sahabat-sahabat Rasul saw dan para pengikutnya dan para tenteranya
memahaminya? Saat ini kita memahaminya dengan pemahaman yang sederhana. Kita
mengetahui bahawa kalimat "untuk menyembah-Ku " bererti ritual dalam
beribadah dan aspek-aspek lahiriahnya, seperti mengucapkan kalimat syahadat,
solat, puasa, haji, zakat dan lain-lain. Sehingga orang-orang yang solat
diperbolehkan untuk menyembah Allah SWT di negeri mereka atau di rumah-rumah
mereka, meskipun mereka hidup di bawah pemikiran orang-orang Barat dan membeli
produk-produk yang dibuat mereka serta memanfaatkan ilmu dan kecanggihan
teknologi orang-orang Barat. Namun mereka sendiri tidak menghasilkan apa-apa.
Mereka tidak dapat memberikan kontribusi kepada kehidupan; mereka tak ubah-nya
seperti bulu yang dimainkan oleh ombak. Sedangkan pemahaman yang dahulu
berkaitan dengan kalimat tersebut sebagai berikut:
"Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku). " (QS.
adz-Dzariat: 56)
Ibnu Abbas
membacanya: "Illa liya'rifuun." (Agar mereka mengetahui).
Perhatikanlah bagaimana pentingnya perbezaan antara praktek-praktek ibadah
dengan bentuk-bentuknya dan kedalamannya yang jauh dalam ma'rifah yang
menyebabkan rasa takut kepada Allah SWT. Orang Muslim yang pertama meyakini
bahawa Allah SWT menciptakannya agar ia mengetahui Allah SWT atau agar ia
mengenal Allah SWT. Sehingga ambisi orang Muslim yang pertama sangat
mengagumkan. Mereka pergi untuk membebaskan dunia semuanya: satu tangan
berpegangan dengan Al- Quran dan tangan yang lain memegang pedang untuk
menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret manusia kepada kesesatan.
Kemudian
jatuhlah dari Islam hakikat ilmu, sehingga umat Islam tidak dapat memimpin
kehidupan dan mereka justru mendapatkan kehinaan. Allah SWT berfirman:
"Allah
menyatakan bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan.
Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).
Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam." (QS. Ali
'Imran: 18)
Setelah
kesaksian kepada Allah swt dan kesaksian kepada malaikat, maka disebutlah
secara langsung kesaksian kepada orang-orang yang berilmu. Maka, adakah
penghormatan terhadap ilmu yang lebih besar daripada penghormatan ini? Ilmu
dalam Islam berbeza dengan ilmu dalam peradaban Barat. Memang benar bahawa
Islam yang bertanggungjawab terhadap tumbuhnya pandangan ilmiah dan metode
eksperimental di mana berdasarkan metode ini tegaklah peradaban Barat yang
kemudian melahirkan berbagai produksi, pembuatan, dan penemuan. Dan metode
eksperimental adalah metode al-Istiqra, yaitu suatu metode yang mengikuti
bahagian-bahagian terkecil (parsial) melalui jalan eksperimen yang dapat tunduk
terhadap eksperimen dan melalui jalan memperhatikan hal-hal yang tidak dapat
tunduk terhadap suatu eksperimen, atau melalui jalan matematis murni yang
membutuhkan kepada matematis murni di mana hal itu bertujuan untuk menyingkap
hukum-hukum yang menguasai benda. Sistem ini bidangnya adalah alam dan alatnya
adalah panca indera dan akal. Sistem ini dimanfaatkan oleh seorang Eropa yang
bernama Roger Bikun. Ia mengakui bahawa ia sangat berhutang kepada kaum Muslim
dan peradaban
Islam.
Seorang guru
yang bernama Bruicll dalam bukunya Abna' al-Insaniah menceritakan tentang
dasar-dasar peradaban Barat di mana ia berkata: "Roger Bikun mempelajari
bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab di sekolah Oxford kepada guru-gurunya yang
berasal dari Arab di Andalus. Dan Roger Bikun dan Fenessis Bikun tidak dapat
menisbatkan keutamaan yang mereka peroleh dalam menciptakan sistem
eksperimental kepada diri mereka sendiri. Roger Bikun hanya seorang duta dari
duta-duta ilmu. Oleh kerana itu, ia tidak malu ketika menyatakan bahawa
mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab adalah jalan satu-satunya untuk
mengetahui kebenaran."
Demikianlah
pernyataan pakar-pakar Barat yang jujur. Yang demikian ini bisa dijadikan
sanggahan terhadap orang-orang Barat yang tidak jujur agar mereka mengetahui
bahawa mereka sebenarnya mengambil senjata yang sebenarnya berasal dari Islam.
Dan jika dikatakan bahawa rahsia kebangkitan Barat saat ini dan keunggulannya
atas Timur kembali kepada pengambilannya terhadap sebab-sebab metode
eksperimental, yaitu metode Islam, maka rahsia kehancuran Barat dan
kebingungannya serta kegelisahannya adalah kerana mereka tidak menghubungkan
metode tersebut dengan kebesaran Allah SWT sebagaimana semestinya. Metode
eksperimen-tal - sebagaimana diambil orang-orang Barat - dimulai dari alam dan
berakhir kepadanya sebagai sesuatu tujuan. Jadi, ruang lingkup pembahasan
mereka adalah berkisar kepada materi, dan alat-alat pembahasan adalah
eksperimen dan pengamatan serta istiqra.
Tiada setelah
alam kecuali kematian dan kematian adalah rahsia yang misteri dan melawannya
adalah hal yang mustahil. Kita tidak mengetahui apa yang terjadi setelah
kematian; kita tidak mengetahui sesuatu pun tentang roh. Tidak ada hubungan
antara ilmu dan akhlak; tidak ada jawapan dari ilmu tentang tujuan kehidupan
ini. Kita hanya mempelajari aspek-aspek lahiriah dan mencapai hukum-hukumnya
saja. Demikianlah pandangan Barat tentang ilmu di mana ia hanya sekadar alat
dan sarana untuk mengatur alam dan berusaha menguasainya. Sedangkan metode
ilmiah dalam Islam menyatakan bahawa gerakan atom dengan gerakan sistem tata
suria di bawah kendali Zat Yang Maha Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta. Ilmu
dalam Islam justru membimbing manusia untuk menuju Allah SWT:
"Dan bahawasanya
kepada Tuhanmu lah kesudahan (segala sesuatu). " (QS. an-Najm: 42)
Ilmu justru
menghantarkan manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah SWT sebagaimana
membimbingnya beribadah kepadanya dan mencintai-Nya:
"Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang
berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Islam datang
dan mengajak manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut kepada Allah SWT
serta hanya beribadah kepadanya. Jika ilmu merupakan sayap pertama di dalam
Islam, maka sayap yang kedua adalah kebebasan. Rasulullah saw memberitahu dan
menyatakan bahawa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan tidak ada sembahan
selain Allah SWT.
Seruan ini
mengisyaratkan keruntuhan tuhan-tuhan yang mengusai bumi semuanya, baik tuhan
yang berupa kepentingan-kepentingan peribadi, kekayaan, raja, penguasa,
pemikiran-pemikiran yang mengusai manusia, warisan para datuk dan nenek,
berhala-berhala yang terbuat dari batu dan kayu, mahupun berbagai macam tuhan
lain yang bohong. Adalah salah jika seseorang membayangkan bahawa kalimat
"tiada Tuhan selain Allah" hanya sekadar hiasan mulut seorang Muslim
di mana segala sesuatu yang ada di sekitarnya penuh dengan kebohongan dan tidak
membenarkan apa yang dikatakannya. Kalimat tersebut dalam Islam merupakan
pergelutan besar bersama kegelapan yang ada pada diri manusia, suatu pergelutan
yang berakhir pada penyerahan diri; pergelutan yang akan berpindah pada
kehidupan yang lebih berat, sehingga kehidupan akan berserah diri. Dan mustahil
pergelutan itu akan terjadi kecuali jika terpenuhi suatu kebebasan: kebebasan
akal untuk meragukan dan menolak dan kebebasan yang berakhir kepada pencapaian
batas-batasnya dan kemampuannya serta kebebasan yang meninggi untuk mencapai
keimanan yang dalam dan kukuh. Itu adalah tanggung jawab yang berarti bahawa ia
harus memikul senjata untuk membebaskan orang lain sebagaimana ia membebaskan
dirinya sendiri. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ilmu yang berdiri di atas
kebebasan dan tanggung jawab yang tumbuh dari kebebasan, dan buah terakhirnya
adalah tauhid dalam kedalamannya yang jauh.
Jika tauhid
difahami secara benar, maka manusia akan terbebas dari penyembahan selain Allah
SWT: manusia akan bebas terhadap rasa takut dari kematian, kekhuatiran atas
rezeki, manusia akan terbebas dari sikap bakhil dan ketakutan terhadap
hari-hari yang akan datang.
Muhammad bin
Abdillah datang untuk menyerukan bahawa hanya Allah SWT yang patut disembah dan
bahawa semua manusia adalah hamba- hamba-Nya. Dengan membebaskan manusia dari
menyembah sesama mereka, maka kebebasan yang hakiki telah dimulai. Rasulullah
saw memberitahu bahawa kematian adalah perpindahan dari satu rumah ke rumah
yang lain. Ia bukan akhiran yang misteri dari kehidupan yang tidak dapat
difahami, tetapi ia hanya sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan
menyelamatkan dari kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan
memanjangkan ajal. Pada setiap ajal ada ketentuannya. Maka keberanian merupakan
unsur dari unsur-unsur pembentukan keperibadian Islam dan bahagian dari
bahagian-bahagian sel yang ada dalam tubuh seorang Muslim.
Rasulullah saw
juga menyatakan bahawa rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah
SWT:
"Dan
tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah- lah yang memberi
rezekinya. " (QS. Hud: 6)
Jibril
mewahyukan kepada Rasul saw bahawa suatu jiwa tidak akan memenuhi ajalnya
sehingga rezekinya disempurnakan. Jika demikian halnya, maka tidak ada alasan
bagi manusia untuk khawatir terhadap rasa lapar dan gelisah terhadap hari esok.
Semua ini terjadi dalam ruang lingkup mengambil atau melalui jalan-jalan menuju
sebab. Yakni berusaha untuk mencapai rezeki yang merupakan kewajipan bagi orang
Muslim dan percaya terhadap kedermawan Allah SWT yang juga merupakan suatu
kewajipan bagi orang Muslim untuk mempercayainya. Allah SWT berfirman:
"Dan di
langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan
kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22)
Allah SWT
telah menjamin rezeki di dunia dan memerintahkan manusia untuk berusaha
mencapai rezeki di akhirat. Rezeki di dunia adalah sesuatu yang sudah dijamin,
sehingga manusia tidak perlu melakukan usaha yang terlalu sengit untuk
mencapainya. Cukup baginya untuk berusaha secara benar dan seimbang. Sedangkan
berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT memerintahkan manusia untuk berusaha
mencapainya kerana ia adalah rezeki yang Allah SWT tidak menjaminnya kecuali
jika manusia berhasil melampaui dua jihad: jihad yang besar dan jihad yang
kecil. Jihad besar adalah jihad melawan hawa nafsu dan jihad kecil adalah jihad
melawan musuh di medan perang.
Dengan
terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan rasa
takut, maka Islam memberi seorang Muslim senjatanya dan alat-alatnya dan ia
memerintahkannya untuk mulai memerangi kekuatan-kekuatan kelaliman di muka
bumi. Allah SWT berfirman tentang umat Islam:
"Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS.
Ali 'Imran: 110)
Perhatikanlah,
bagaimana Allah SWT menyebutkan amal makruf nahi mungkar sebelum keimanan
kepada Allah SWT. Ini dimaksudkan agar akal manusia tergugah akan pentingnya
jihad di jalan Allah SWT. Amal makruf dan nahi mungkar tidak terwujud
semata-mata dengan memegang tongkat dan mencambukannya kepada punggung
orang-orang Islam yang tidak solat; ia juga tidak berupa usaha untuk menahan
orang-orang Muslim yang tidak berpuasa. Masalah itu lebih penting dan lebih
besar dari sekadar memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriah, sedangkan
hal-hal yang bersifat batiniah tidak diperhatikan.
Ayat tersebut
berarti, hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan berdakwah di jalan Allah
SWT serta memerangi orang-orang lalim di muka bumi. Abu Bakar berkata:
"Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut ini:"
"Hai
orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan
memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk," (QS.
al-Maidah: 105)
Dan aku
mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat
orang yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan
menimpakan azab kepada mereka semua."
Penafsiran Abu
Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas ertinya. Yakni bahawa pelaksanaan
ayat tersebut dapat diwujudkan dengan adanya jihad di jalan Allah SWT dengan
mengangkat senjata sebagai usaha untuk menghentikan orang-orang yang lalim.
Setelah itu, seorang Muslim dapat mengatakan: "Aku telah melaksanakan
tugasku dan tidak akan berdampak kepadaku orang yang sesat setelah aku
memberikan petunjuk."
Demikianlah
pemahaman orang-orang Islam yang pertama. Maka bandingkanlah pemahaman tersebut
dengan pemahaman kita saat ini di mana kita telah kehilangan keberanian, dan
rasa takut telah menghinggapi tubuh orang-orang Islam. Kaum Muslim lebih
mengutamakan keselamatan diri mereka daripada memerangi orang- orang yang
lalim.
Muhammad bin
Abdillah datang dengan membawa risalah Islam yang di dalamnya terdapat perintah
Ilahi untuk memerangi orang-orang yang lalim dan mempertahankan kehormatan
orang-orang yang tertindas di muka bumi. Allah SWT berfirman:
"kerana
itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan
akhirat berperang di jalan Allah. Barang siapa yang berperang di jalan Allah,
lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya
pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau berperang dijalan Allah dan (membela)
orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita mahupun anak- anak yang
semuanya berdoa: 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim
penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong
dari sisi-Mu. " (QS. an-Nisa': 74-75)
Muhammad bin
Abdillah membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran Allah SWT berkenaan
dengan makna kejayaan yang besar:
"Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan
memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil, dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah?, maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu
lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. at- Taubah: 111)
Bacalah ayat
tersebut dua kali dan renungkanlah tentang kedermawan Allah SWT. Betapa tidak,
Dia membeli jiwa orang-orang mukmin dan harta mereka, padahal jiwa tersebut dan
harta tersebut pada hakikatnya adalah milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana
kemuliaan Allah SWT di mana Dia membeli harta milik-Nya yang khusus dengan
syurga dan bagaimana Allah SWT menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang,
dan Dia memberitahu mereka bahawa urusan memerangi orang-orang lalim dan
orang-orang yang tersesat bukanlah hal yang baru atas orang- orang Islam. Allah
SWT telah memerintahkan hal tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana
Nabi Isa
diutus dengan pedang, seperti yang disebutkan dalam lembaran- lembaran atau
buku-buku orang-orang Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus dengan membawa pedang.
Dan ketika Bani Israil berkata kepada Nabi Musa, "pergilah engkau bersama
Tuhanmu dan berperanglah, dan kami hanya di sini duduk-duduk saja,", maka
kehendak Ilahi menetapkan agar mereka mendapatkan kesesatan selama empat puluh
tahun sebagai akibat dari perbuatan mereka itu, agar generasi yang lemah dan
hina itu hancur yang mereka justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan
mereka membiarkan Nabi Musa bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu
merupakan tanggung jawab mereka dan tugas mereka yang harus mereka emban
sebagai pengikut Nabi Musa.
Demikianlah
esensi dari ajaran Islam sebagaimana yang dibawa oleh Muhammad bin Abdillah.
Yakni ajakan untuk membaca dan menggali ilmu serta mendapatkan kebebasan dan
yang terpenting adalah usaha melawan kekuatan-kekuatan lalim. Suatu ajakan yang
universal yang tidak dikhususkan untuk kalangan tertentu atau untuk warna kulit
tertentu atau untuk kaum tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan
kemanusiaan yang komprehensif yang universal yang ingin mengikat ilmu dan
kebebasan dan jihad dengan tujuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai tauhid
kepada Allah SWT dan menyucikan-Nya serta keimanan terhadap hari kemudian dan
kebangkitan manusia semuanya di hadapan Allah SWT.
Adalah salah
jika ada orang yang menganggap bahawa Islam hanya memperhatikan aspek akhirat
dan melupakan aspek duniawi. Menurut Islam dunia adalah lembar-lembar jawapan
yang akan di koreksi di hari akhir. Ia adalah ujian dan tempat percubaan bagi
manusia agar manusia mengetahui apakah ia layak untuk mendapatkan kemuliaan
dari Allah SWT yang telah diberikan kepada Adam. Atau apakah ia justru layak
untuk jadi bahagian dari tanah neraka Jahim dan batunya, sebagaimana firman
Allah SWT:
"Yang
bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24)
Rasulullah saw
telah menjelaskan hikmah dari penciptaan manusia, penciptaan kehidupan dan
kematian ketika beliau menyampaikan firman Allah SWT dalam surah al-Mulk:
"Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. " (QS. al-Mulk: 2)
Dunia adalah
rumah pergelutan. Dan Allah SWT telah menciptakan kehidupan dan kematian agar
manusia menyedari siapa di antara mereka yang terbaik amalnya. Tentu
pengetahuan ini tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT. Pengetahuan itu justru
dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT menciptakan manusia agar manusia mengetahui,
dan pengetahuan yang paling penting adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap
diri. Dan pada hari kiamat manusia akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia
akan mengenal balasan yang akan di terimanya secara sempurna.
Dan barangkali
mukadimah yang kami sarikan dari hari akhir ini mengharuskan kehidupan di atas
bumi dipenuhi dengan kesucian dan kebersihan, yaitu diliputi dengan kemanusiaan
yang sempurna yang di dalamnya manusia layak untuk hidup. Demikianlah Islam
yang dibawa oleh Muhammad saw. Inilah asasnya dan hakikatnya. Itu adalah
pondasi dan hakikat yang tidak diciptakan oleh Muhammad saw dan tak didahului oleh
rasul-rasul sebelumnya. Hakikat risalah-risalah yang dulu semuanya adalah
tauhid dan mempertahankan kebenaran serta keimanan terhadap hari akhir dan
menyerahkan jiwa dan anggota tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang baru dalam
Islam adalah ilmu, kebebasan dan universalitas ajaran Islam serta warna
keadilan yang sangat kental, sehingga sangat tepat jika dikatakan bahawa
karakter dari Islam adalah keadilan. Barangkali bahagian ini perlu
diperhatikan.
Meskipun
agama-agama samawi pada esensinya satu, tetapi kehendak Allah menuntut turunnya
lebih dari agama dan lebih dari satu nabi. Kehendak tersebut menuntut agar pada
setiap agama terdapat karakter yang khusus yang menggambarkan bentuk yang
paling tepat sesuai dengan kebutuhan utama yang di situ agama itu diturunkan
dan sesuai dengan waktu saat itu. Orang-orang Yahudi misalnya, mereka hidup di
tengah-tengah suasana penyembahan berhala di kalangan orang-orang Mesir kuno.
Yahudisme diturunkan pada Bani Israil yang suka membangkang dan kerana itu,
karakter utamanya adalah ketegasan (as- Sharamah) agar mereka tidak terpengaruh
dengan fenomena berhalaisme ala Mesir atau mereka terkena pengaruh dari
tindakan semena-mena Fir'aun. Dengan ketegasan inilah agama Yahudi selamat dan
dapat menjadi risalah penyelamatan dan pembebasan.
Namun Bani
Israil yang memperbudak manusia dan mempunyai hati yang keras pada saat yang
sama mereka keluar dari Fir'aun untuk masuk ke cengkaman orang-orang Romawi di
mana orang-orang Romawi justru lebih lalim dan lebih kuat dari orang-orang Mesir.
Oleh kerana itu, orang- orang Masehi bertanggungjawab untuk melakukan
pembebasan baru tetapi dengan cara yang berbeza sesuai dengan perubahan
keadaan. Cara tersebut adalah menjauhkan penggunaan kekuatan bersenjata kerana
kekuatan orang-orang Romawi mengungguli kekuatan saat itu dan menguasai bumi
secara keseluruhan. Maka kemenangan yang mungkin dapat diperoleh adalah dengan
cara menghindari tindak kekerasan dan lebih mengutamakan pendekatan cinta. Dan
pada kali yang lain orang- orang Masehi memperoleh kemenangan melalui cara
kedamaian dan cinta yang disebarkannya atas imperialisme Romawi dengan segala
senjatanya dan kekuasaannya.
Adapun Islam
datang sebagai agama yang terakhir dan menyeluruh yang layak untuk diterapkan
di muka bumi, sehingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di
dalamnya kepada orang-orang yang berhak mewarisinya. Oleh kerana itu, agama
yang terakhir ini harus mempunyai karakter khusus dan karakter itu adalah
karakter keadilan.
Ketegasan
hanya cocok untuk zaman tertentu dan kelompok tertentu dan keadaan tertentu,
sedangkan cinta adalah contoh yang tertinggi, tetapi ia tidak dapat menjadi
sesuatu tolok ukur untuk dibandingkan dengan tindakan-tindakan tertentu atau
untuk dijadikan alat untuk melakukan sesuatu. Dan jika ia menjadi tolok ukur
bagi orang-orang yang memilki perasaan yang tinggi atau budaya yang tinggi,
maka ia tidak dijadikan tolok ukur umum dan universal. Adapun keadilan, maka ia
menjadi karakter Islam yang berarti keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan
dan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Ini adalah tolok ukur yang
menyeluruh dan barometer yang akhir. Dan barangkali kebesaran keadilan dan
pengaruhnya dalam pengaturan alam bersandarkan kepada firman Allah SWT:
"Allah
menyatakan bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang menegakkan keadilan.
Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian
itu)." (QS. Ali 'Imran: 18)
Apabila Allah
SWT dalam Islam merupakan cermin yang tertinggi, maka keadilan yang disaksikan
oleh Allah SWT terhadap diri-Nya sendiri harus menjadi karakter Islam dan kaum
Muslim. Keadilan dalam Islam bukan hanya keadilan ekonomi atau keadilan hukum
atau keadilan dalam balasan, tetapi ia mencakup semuanya. Sebelum semua ini dan
sesudahnya, keadilan dalam Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan
metode utama dalam Islam.
Ketika Anda
memalingkan pandangan Anda dalam Islam, maka Anda akan menemukan keadilan
menghiasi seluruh wajah Islam. Di sana terdapat keadilan antara agama-agama
yang dulu, keadilan antara individu dan masyarakat, keadilan antara dunia dan
agama, keadilan antara lelaki dan wanita, keadilan untuk orang-orang yang fakir
dan orang-orang yang kaya, keadilan antara para penguasa dan rakyat, bahkan
dengan keadilan itu sendiri bumi dan langit ditegakkan dan Allah SWT menyebut
diri-Nya sebagai al-'Adl (Yang Maha Adil).
Selanjutnya,
Islam adalah agama yang sudah lama sebagaimana lamanya kedatangan para nabi.
Nabi Nuh as berkata dalam surah Yunus:
"Jika
kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit pun darimu.
Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka dan aku disuruh supaya aku
termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepadanya)." (QS. Yunus:
72)
Nabi Ibrahim
dan Nabi Ismail as berkata dalam surah al-Baqarah saat keduanya membangun
Ka'bah:
"Ya Tuhan
kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami berdua orang
yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan
tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. " (QS.
al-Baqarah: 127-128)
Nabi Ibrahim
tidak lupa untuk berwasiat kepada keturunannya dan di antara mereka adalah
Yakub agar mereka mati dalam keadaan Islam. Allah SWT berfirman:
"Dan
Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya, Demikian pula Yakub.
(Ibrahim berkata): 'Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini
bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.'" (QS.
al-Baqarah: 132)
Ketika
kematian mendekati Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan
bertanya kepada mereka:
"Apa yang
kamu sembah sepeninggalanku? Mereka menjawab: 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan
Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa
dan kami hanya tunduk patuh kepadanya.'" (QS. al-Baqarah: 133)
Allah SWT
memberitahu kita dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa kepada kaumnya:
"Hai
kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja,
jika kamu benar-benar orang yang berserah diri." (QS. Yunus: 84)
Sementara itu,
Nabi Sulaiman adalah seorang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat yang
menceritakan tentang kisahnya bersama Ratu Saba' ketika Ratu tersebut berkata:
"Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan aku berserah
diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml: 44)
Demikian juga
Nabi Yusuf, beliau berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepadanya agar
mematikannya sebagai orang Muslim dan memasukannya dalam kelompok orang-orang
yang saleh. Allah SWT berfirman dan bercerita tentang Yusuf dalam surah Yusuf:
"Ya
Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan
dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta
langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku
dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh."
(QS.Yusuf: 101)
Sementara itu
dalam surah al-Maidah, Allah SWT mewahyukan kepada kaum Hawariyin agar mereka
beriman kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu mereka berkata:
"Kami
telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahawa Sesungguhnya kami adalah
orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah: 111)
Jadi, Nabi
Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun, Nabi Sulaiman,
Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah nabi-nabi yang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat
tersebut. Maka seluruh nabi adalah orang-orang Muslim, lalu bagaimana Nabi
Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir dikatakan sebagai orang Muslim yang
pertama?
Allah SWT
berfirman dalam surah al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang terakhir:
"Katakanlah:
'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada
Allah).'" (QS. al- An'am: 162-163)
Maka,
bagaimana beliau menjadi orang Muslim yang pertama, padahal penamaan umat
beliau dengan
sebutan al-Muslimin adalah penamaan yang sebenarnya sudah dahulu
dikenal di
kalangan nabi-nabi yang terdahulu dan kedatangannya ke alam wujud dan
penamaan
agamanya dengan sebutan al-Islam sebenarnya berhutang kepada datuknya
yang jauh,
yaitu Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj:
"Dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah)
agama orang
tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang- orang Muslim
dari dahulu.
" (QS. al-Hajj: 78)
Tidak ada
pertentangan dalam pendahuluan para nabi dengan sebutan al- Muslimin daripada
Rasulullah saw dan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang pertama. Tentu
kata al-Awwal (yang pertama) di sini tidak difahami dari sisi waktu atau masa
kemunculan, tetapi yang dimaksud dengan orang Muslim di sini adalah akmalul
muslimin (orang yang paling sempurna di antara orang-orang Muslim). Suatu kali
Aisyah pernah ditanya tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan
kalimatnya yang singkat: "Akhlak beliau adalah Al-Quran."
Kita
mengetahui bahawa Al-Quran al-Karim menetapkan akhlak yang mulia meskipun dalam
batasannya yang sederhana dan rendah, dan menyebutkan keutamaan akhlak dalam
tingkatannya yang tinggi. Oleh kerana itu, akhlak seperti apa yang dimiliki
oleh Rasulullah saw: apakah beliau memiliki akhlak yang sifatnya tengah-tengah,
atau apakah beliau mendahului dalam kebaikan, atau apakah beliau termasuk
ashabul yamin (orang-orang yang berasal di sebelah kanan), atau apakah beliau
termasuk al-Muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah SWT)?
Rasulullah saw
tidak hanya memiliki semua karakter tersebut dan atribut tersebut, bahkan
kedudukan beliau lebih dari itu semua. Beliau berada di puncak dari segala
puncak keutamaan akhlak, sehingga beliau berhak untuk mendapatkan sebutan dari
Allah SWT:
"Dan
sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang agung. " (QS. al- Qalam: 4)
Para Mufasir
berbeza pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi pekerti yang
agung). Sebahagian mereka mengatakan bahawa yang dimaksud adalah Al-Quran.
Sebahagian yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada juga yang mengatakan
bahawa beliau tidak memiliki sesuatu kecuali keinginan untuk menuju jalan Allah
SWT.
Dalam
Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang darjat beliau yang tinggi dalam
dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama adalah firman-Nya:
"Katakanlah:
'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada
Allah).'" (QS. al- An'am: 162-163)
Beliau adalah
orang yang paling utama di antara manusia semuanya; beliau memiliki keutamaan
yang melebihi semua manusia; beliau memiliki rahmat dan kemuliaan yang tidak
dapat ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun beliau datang sebagai Nabi yang
terakhir namun justru kerana posisi beliau sebagai Nabi yang terakhir, maka
beliau menjadi bata yang terakhir dalam pembangunan rumah kenabian yang tinggi,
sehingga bata yang terakhir itu harus menjadi puncak pembangunan manusia.
Sedangkan ayat yang kedua adalah firman-Nya:
"Dan Kami
tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta." (QS.
al-Anbiya': 107)
Beliau bukan
hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Arab saja; beliau bukan hanya menjadi
rahmat bagi orang-orang Quraisy dan beliau bukan menjadi rahmat bagi zamannya
saja, begitu juga beliau tidak menjadi rahmat bagi jazirah Arab saja, tetapi
beliau menjadi rahmat bagi alam semesta; beliau senantiasa menjadi rahmat bagi
alam semesta: dimulai dari diturunkannya wahyu kepadanya dengan kalimat iqra
hingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada
orang- orang yang berhak mewarisinya sampai hari kiamat. Alhasil, beliau adalah
rahmat yang dihadiahkan kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak
menonjolkan mukjizat yang mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang memulai
dakwah dengan mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab: pertama,
pembacaan kitab alam atau Al- Qur'an yang diciptakan atau kalimat-kalimat Allah
SWT yang terdiri dari jutaan bentuk dan kedua pembacaan Al-Qur'an yang
diturunkan melalui malaikat Jibril di mana ia merupakan kalamullah yang abadi.
Dan kitab alam dibaca dengan ribuan cara: dibaca melalui penelusuran dunia:
"Katakanlah:
'Berjalanlah kamu di muka bumi dan amat-amatilah.'" (QS. an-Naml: 69)
Atau dibaca
melalui usaha menyingkap misteri dan penggunaan akal:
"Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap
penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahawa
Al-Qur'an itu adalah benar. " (QS. Fushilat: 53)
Atau dibaca
melalui ilmu dan pengamatan:
"Atau
siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang telah
menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung
untuk (mengukuhkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut 1 Apakah di
samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka
tidak mengetahui." (QS. an-Naml: 61)
Jika di sana
terdapat ribuan jalan atau cara untuk membaca kalimat- kalimat Allah SWT dan
kitab alam, maka di sana terdapat satu jalan untuk membaca kalamullah yang
abadi, yaitu hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan mata hati dan kecemerlangan
basirah, sehingga Al-Qur'an menjadi bahagian akhlak dari yang membaca sesuai
dengan kemampuannya.
Sebelum
turunnya Al-Qur'an, dunia diliputi dengan kekurangan, baik secara materi,
rohani, undang-undang mahupun dari dimensi kehidupan yang biasa melekat pada
manusia saat itu. Dan sebelum diutusnya Rasul saw yang beliau adalah manusia
yang sempurna dan paling utama, alam belum mencapai puncak dari penyerahan diri
kepada Allah SWT atau puncak dari keutamaan akhlak. Ketika Rasulullah saw
diutus, maka manusia mengalami kesempurnaan dan mampu mencapai tingkat
kesempurnaannya. Dengan Kitab yang mulia ini dan Nabi yang pengasih, Allah SWT
yang menyempurnakan agama bagi manusia dan menyempurnakan nikmat-Nya atas
mereka, sebagaimana firman-Nya:
"Pada
hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. "
(QS. al-Maidah: 3)
Namun semua
itu tidak terwujud begitu saja, Nabi yang mulia harus berjuang secara serius
dan sungguh-sungguh, sehingga beliau menjadi manusia yang paling layak untuk
mendapatkan pujian penduduk bumi dan penduduk langit. Dan Rasulullah saw telah
melakukan semua itu. Kita tidak mengenal seorang nabi yang perasaannya dihina
dan dicaci maki lebih dari apa diterima oleh Muhammad bin Abdillah; kita tidak
mengenal seorang nabi yang memikul berbagai penderitaan, dan memiliki kesabaran
yang mengagumkan di jalan Allah SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi
kita.
Kemudian,
seorang yang diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam semesta tidak akan
mengajak manusia menuju kebenaran kecuali jika manusia tersebut dari kalangan
orang-orang yang kafir dan membangkang. Beliau berdakwah bagi orang yang berhak
mendapatkan dakwah; beliau siap memikul tanggung jawab dakwah dengan berbagai
tantangan dan cubaannya; beliau menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah
itu, beliau datang kepada Allah SWT dengan hati yang puas dan air mata yang
bercucuran dan dengan suara berbisik berkata: "Ya Allah, jika tidak ada
kemurkaan pada diri-Mu, maka aku tidak akan peduli dengan manusia." Segala
sesuatu akan menjadi mudah jika di sana terdapat ridha Allah SWT.
Setelah
turunnya wahyu kepada Rasul saw, beliau memulai tahapan dakwah dan mengajak
manusia untuk menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah secara rahsia yang
berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian.
Mula-mula
Ummul Mu'minin, Khadijah binti Khuwailid beriman kepadanya, lalu beriman juga
sahabatnya, Abu Bakar sebagaimana beriman kepadanya anak pamannya, Ali bin Abi
Thalib yang saat itu masih kecil dan hidup di bawah asuhan Muhammad, dan juga
beriman kepadanya Zaid bin Tsabit, seorang pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga
ikut berdakwah, sehingga ia memasukkan dalam dakwah teman- temannya, seperti
Usman bin Affan, Thalha bin Ubaidilah, dan Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman
seorang Masehi, yaitu Waraqah bin Nofel dan Rasulullah saw melihatnya setelah
kematiannya tanda kesenangan yang itu menunjukkan ketinggian darjatnya di sisi
Allah SWT. Setelah itu, Abu Dzar al-Ghifari juga masuk Islam, lalu disusul oleh
Zubair bin Awam dan Umar bin 'Anbasah serta Sa'id bin 'Ash. Jadi, Islam mulai
mengepakkan sayapnya secara rahsia di Mekah.
Kemudian
berita tersebarnya akidah yang baru ini sampai kepada pembesar-pembesar
Quraisy, tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali mereka membayangkan
bahawa Muhammad telah menjadi - kerana uzlah yang dilakukannya di gua Hira -
salah seorang juru bicara tentang ketuhanan sebagaimana pernah dilakukan oleh
Umayah bin Shalt dan Qas bin Sa'adah.
Demikianlah
dakwah secara rahsia berhasil mengembangkan misinya dan dapat melindungi akidah
yang baru. Dan selama perjalanan tiga tahun yang dibutuhkan tahapan dakwah
secara rahsia keimanan telah tertanam dalam hati kaum Muslim yang pertama.
Rasulullah saw telah mendidik mereka dan telah menanamkan kepada diri mereka
sifat-sifat kemuliaan dan telah menciptakan mereka sebagai benih pertama dari
pasukan Islam. Pada suatu hari Jibril turun dengan membawa firman Allah SWT:
"Dan
berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (QS.
asy-Syu'ara': 214)
Demikianlah,
datanglah perintah Ilahi agar Rasulullah saw berdakwah secara terang-terangan.
Lalu berkumpullah di sekeliling Nabi sekelompok tentera yang besar dan
datanglah perintah Ilahi agar beliau menyampaikan dakwah secara terang-terangan
dan mengingatkan keluarga dekatnya. Ketika Nabi melakukan hal tersebut, maka
dakwah memasuki tahapan yang kedua. Dan tahapan dakwah yang baru ini berakibat
pada timbulnya penekanan terhadap para dai di mana mereka mengalami penindasan,
bahkan mereka didustakan oleh masyarakat serta diboikot.
Orang-orang
Quraisy mengetahui bahawa Muhammad berbahaya bagi mereka. Beliau bukan hanya
berbicara tentang ketuhanan, tetapi beliau mengajak manusia untuk mengikuti
agama baru, yaitu agama yang mencuba untuk menyingkirkan berhala-berhala dan
patung-patung mereka serta tuhan-tuhan mereka yang mereka yakini; agama yang
mencuba menyingkirkan kedudukan sosial mereka dan kepentingan- kepentingan
ekonomi mereka; agama yang menyatakan bahawa tiada tuhan lain selain Allah SWT,
dan tiada hukum lain selain hukum-Nya, serta tiada penguasa lain selain Dia.
Kedatangan agama tersebut menyebabkan penduduk kota Mekah membencinya dan
orang-orang yang memegang kekuasaan di dalamnya merasa gelisah.
Setelah
pengumuman dakwah secara terang-terangan, dimulailah dan ditabuhlah gendang
peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat terjadi antara para pembesar
Quraisy dan para pengikut Rasulullah saw. Orang yang pertama kali menyerang
Islam adalah seorang tokoh Mekah yang bernama Abu Lahab.
Bukhari meriwayatkan
bahawa Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan beliau mulai memanggil-manggil
tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan ketika semua berkumpul, beliau
bertanya kepada mereka: "Apakah kalian percaya jika aku memberitahu kalian
bahawa seekor kuda akan datang menyerang kalian?" Mereka menjawab:
"Tentu, kami belum pernah melihatmu berbohong." Beliau berkata:
"Aku seorang yang diutus sebagai pemberi peringatan terhadap kalian. Di
hadapanku terdapat seksaan yang berat jika kalian menentang." Abu Lahab
berkata: "Sungguh celaka engkau, apakah kerana ini engkau mengumpulkan
kami."
Dengan
penghinaan inilah, peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum Muslim tidak
mampu mempertahankan diri mereka, maka mula- mula Allah SWT membantu mereka dan
menolong mereka dengan menurunkan surah yang pendek yang mengecam tindakan Abu
Lahab:
"Binasalah
kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah bermanfaat
kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke
dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar.
Yang di lehernya ada tali dari sabut. " (QS. Allahab: 1-5)
Dengan
ayat-ayat yang pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki kancah sejarah
dari pintunya yang paling pendek. Gambaran tentang kejahatan Abu Lahab tertulis
selama-lamanya. Abu Lahab adalah seorang yang menentang dakwah kebenaran kerana
ia mengkhuatirkan kedudukannya dan kekayaannya, padahal harta yang
dipertahankannya dan dijaganya tidak memiliki erti sama sekali di sisi Allah
SWT kerana ia sekarang berada dan dimasukkan di tengah-tengah neraka yang
menyala- nyala, sedangkan isterinya membawa kayu bakar, sehingga menambah nyala
api itu sendiri. Dan di lehernya terdapat suatu belenggu sebagai simbol
keterikatannya dengan dunia binatang yang tidak berakal. Sebahagian besar
orang-orang yang menentang dakwah adalah orang- orang yang berhubungan dengan
dunia binatang yang tidak sadar.
Allah SWT
berfirman:
"Atau
apakah kamu mengira bahawa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami.
Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS. al-Furqan: 44)
Seandainya
hari ini kita merenungkan reaksi orang-orang kafir dan orang- orang musyrik,
maka kita akan terhairan-hairan.
Allah SWT
berfirman:
"Dan
mereka hairan kerana mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari
kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini adalah seorang ahli sihir
yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu
saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat menghairankan'."
(QS. Shad: 4- 5)
Cobak
perhatikan bagaimana kebodohan kaum itu di mana mereka menganggap bahawa pada
hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka justru merasa hairan ketika terdapat
hanya satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka justru merasa hairan ketika
berhadapan dengan masalah yang fitri dan jelas ini.
Allah SWT
berfirman:
"Dan apabila
mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan
(dengan mengatakan): 'Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai rasul?
Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita,
seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya. " (QS. al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah
betapa nekadnya kaum itu di mana mereka mulai menghina dan mengejek Rasulullah
saw, padahal beliau telah datang di tengah-tengah mereka untuk menyelamatkan
mereka dari api neraka, dan cuba perhatikan bagaimana pandangan mereka terhadap
tuhan-tuhan mereka. Mereka membayangkan bahawa mereka nyaris tersesat jika
mereka tidak bersabar dalam membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan
mengejek kebenaran dan kebodohan menghina ilmu. Mereka justru merasa hairan
terhadap kepandaiannya yang dapat menyelamatkannya dari meninggalkan
tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu dan kayu, bahkan terkadang mereka membuat
tuhan dari adunan roti di mana mereka menyembahnya kemudian memakannya. Mereka
mengatakan bahawa tuhan-tuhan kami menyelamatkan kami dari rasa lapar atau
mereka mengatakan bahawa kami menyembah mereka agar mereka dapat mendekatkan
kami pada Allah sedekat-dekatnya.
Meskipun
demikian, dakwah Nabi terus berlanjutan dan tertanam di muka bumi. Mereka orang-orang
musyrik menuduh Nabi sebagai seorang dukun; mereka menuduhnya juga sebagai
seorang gila, bahkan mereka menuduhnya sebagai seorang penyihir; mereka menuduh
bahawa beliau berbohong atas nama kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum yang
lain; mereka mengatakan ini adalah dongengan orang-orang yang dahulu.
Mereka meminta
kepada beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk tertentu; mereka
memberitahu bahawa mereka tidak akan beriman kepadanya, sehingga terdapat suatu
mata air yang memancar dari bumi atau terwujud di depan mereka suatu taman dari
pohon kurma dan anggur yang memancar di tengah-tengahnya sungai, atau langit
akan runtuh sebagaimana yang beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab
atau beliau datang dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin
kebenaran dakwah yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau
beliau mampu mendaki langit dan mereka masih belum beriman terhadap pendakian
itu meskipun ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali dengan selamat,
kecuali jika ia menghadirkan kitab kepada mereka yang dapat mereka baca dari
langit.
Nabi tidak
peduli dengan usaha mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi tetap memberitahu
mereka dengan penuh kelembutan bahawa apa saja yang mereka minta itu tidak
sesuai dengan Islam. Sebab, Islam hanya menyeru akal dan berusaha menciptakan
kebebasan. Beliau menyampaikan kepada mereka bahawa beliau hanya sekadar
manusia yang diutus oleh Tuhan; beliau datang kepada mereka untuk mengingatkan
mereka akan suatu hari di mana seorang tua tidak akan menyelamatkan anaknya dan
tidak bermanfaat di dalamnya harta dan anak-anak, dan mereka tidak akan selamat
di dalamnya dari seksaan. Orang-orang yang mempunyai kedudukan atau para tokoh
mereka adalah para tiran-tiran di muka bumi di mana semua itu tidak akan
bermanfaat bagi mereka pada hari kiamat. Seksaan yang bakal mereka terima tidak
dapat mereka hindari dan mereka pun tidak dapat meringankannya.
Demikianlah
Islam - sebagaimana agama-agama sebelumnya - mengumpulkan di sekelilingnya
orang-orang yang berakal dan orang- orang yang fakir serta orang-orang yang
menderita di muka bumi. Berimanlah sekelompok orang-orang fakir di mana mereka
menjadi kelompok sosial yang tertindas dan tersingkirkan di Mekah. Mereka
menjadi makanan empuk kelompok-kelompok yang zalim.
Islam bukan
hanya memberikan solusi ekonomi terhadap tragedi kehidupan atau masyarakat,
tetapi Islam memberikan solusi Ilahi terhadap keberadaan manusia secara umum;
Islam meyakini bahawa manusia bukan hanya sekadar perut yang harus dikenyangkan
dan naluri seksual yang harus dipuaskan, manusia bukan hanya di lihat dan
dinilai dari sisi ini, namun Islam justru meletakkan manusia pada tempatnya
yang hakiki, tanpa membesar-besarkan atau mengecilkannya. Dalam pandangan Islam,
manusia terdiri dari bangunan fizik dan rohani, terdiri dari akal dan ambisi
dan terdiri dari celupan dari Allah SWT dalam rohnya.
Islam tidak
mementingkan fizik saja dan meninggalkan rohani, begitu juga sebaliknya.
Terkadang fizik boleh jadi mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan, tetapi
rohani justru mengalami penderitaan yang luar biasa. kerana itu, pemuasan salah
satu dimensi dari dimensi manusia tidak akan membawa manusia kepada
kesempurnaan atau kebahagiaan. Maka, Islam datang untuk membawa suatu solusi
yang dapat menyelamatkan manusia dari dalam dirinya sendiri dan Islam
membebankan tugas ini, yakni tugas perubahan ini kepada Al-Qur'an.
Al-Qur'an
menjadi cermin dalam kehidupan di mana ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasul
saw, lalu beliau mengajarkannya kepada kaum Muslim. Kemudian Al-Qur'an berubah
menjadi orang-orang yang berjalan di pasar-pasar dan mengancam singgasana
kebencian yang menguasai Mekah, sehingga orang-orang musyrik justru
meningkatkan usaha pengejekan dan penghinaan terhadap Rasul saw. Oleh kerana
itu, beliau semakin sedih lalu Allah SWT menghiburnya. Allah SWT memberitahu
beliau bahawa mereka tidak mendustakannya, tetapi mereka justru melalimi diri
mereka sendiri. Mereka mulai menentang Nabi dan ayat- ayat Allah SWT, padahal
Nabi adalah salah satu dari ayat Allah SWT.
Allah SWT
berfirman:
"Sesungguhnya
Kami mengetahui bahawasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu,
(janganlah kamu bersedih hati), kerana mereka sebenarnya bukan mendustakan
kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim itu mengingkari ayat-ayat Allah."
(QS. al- An'am: 33)
Kemudian kaum
musyrik meningkatkan penindasan kepada Rasul saw dan para pengikutnya.
Peperangan dimulai: dari peperangan urat saraf sampai peperangan fizik. Mereka
mulai menyeksa para pengikut Rasul saw, bahkan membunuhnya. Pada saat itu,
musuh-musuh Islam membayangkan bahawa dengan cara menindas kaum Muslim dan
menekan mereka dakwah Islam akan berhenti dan kaum Muslin akan enggan untuk
berdakwah. Mereka menganggap bahawa kaum Muslim justru memilih untuk
menyelamatkan diri mereka. Namun para tokoh- tokoh Quraisy dan para tokoh-tokoh
Mekah dikejutkan ketika melihat penekanan yang mereka lakukan justru semakin
membakar semangat kaum Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum Muslim merasa
yakin bahawa benih yang telah ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka
menjadikan mereka tetap bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT di muka
bumi, yaitu suatu risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan
(kesempurnaan) yang telah hilang darinya dan kemanusiaan yang telah
disia-siakan serta kehormatan yang telah ditumpahkan dan kebebasan yang telah
hilang.
Kaum Muslim
yakin bahawa mereka bukan hanya membangun suatu negeri yang kecil di Mekah, dan
mereka bukan hanya memperbaiki masyarakat yang rosak, yaitu masyarakat jazirah
Arab, tetapi mereka mengetahui bahawa mereka akan membangun suatu manusia yang
baru. Mereka akan menciptakan manusia seutuhnya; mereka akan menghadirkan dunia
dalam bentuk yang baru dan dalam gambar yang baru yang merupakan cermin dari
gambar kebesaran sang Pencipta.
Sebelum
kedatangan Islam, orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan dengan peradaban
yang dahulu dan moden, orang-orang Arab tidak memiliki apa-apa. Mereka tidak
memberikan kontribusi kepada dunia dalam bentuk ilmu, seni, atau peninggalan
apa pun yang dapat dijadikan sebagai kebanggaan. Namun ketika Islam turun
kepada mereka, mereka menjadi cermin kejayaan manusia di mana mereka dapat
memberikan sumbangan nyata pada umat manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak
berhutang kepada mereka dalam kemajuan yang mereka capai saat ini. Sebaliknya,
ketika mereka berpaling dari Islam di mana Islam hanya menjadi lembaran
cerita-cerita dan kertas-kertas yang tidak berguna, maka saat itulah
orang-orang Barat dapat menguasai kaum Muslim kerana mereka justru mendapatkan
ilmu dari Kaum Muslim itu sendiri. Mereka justru mencapai kemajuan ketika kaum
Muslim meninggalkan agama mereka. Jadi, ketika kaum Muslim memahami Islam
secara benar dan berusaha untuk menghidupkan ajaran-ajarannya nescaya mereka
akan mencapai puncak keilmuan.
Pada awal-awal
masa tersebarnya Islam, kaum Muslim menyedari bahawa mereka menghadapi
peperangan yang tidak akan berhenti. Selama kehidupan ada, maka pertentangan
pun tetap ada. Oleh kerana itu, ketika mereka mendapatkan penganiayaan dan
seksaan, maka keimanan mereka justru semakin meningkat, dan setiap penganiayaan
yang dilakukan oleh kaum Quraisy, maka mereka tetap bertahan untuk
mempertahankan kebenaran. Sebagai contoh, Amar bin Yasir mengalami penderitaan
dan penganiayaan. Ia adalah salah seorang budak yang menjadi korban dari sistem
ekonomi yang berlaku saat itu, yaitu ekonomi yang berdasarkan kepada sistem
perbudakan. Seorang yang beriman tersebut diseksa di Mekah di mana ia tidak
memperoleh kebebasannya yang hakiki kecuali setelah ia memeluk Islam. Mereka
mengeluarkannya ke gurun dan menyeksanya berserta ibunya. Bahkan seksaan
semakin meningkat atas ibunya agar ia kembali menjadi musyrik. Ketika ia tetap
mempertahankan keimanannya dan dengan tegas menolak ajakan untuk menentang
Islam, maka Abu Jahal menikamnya dengan belati yang ada di dua tangannya. Ia
pun meninggal. Dan Islam mengorbankan syahidnya yang pertama. Wanita mulia itu
bernama Sumayah, ibu dari Amar bin Yasir.
Banyak
kalangan orang-orang bodoh mengatakan tentang persetujuan Islam terhadap sistem
perbudakan, atau Islam mendiamkan sistem perbudakan. Mereka lupa bahawa Islam
dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin membebaskan perbudakan dengan
segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan manusia dari kepemilikan sesama
manusia menuju kepemilikan kepada Allah SWT.
Jika Islam
tidak turun dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan sistem perbudakan,
maka dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip utamanya menghentikan -
baik dalam tindakan mahupun ucapan - sumber-sumber sistem ini. Allah SWT
sebagai pemilik syariat mengetahui bahawa sistem perbudakan adalah sistem
ekonomi yang sementara yang akan berubah dengan perubahan waktu, dan kerana
Islam tidak turun pada waktu yang terdapat perbudakan saja, tetapi ia turun
secara umum dan menyeluruh untuk setiap zaman, maka Islam sengaja melewati
bentuk-bentuk yang sementara ini dari bentuk-bentuk eksploitasi menuju unsur
yang pertama atau dasar pertama yang menimbulkan bentuk-bentuk eksploitasi
tersebut, sehingga Islam mengharamkannya. Dengan cara demikian, Islam
mengharamkan sistem perbudakan secara bertahap, seperti proses pengharaman khamer.
Jadi, keseriusan Islam sangat menonjol dalam usaha menghapus dan mengharamkan
perbudakan.
Jika dikatakan
kepada kita bahawa Islam membolehkan para tenteranya untuk memperbudak para
tawanan perang, maka kita akan mengatakan bahawa Islam menerapkan sistem ini
sebagai bentuk pembalasan terhadap perlakuan yang sama di mana musuh-musuh
Islam menjadikan kaum Muslim sebagai budak-budak mereka ketika mereka
menawannya. Oleh kerana itu, secara alami orang-orang Islam pun menawan mereka
sebagai budak-budak. Jika Islam tidak melakukan yang demikian, maka boleh jadi
Islam akan dimain-mainkan dan ada kesempatan besar bagi orang-orang musyrik
untuk memperdaya Islam.
Demikianlah
bahawa dakwah Islam mengalami berbagai macam hambatan dan penindasan. Dan
ketika orang-orang yang terseksa mengadu kepada Rasulullah saw atas penindasan
yang mereka terima, maka Rasulullah saw memberitahu mereka dengan pembicaraan
yang jelas bahawa para dai di jalan Allah SWT harus mengorbankan kesenangan
mereka, kedamaian mereka, dan darah mereka sebagai harga yang pantas untuk
tersebarnya dakwah Islam. Kebebasan bukan diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah
kehidupan menceritakan kepada kita bahawa ia dipenuhi dengan gumpalan darah
yang harus dibayar oleh masyarakat untuk memerangi musuh-musuhnya dari luar dan
dari dalam. Jika ini dialami setiap orang yang menuntut kebebasan pada zaman
dan tempat tertentu, maka bagaimana dengan orang-orang yang menuntut kebebasan
manusia secara keseluruhan.
Seorang Muslim
hendaklah sadar bahawa dengan mengumumkan dakwahnya, maka ia pasti akan
menerima pengusiran, penindasan, penjara, pengepungan dan pembunuhan. Ini
adalah harga yang pantas yang harus dibayar ketika berdakwah di jalan Allah
SWT; inilah harga kebebasan. Bahkan terkadang kaum yang batil pun membayamya
dengan senang hati, maka bagaimana mungkin orang-orang yang bersama kebenaran
ragu untuk melakukannya.
Pada
hakikatnya, manusia cinta kepada keabadian. Secara naluri manusia merasa takut
pada azab dan kematian. Dan barangkali yang membezakan orang-orang Islam yang
hakiki dengan yang lainnya adalah bahawa mereka terbebas dari rasa ketakutan
dan cinta keabadian. Ini adalah tolok ukur yang pasti untuk membezakan antara
seorang Muslim yang hakiki dan seorang Muslim yang hanya namanya atau Muslim
warisan atau hanya klaim semata.
Seorang Muslim
yang hakiki menyedari bahawa ajal di tangan Allah SWT, rezeki ada juga di
tangan-Nya, begitu juga keamanan semua ada di tangan-Nya. Dengan keimanan
seperti ini, ia memulai pergelutannya untuk menyebarkan dakwah. Ia siap untuk
menerima penyeksaan dan penderitaan di jalan Allah SWT; ia pun siap menitiskan
darahnya sebagai harga yang pantas yang diserukannya dalam rangka memperoleh
kebebasan. Ini semua dilakukannya dengan begitu sederhana dan tidak ada rasa
takut kerana Islam membebaskannya dari rasa ketakutan. Dahulu para pembangkang
menggergaji orang-orang yang menyeru di jalan Allah SWT dengan menggergaji saat
mereka dalam keadaan hidup- hidup.
Khabab bin
Irit pergi menemui Rasulullah saw dan meminta tolong kepada beliau dari
penyeksaan orang-orang Quraisy, sambil berkata: "Tidakkah engkau menolong
kami, wahai Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa kepada kami, ya
Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab: "Sungguh sebelum kalian
terdapat orang-orang yang berdakwah di jalan Allah SWT lalu mereka dimasukkan
dalam suatu galian tanah lalu mereka digergaji di mana tubuh mereka di pisah
menjadi dua, namun mereka tetap mempertahankan agamanya. Demi Allah, sungguh
Allah SWT akan menolong masalah ini tetapi kalian terlalu tergesa-gesa."
Dengan
kalimat-kalimat yang penuh kesabaran dan keberanian ini, Rasulullah saw ingin
memahamkan kepada orang tersebut bahawa termasuk dari kesempurnaan iman adalah
membayar harga kebebasan. Jelas sekali bahawa Islam tidak memberikan keuntungan
bagi orang yang memeluknya. Orang-orang Islam yang pertama tidak bertanya dan
mengatakan: "Apa yang kita peroleh dari agama ini?" Sebaliknya,
mereka bertanya: "Apa yang kita bayar untuk Islam?" Jawapannya
adalah: "Segala sesuatu dimulai dari suapan-suapan roti sampai darah yang
tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang pertama telah membayar ongkos
kebebasan. Mereka merasakan kedamaian yang luar biasa untuk mempertahankan
agama Allah SWT; mereka mendapatkan kepercayaan yang tinggi tentang kemenangan
kebenaran yang datang kepada mereka; mereka justru memberitahu orang-orang
musyrik bahawa mereka akan dapat mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar. Dengan
dakwah yang mereka lakukan, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin di muka bumi.
Kaum musyrik justru memanfaatkan kepercayaan ini untuk mengejek mereka dan
mentertawakan mereka.
Ketika Aswad
Ibnu Matlab dan orang-orang yang bersamanya melihat sahabat-sahabat Nabi, maka
mereka mengejek dan mengatakan: "Telah datang kepada kalian
pemimpin-pemimpin bumi yang esok akan mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar,
kemudian mereka bersiul dan bertepuk tangan." Namun kaum mukmin tidak
peduli dengan ejekan tersebut. Demikianlah bahawa ejekan demi ejekan terus
menyertai dakwah kaum Muslim. Kemudian kaum Quraisy mengadakan pertemuan yang bersejarah
untuk menyatukan pandangan dalam rangka menyerang Rasulullah saw. Kaum musyrik
menuduhnya bahawa beliau adalah seorang ahli sihir, dan pada kali yang lain
mereka menuduhnya bahawa beliau adalah dukun, dan pada kali yang lain lagi
mereka menuduhnya bahawa beliau adalah penyair, bahkan pada kali yang lain
mereka menuduhnya bahawa beliau adalah seorang yang gila. Kemudian mereka semua
sepakat untuk menuduh bahawa beliau adalah seorang penyihir.
Walid bin
Mughirah yang terkenal sebagai orang yang terpandang di kalangan mereka menuduh
Rasulullah saw sebagai penyihir yang dapat memisahkan antara sesama saudara dan
antara seseorang dengan isterinya. Kemudian mereka membikin kelompok-kelompok
yang mengingatkan para pendatang di Mekah bahawa Muhammad adalah seorang
penyihir. Meskipun demikian, dakwah Islam tetap berlangsung. Ia tetap tersebar
dengan pelan namun pasti dan kalimat-kalimat yang diutarakan Nabi justru
mengingatkan perjanjian yang pernah dilakukan oleh manusia, yaitu perjanjian
saat Allah SWT menyaksikannya ketika mereka masih di alam atom di
punggung Adam:
"Bukankah
aku Tuhan kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. al- A'raf: 172)
Bertambahlah
jumlah kaum Muslim hingga kaum Quraisy merasakan ketakutan. Mereka mulai
melihat bahawa penggunaan cara-cara kekerasan tidak selalu berhasil. Kemudian
mereka memilih untuk menggunakan cara baru, yaitu bagaimana seandainya mereka
menggunakan perdamaian dan perundingan. Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin
Rabi'ah, seorang lelaki yang terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaan
sebagai juru runding.
'Utbah berkata
kepada Rasul saw: "Wahai anak saudaraku, kami mengetahui kedudukanmu di
sisi kami dari sisi nasab. Engkau datang kepada kaummu dengan suatu hal yang
besar di mana engkau memisahkan kelompok-kelompok mereka. Maka dengarkanlah aku
kerana aku ingin berbicara tentang beberapa hal. Barangkali engkau akan
menerima sebahagiannya." Rasul saw berkata: "Silakan berbicara wahai
'Utbah." 'Utbah berkata: "Jika engkau menginginkan harta nescaya kami
akan mengumpulkan harta bagimu, sehingga engkau akan menjadi orang yang paling
kaya di antara kami, dan jika engkau menginginkan kehormatan, maka kami akan
memberi kehormatan itu bagimu dan jika engkau menginginkan kekuasaan, maka kami
akan menyerahkan kekuasaan padamu dan jika engkau terkena penyakit yang engkau
tidak mampu menolaknya dari dirimu, maka kami akan mencarikan tabib bagimu dan
kami akan mengeluarkan harta kami sehingga engkau sembuh."
Demikianlah
'Utbah mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia menunggu reaksi Nabi. Lalu
Rasulullah saw berkata:
"Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim. Diturunkan dari
Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan
ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. Yang
membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka
berpaling (darinya);, maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata:
'Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami
kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada
dinding, maka bekerjalah kamu; Sesungguhnya kami bekerja (pula).' Katakanlah:
'bahawasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku
bahawasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan
yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya) (yaitu) orang-orang yang
tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh mereka
mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.' Katakanlah:'
Sesungguhnya
patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan
sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan
dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kukuh di atasnya. Dia
memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan- makanan (penghuni)nya
dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawapan) bagi orang-orang yang
bertanya. Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu
keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya
menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.' Maha Dia menjadikannya tujuh langit
dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami
hiasi langit yang dekat dengan bintang- bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik- baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa
lagi Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah
memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum
Tsamud." (QS. Fushilat: 1-13)
Rasulullah saw
telah menjawab tawaran 'Utbah di mana beliau memilih untuk menghadapi tawaran
dan iming-iming tersebut dengan membaca sebahagian dari surah Fhusilat yang
merupakan salah satu surah Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah SWT melalui
malaikat Jibril. 'Utbah bangkit dari tempatnya ketika Rasulullah saw sampai
pada firman-Nya:
"Jika
mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir,
seperti petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud. " (QS. Fushilat:
13)
'Utbah berdiri
dalam keadaan takut dan segera menuju kaum Quraisy. Bayang-bayang azab dunia
terngiang di telinganya. Dan ketika ia sampai ke orang Quraisy, ia mengusulkan
agar orang-orang Quraisy membiarkan apa saja yang dilakukan Muhammad. Gagallah
perundingan dengan seorang Muslim yang pertama, yaitu Rasulullah saw. Gagalnya
perundingan tersebut sebagai bentuk pemberitahuan tentang kembalinya tindak
kekerasan dan penyeksaan terhadap sahabat-sahabat Rasul saw. Kemudian kaum
musyrik semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum Muslim. Rasulullah saw sangat
menderita melihat hal yang dirasakan para sahabatnya. Ketika kaum Muslim
membayar harga yang paling mahal sebagai konsekuensi dari akidah yang mereka
anut dan mereka dengan sabar memikul penderitaan di jalan Allah SWT, maka
Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk berhijrah. Beliau memberikan izin
untuk berhijrah bagi orang yang ingin hijrah.
Kemudian
Dimulailah gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari turunnya wahyu
setelah dua tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah ke Habasyah enam belas
orang Muslim. Mereka keluar secara rahsia dan mereka menuju ke laut. Mereka
berlayar meskipun orang- orang yang tinggal di gurun sebenarnya tidak ingin
berlayar kerana mereka takut dari laut dan mereka yakin bahawa manusia yang
berlayar di laut akan menjadi ulat di atas kayu-kayu yang berenang.
Selanjutnya,
gelombang hijrah yang kedua pun dimulai. Kali ini diikuti oleh delapan puluh
tiga orang laki-laki dan sembilan belas perempuan. Kemudian orang-orang Quraisy
berusaha untuk mengirim beberapa orang dan tetap berusaha menyeksa dan
menyakiti orang-orang yang berhijrah. Mereka mengutus ke Najasyi, Raja
Habasyah, orang-orang yang dapat mempengaruhinya untuk menentang orang-orang
yang berhijrah. Mereka menuduh kaum Muslim meninggalkan agama nenek moyang
mereka di Mekah dan mereka juga tidak menganut agama Najasyi, yaitu agama
Kristen. Kemudian orang-orang Quraisy tidak lupa mengirim hadiah kepada Najasyi
sebagai bentuk suapan kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang berakal lalu ia
mengutus seseorang kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada mereka tentang
agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin menceritakan kepadanya
tentang Islam.
Najasyi
bertanya tentang Isa lalu mereka menjawab: "Ia adalah hamba Allah SWT dan
rasul-Nya dan roh-Nya serta kalimat-Nya yang diletakkan kepada Maryam, wanita
yang perawan yang suci." Kemudian Najasyi mengambil satu kayu kecil dari
bumi dan mengatakan: "Penjelasan tentang Isa yang kalian katakan tidak lebih
dari kayu kecil ini. Pergilah kalian dan kalian akan aman." Najasyi
mengembalikan hadiah kaum Quraisy dan mengatakan: "Allah tidak mengambil
suap dariku sehingga aku tidak mungkin mengambilnya dari kalian."
Demikianlah
kaum muhajirin tinggal di negeri yang damai, yaitu Habasyah negeri yang
dipimpin oleh seorang laki-laki yang diberi kematangan berfikir di mana ia
cenderung mengimani karakter al-Masih sebagai seorang manusia. Dan salah satu
keajaiban kekuasaan Ilahi adalah bahawa masyarakat Islam yang berhijrah tersebut
tidak mengalami kelemahan dalam akidahnya, namun mereka justru merasakan
kekuatan.
Allah SWT
memperkuat dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam Islam, yaitu
Hamzah, paman Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu mempunyai keperibadian yang
tangguh di Mekah di mana masing-masing dari mereka terkenal di tengah-tengah
kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk memberi Islam dua orang lelaki yang
tangguh di Mekah dan Allah SWT telah meletakkan rahmat yang terpancar dalam
hati mereka. Hamzah masuk Islam kerana dorongan emosi, fanatisme, dan rahmat
terhadap orang-orang yang tidak memberikan pembelaan kepada Muhammad saw.
Salah seorang
perempuan berkata kepada Hamzah: "Seandainya engkau melihat apa yang
diperoleh oleh anak dari saudaramu, Muhammad dari Abil Hakam bin Hisyam (Abu
Jahal). Sungguh Abu Jahal telah mencelanya dan menyakitinya, sedangkan Muhammad
hanya terdiam dan tidak mengatakan apa-apa." Mendengar pengaduan itu,
darah mendidih berkobar dalam urat-urat Hamzah. Dengan kemarahan yang sangat,
Hamzah mencari-cari Abu Jahal lalu ia melihatnya sedang duduk-duduk di
tengah-tengah kaumnya. Hamzah mengangkat tangannya lalu memukulkannya ke kepala
Abu Jahal sambil berteriak: "Apakah engkau akan mengejek Muhammad, padahal
aku berada di atas agamanya."
Demikianlah
permulaan keislaman Hamzah. Hamzah adalah seorang yang mulia di mana
perasaannya berkobar ketika ia melihat anak saudaranya diseksa dan dianiayai
dan dia tidak mendapati seorang pun yang membelanya. Beginilah sebab-sebab
pertama dari keislaman Hamzah, namun sebab yang paling dalam dan yang paling
menentukan adalah rahmat Allah SWT yang telah dianugerahkan kepadanya, meskipun
Hamzah tidak mengetahuinya, yaitu rahmat yang mendorongnya untuk tidak
membiarkan seseorang pun menyakiti lelaki yang berdakwah di jalan Allah SWT
hanya kerana ia seorang yang lemah dan tidak mempunyai penolong. Jadi, Hamzah
adalah penolongnya.
Sedangkan Umar
bin Khatab terkenal dengan ketangguhan sikap dan kekerasan perilaku. Seringkali
kaum Muslim mendapat seksaan darinya ketika ia masih menganut jahiliah. Dan
salah seorang yang mendapatkan seksaan darinya adalah Amir bin Rabi'ah dan
isterinya. Amir berserta isterinya menetapkan untuk berhijrah ke Habasyah. Umar
bin Khatab menemuinya lalu ia mendapati isteri Amir dan tidak menemukan
suaminya. Umar melihat wanita itu sedang bersiap-siap untuk berhijrah lalu Umar
berkata (saat itu sumber rahmat telah memancar pada dirinya): "Apakah
engkau akan pergi wahai Ummu Abdillah?" Dengan nada jengkel, wanita itu
berkata: "Benar, demi Allah kami akan keluar dan menuju tanah Allah SWT.
Engkau telah menyeksa kami dan telah memaksa kami untuk berhijrah. Kami akan
pergi sehingga Allah SWT akan memberikan kelapangan kepada kami." Umar
berkata: "Mudah-mudahan Allah SWT menemanimu."
Wanita itu
melihat tanda-tanda kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar. Dan ketika
suaminya kembali, ia menceritakan kepadanya bahawa ia sangat berharap kepada
keislaman Umar. Lalu suaminya menjawab: "Ia tidak mungkin masuk Islam
sampai keldai Umar masuk Islam." Ia mengatakan demikian kerana ia melihat
betapa bengisnya dan kejamnya Umar. Namun perasaan lembut wanita itu lebih kuat
daripada pandangan fikiran lelaki itu dan keputusannya yang terlalu cepat
kepada Umar.
Belum lama
mereka berhijrah sehingga Umar masuk Islam. Orang-orang muhajirin mengeluarkan
penutup sumur rahmat dalam dirinya. Dan barangkali Umar merasa kebingungan lalu
ia menetapkan untuk membunuh Rasul saw. Dengan menghunuskan pedangnya, ia pergi
menuju Rasul saw. Kemudian ia bertemu dengan orang-orang yang memergokinya
dalam keadaan kebingungan, lalu mereka bertanya kepadanya, hendak ke mana ia
akan pergi? Umar menjawab: "Aku hendak ke Muhammad aku akan membunuhnya
sehingga orang-orang Arab merasa tenteram." Dengan nada mengejek, seseorang
berkata: "Tidakkah engkau memulai dari keluargamu sebelum engkau membunuh
Muhammad." Dengan nada jengkel, Umar berkata: "Apa yang terjadi pada
keluargaku?" Lelaki itu menjawab: "Saudara perempuanmu dan suaminya
telah masuk Islam, sedangkan engkau tidak mengetahuinya." Umar segera
mencari saudara perempuannya dan suaminya di mana saat itu keduanya sedang
membaca Al-Qur'an.
Ketika melihat
Umar, mereka menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya: "Sepertinya aku
mendengar suara bisikan dari luar." Tetapi saudara perempuannya
mengatakan: "Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan Umar pun
tampak marah kepadanya. Wanita itu bangkit untuk membela suaminya lalu Umar
memukulnya sehingga darah segar mengucur darinya. Darah itu justru
membangkitkan sumber rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar mengambil air wuduk
agar mereka mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an. Umar pun membacanya. Belum
lama Umar membacanya sehingga ia pergi menemui Rasul saw.
Tanpa ragu,
Umar memilih untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu menjadi pedang
yang paling kuat yang dengannya ia mempertahankan agama Muhammad saw. Kemudian
ia mengetuk pintu untuk menemui Rasul saw di mana saat itu beliau bersama
sahabatnya. Dari celah-celah pintu, sahabat Nabi melihat Umar bin Khatab sedang
menghunuskan pedang. Kemudian sahabat itu kembali kepada Nabi dengan membawa
berita yang sangat mengejutkan ini. Ia menduga bahawa Umar datang dengan maksud
jahat.
Rasulullah saw
bangkit dan memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan Umar. Rasulullah saw
membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar bin Khatab dan bertanya kepadanya
apa yang diinginkannya. Umar menjawab bahawa ia datang untuk mengucapkan dan
bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.
Orang-orang
Quraisy mulai merasa bahaya akan mereka temui setelah keislaman Umar dan
Hamzah. Para tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang dihormati telah masuk
Islam. Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslim bertawaf di Ka'bah secara rahsia
dan dengan malu-malu, namun ketika Umar masuk Islam ia menampakkan keislamannya
dan ia menantang orang yang mencegahnya untuk bertawaf, bahkan banyak
orang-orang memberikan jalan padanya saat tawaf. Mekah mengetahui bahawa ia
menghadapi suatu dakwah yang akan dapat mengubah jazirah Arab.
Rasa ketakutan
mulai menghantui para pemuka Quraisy dan mereka menetapkan metode baru untuk
menghadapi kaum Muslim. Mereka yang sebelumnya menggunakan metode penghinaan
dan pengejekan kini mulai mencuba untuk memblokade kaum Muslim secara ekonomi
dan kemanusiaan. Kaum musyrik mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk
memboikot kaum Muslim. Mereka mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai
penghormatan kepadanya. Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah meskipun mereka
memenuhinya dengan berbagai macam patung yang mereka sembah dalam rangka
mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal kesepakatan itu menetapkan, hendaklah
penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada kaum Muslim dan hendaklah
mereka tidak menikah dengan kaum Muslim. Dengan ketetapan yang kejam tersebut,
mereka ingin menghancurkan kaum Muslim dan membunuh perekonomian mereka.
Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman kepadanya terpaksa berlindung di
dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka
orang-orang kafir mahupun orang-orang beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu
Jahal di mana ia bersama orang-orang Quraisy menentang kaumnya.
Kemudian
Dimulailah blokade ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak ada makanan dan
minuman yang datang kepada mereka, sehingga penderitaan yang sulit kini dialami
oleh sahabat-sahabat Nabi. Ketika kafilah perdagangan datang ke Mekah dan salah
seorang dari sahabat Nabi menemui mereka di pasar untuk membeli makanan untuk
keluarganya, maka Abu Lahab berdiri dan berkata kepada para penjual, wahai para
pedagang, mahalkanlah dagangan kalian terhadap sahabat- sahabat Muhammad,
sehingga mereka tidak mampu membelinya dan aku menjamin kerugian yang kalian
alami, bahkan aku akan membeli apa saja yang ingin mereka beli dari kalian.
Mendengar hal
tersebut, para pedagang pun menjual barang dagangannya dengan harga yang tidak
wajar, sehingga seorang Muslim kembali ke rumah keluarganya tanpa membawa
sedikit pun makanan. Kemudian pedagang itu pergi ke Abu Lahab dan meminta
kepadanya agar membeli barang yang ingin dibeli orang Muslim. Demikianlah
peperangan tersebut terus terjadi sehingga kaum Muslim merasakan penderitaan
yang sangat luar biasa di mana mereka dalam keadaan kelaparan dan kekurangan
pakaian yang layak. Peperangan ekonomi ini terjadi selama tiga tahun penuh.
Saking menderitanya para sahabat sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah
keluar pada suatu hari untuk memenuhi hajatnya, lalu ia mendengar suara
gemerencing di bawah air kencing. Tiba-tiba ia menemukan sepotong kulit unta
yang kering lalu ia mengambilnya dan membasuhnya. Kemudian ia membakarnya dan
mencucinya dengan air sampai bersih lalu ia menjadikannya makanan selama tiga
hari.
Selama tiga
tahun tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan seakan-akan ia melupakan
bencana yang keras ini. Allah SWT ingin mendidik para pengikut agama-Nya agar
mereka mampu memikul segala penderitaan.
Meskipun kaum Muslim
mendapatkan berbagai ujian selama tiga tahun tersebut, tetapi aktiviti dakwah
Islam tidak pernah padam dan tidak pernah surut. Kaum Muslim bertemu
orang-orang selain mereka pada musim haji lalu mereka berbicara kepada
orang-orang tersebut tentang keberadaan Allah SWT dan mereka meminta kepada
para penghujung itu untuk mencari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan
kaum Muslim dan keberanian mereka telah memikat banyak orang sehingga mereka
masuk Islam. Bahkan orang-orang musyrik mulai bertanya kepada diri mereka dan
mempertanyakan kebenaran apa tindakan mereka. Lalu kecemburuan kepada kebenaran
mulai menyerang hati.
Kemudian
Selesailah peperangan ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum musyrik melihat
itu tidak berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim. Meskipun kaum Muslim
menerima penderitaan dan kerugian namun jumlah mereka tetap bertambah dan
keimanan mereka semakin kuat serta kepercayaan kepada Allah SWT pun semakin
meningkat. Lalu datanglah tahun kesedihan kepada Nabi. Belum lama Rasulullah
saw merasakan dan menghirup udara segar setelah tiga tahun masa blokade dan
beliau ingin memulai kehidupan barunya dan dakwahnya, sehingga beliau
dikejutkan dengan kematian isteri tercintanya Ummul Mukminin Khadijah dan
kematian bapa saudaranya yang tercinta Abu Thalib.
Abu Thalib
adalah seorang yang besar yang memiliki kewibawaan di tengah-tengah kaum
Quraisy, sehingga usaha kaum Quraisy untuk menyakiti Nabi menjadi terbatas
ketika mereka berhadapan dengan "tembok perlindungan" Abu Thalib
kepada kemenakannya. Sedangkan Khadijah merupakan tempat perlindungan dan
kedamaian bagi Nabi. Ia adalah hati yang sangat penyayang yang banyak menghibur
Nabi saat beliau berdakwah. Khadijah adalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik
isteri. Begitu juga, bagi Khadijah Rasulullah saw adalah sebaik-baik teman,
sebaik-baik suami, sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik sahabat.
Rasulullah saw
sangat sedih ketika kehilangan dua orang yang sangat berpengaruh dalam
kehidupannya itu, bahkan para sejarawan menamakan tahun tersebut dengan tahun
kesedihan. Sebaliknya, orang- orang musyrik justru bergembira dengan kesedihan
Rasul saw itu. Mereka menganggap bahawa Rasul saw tidak lagi memiliki seorang
tua yang mampu melindunginya dan tidak lagi memiliki seorang isteri yang dapat
meringankan beban penderitaannya.
Setelah
kematian dua orang tersebut, penindasan dan penganiayaan kaum Quraisy kepada
Nabi semakin meningkat dan orang-orang musyrik memilih waktu yang tepat untuk
menyembelih binatang di Mekah lalu mereka membawa usus-usus atau jeroan dari
unta dan mereka melemparkannya dan meletakkannya di atas punggung Nabi saat
beliau sujud. Kemudian berita memilukan itu sampai kepada puteri tercintanya,
Fatimah az-Zahrah, sehingga ia segera datang dan berusaha membela ayahnya dan
membersihkan kotoran yang ada di pundak ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti
Fatimah az-Zahra yang senantiasa melindungi ayahnya.
Betapa
sedihnya Nabi saw ketika beliau melihat bahawa keadaan beliau sampai pada batas
di mana anak perempuan beliau pun turut membelanya. Namun beliau tetap bersabar
dalam berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu hari beliau berfikir untuk pergi
ke Tha'if di mana di sana dihuni oleh kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata
dalam dirinya: jika di sini aku mendapati hati-hati yang telah membeku dan
telah berhubungan mesra dengan kebatilan lalu mengapa aku tidak pergi ke
Tsaqif. Barangkali Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di
sana masih terdapat hati yang akan terbuka guna menerima kebenaran.
Saat itu kaum
musyrik memperlakukan blokade umum atas dakwah yang dipimpin oleh Rasulullah
saw sehingga tekanan kepada beliau semakin meningkat sampai pada batas di mana
pergerakan dakwah tidak dapat bergerak satu langkah pun. Keadaan demikian ini
sangat menggelisahkan Nabi. Beliau ingin untuk melepaskan belenggu yang
mengikatnya. Lalu beliau memutuskan untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara Mekah
dan Tha'if lebih dari tujuh puluh kilo meter. Nabi menempuh perjalanan itu
dengan jalan kaki, pergi dan pulang.
Kita tidak
mengetahui pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak Rasulullah saw
saat beliau pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada Allah SWT ini. Yang
kita ketahui adalah bahawa beliau pergi ke sana dengan membawa rahmat dunia dan
akhirat. Tetapi mereka justru membalas sikap baik Rasulullah saw itu dengan
tindakan Jahiliah. Mereka bersikap buruk kepada beliau dan mendustakannya.
Rasulullah saw tinggal di sana selama sepuluh hari. Beliau
mundar-mandir
dari satu rumah ke rumah yang lain dan dari pasar ke pasar yang lain dan dari
satu jalan ke jalan yang lain. Tak seorang pun yang mendengar kedatangan beliau
di sana; tak seorang pun yang mahu mendengar dakwah beliau dan tak seorang pun
yang mahu beriman kepada ajakannya. Bahkan masyarakat di situ semakin
menjadi-jadi dalam menyerang Rasulullah saw dan mengejeknya.
Pada hari yang
terakhir yang mana beliau telah menetapkan untuk kembali ke Mekah. Rasulullah
saw berdiri di Tha'if dan mengharap kepada masyarakat di sana agar merahsiakan
kunjungannya kepada mereka sehingga pencelaan yang beliau terima di Mekah
terhadap agama yang dibawanya tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi penduduk
Tha'if menolak permohonan yang terakhir ini. Mereka tidak cukup melakukan hal
itu tetapi mereka melakukan perbuatan terburuk yang dilakukan manusia terhadap
sesama manusia. Mereka menahan keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang
biasa untuk membentuk dua barisan dan memerintahkan mereka untuk melempari
Rasulullah saw dengan batu dan mengejeknya. Nabi keluar dari Tha'if dan beliau
mendapatkan lemparan bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan beliau merasakan
kepedihan saat kakinya terkena lemparan batu itu sehingga darah suci mengucur
dari kaki beliau.
Kemudian
Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun yang dimiliki oleh
dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau duduk di bawah naungan
pohon anggur. Dua orang pemilik kebun itu merasa kasihan melihat keadaan orang
yang terusir dan terluka itu. Mereka membawa kepadanya setangkai anggur dengan
seorang pembantu. Pembantu mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si
pembantu meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu beliau
menghulurkan tangannya kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim
(Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada
Nabi, perkataan ini tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi
berkata:
"Anda
dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang Nasrani dari
Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki soleh Yunus
bin Mata?" "Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung lelaki itu.
Nabi berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi aku pun
seorang Nabi."
Mendengar
jawapan Rasul saw, Adas segera merobohkan tubuhnya di depan kedua kaki Rasul
saw lalu ia menciuminya sambil menangis. Akhirnya, pembantu Nasrani itu masuk
Islam sehingga ia menambah barisan kaum Muslim. Ia adalah seorang yang menjadi
Muslim ketika Rasulullah saw berhijrah ke Tha'if. Inilah harga yang harus
dibayar Rasulullah saw selama dua minggu saat beliau berada di Tha'if, dan
kemudian beliau terkena cubaan dengan mengucurnya darah dari kaki beliau akibat
lemparan batu penghuni Tha'if.
Kemudian
Rasulullah saw kembali ke Mekah beliau kembali dalam keadaan ditolak oleh
penduduk Tha'if dan kini beliau kembali menerima penolakan itu di Mekah.
Meskipun demikian, beliau merasakan kesedihan yang mendalam melihat sikap
kaumnya. Namun ketika kebencian semakin deras mengalir kepada beliau, hati
beliau justru semakin bersemangat dan semakin dipenuhi dengan rahmat kemudian
datanglah kepada Nabi masa di mana tampak di dalamnya Islam asing, dan tampak
di dalamnya Nabi seorang diri, tanpa penolong.
Pada saat
demikian ini ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu langit turut
campur dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada diri Nabi,
yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan dengan dakwah
Islam; ia tidak datang untuk memperkuat dakwah ini atau menetapkannya tetapi ia
datang semata- mata untuk memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan
kepadanya. Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika saja penduduk
bumi tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan memberikan
pujian yang layak kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu dan menolak
keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu.
Untuk melihat
tanda-tanda kebesaran-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj dalam sejarah
para nabi sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada tandingannya dibandingkan
dengan kisah nabi yang lain. Kita mengetahui bahawa di deretan para nabi ada
nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT sebagai para kekasih-Nya dan sebagai
para pendamping-Nya, seperti Nabi Ibrahim. Kita juga melihat bahawa di antara
para nabi ada seseorang yang diajak bicara oleh Allah SWT tanpa perantara,
seperti Nabi Musa. Kita juga melihat di antara para nabi ada yang didukung oleh
Allah SWT dengan Ruhul kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk pertama kalinya
kita berada di hadapan seorang nabi yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT
untuk menuju ke sisi-Nya.
Beliau naik
bersama Jibril dengan jasadnya dan rohaninya sehingga Jibril berdiri di suatu
tempat dan Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat dari tingkat kehormatan di
mana pena terasa keluh untuk mengungkapkannya dan sejarawan tidak dapat menulis
apa yang terjadi saat itu. Kita telah melihat dalam kisah para nabi seorang
nabi yang meminta kepada Tuhannya agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia
menghidupkan orang-orang yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia
belum beriman akan hal itu? Ibrahim menjawab: bahawa ia beriman tetapi ia ingin
menenangkan hatinya.
Kita juga
melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada Allah SWT
memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta: "Ya Tuhanku, nampakkanlah
(diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". (QS.
al-A'raf: 143)
Namun Allah
SWT menjawab kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah SWT atas manusia.
Nabi Musa memahami bahawa makhluk manapun tidak akan mampu menahan beban
penampakan dari Zat sang Pencipta.
Adapun
Muhammad bin Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan meminta kepadanya
untuk diberi mukjizat atau kejadian yang luar biasa; ia tidak meminta kepada
Tuhannya agar dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak berusaha mencari ketenangan
dalam hatinya. Cintanya kepada Allah SWT termasuk bentuk cinta yang sulit untuk
difahami atau diselami kedalamannya oleh para tokoh pencinta dan cintanya
tersebut bukan termasuk bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta
beliau melampaui tingkat permintaan menuju ke tingkat penyerahan dan kepuasan
atau ridha. Segala sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT.
Rasulullah saw
berkata saat beliau dalam keadaan ditolak dan diusir dan terluka akibat
perbuatan kaum Tha'if: "Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak
peduli dengan mereka."
Lihatlah
tingkat cinta yang tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut menyebabkan beliau
merasa rendah diri sehingga beliau berkata, "jika Engkau tidak murka
kepadaku ..." Seakan-akan beliau tidak menginginkan selain ridha Allah SWT
dan yang beliau khuatirkan adalah kemarahan Allah SWT.
Sungguh adab
yang diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab yang paling layak
dan paling tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang
paling sempurna.
Demikianlah
mukjizat Isra' dan Mi'raj. Mukjizat yang tujuannya adalah menghormati
keperibadian Rasulullah saw; mukjizat yang membangkitkan peranan akal dan hati
secara bersama. Para nabi tanpa terkecuali didukung oleh berbagai macam
mukjizat yang terjadi di muka bumi bahkan para nabi yang diangkat ke langit
seperti Nabi Idris dan Nabi Isa, maka pengangkatan mereka sebagai bentuk
menyelamatkan mereka dari usaha pembunuhan atau penyaliban. Mukjizat mereka
saat mereka diangkat ke langit adalah bentuk akhir dari aktiviti mereka di muka
bumi.
Ini adalah
kali pertama ketika kita mendapati suatu mukjizat yang tempat utamanya di
langit; suatu mukjizat yang terwujud bersama seorang Nabi yang diangkat ke
langit dengan jasadnya dan rohaninya saat beliau masih hidup. Di sana Allah SWT
memperlihatkan kepadanya tanda- tanda kekuasaan-Nya. Kemudian beliau kembali ke
bumi di mana beliau akan mendapatkan berbagai macam tantangan dan cubaan yang
biasa diterima oleh penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang
pertama melewati planet bumi dan beliau menembus bulan dan matahari dan
bintang-bintang. Kita menyaksikan di zaman kita manusia pertama atau astronaut
pertama yang mampu menembus ruang angkasa. Ruang angkasa itu baru dapat
ditembusi oleh manusia setelah empat belas abad dari turunnya risalah Muhammad
saw, namun sejak empat belas abad yang lalu Nabi Islam telah dapat menembus
ruang angkasa itu, bahkan beliau mencapai Sidratul Muntaha dan puncak
al-Muntaha.
Beliau sampai
pada batas yang di situlah alam makhluk diakhiri dan beliau menembus alam
ghaib. Bukankah syurga bahagian dari alam ghaib? Beliau sampai di syurga. Allah
SWT menamakannya dengan Jannatul Ma'wah. Beliau sampai pada batas terputusnya
ilmu manusia dan tiada yang mengetahui hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT.
Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu
malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj dikutip oleh dua surah yang berbeza dalam Al-
Qur'an al-Karim. Allah SWT berfirman tentang mukjizat Isra':
"Maha
Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil
Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkali sekelilingnya agar Kami
perlihatkan kepadanya sebahagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS.
al-Isra': 1)
Sedangkan
berkaitan dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT berfirman:
"Dan
sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada
waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat
tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh
sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat
sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (QS.
an-Najm: 13-18)
Pada malam
Isra' dan Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah dan berdoa kepada
Allah SWT. Beliau dalam keadaan pucat wajahnya dan kedua air matanya mengucur;
beliau tidak bertawaf bersama seseorang pun; beliau tawaf sendirian lalu
orang-orang kafir dan orang-orang musyrik memandang beliau dengan pandangan
kebencian saat beliau bertawaf dan berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang khusyuk
itu lalu Allah SWT menurunkan perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu malaikat
Jibril agar menemani hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha
Kemudian membawanya naik ke langit agar dia dapat melihat tanda-tanda kebesaran
Tuhannya.
Di suatu rumah
yang mulia dan sederhana dari rumah-rumah yang ada di Mekah, Nabi saw sedang
tidur dan datanglah waktu pertengahan malam. Jibril turun dan memasuki rumah
sang Rasul saw. Jibril as berdiri di sisi kepala sang Nabi dan ia melihat
kepadanya dengan pandangan cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw
kemudian beliau membuka kedua matanya dan bangkit dari tempat tidurnya.
Jibril berkata
kepada Nabi saw, salam kepadamu wahai Nabi yang mulia. Allah SWT ingin agar
engkau melihat sebahagian tanda-tanda kebesaran- Nya di alam. Kemudian Jibril
berjalan bersama Nabi saw. Mereka keluar dari rumah dan beliau menyaksikan
Buraq yaitu makhluk yang menyerupai burung dan mempunyai sayap seperti burung
garuda; makhluk yang terbuat dari kilat. kerana itu, ia dinamakan dengan Buraq.
Kilat adalah listrik dan listrik adalah cahaya. Cahaya adalah makhluk yang
tercepat yang kita kenal di bumi. Kilauan cahaya pada satu detik
saja mencapai
186 ribu mil. Kita tidak akan terlibat terlalu jauh tentang kenderaan luar
angkasa yang digunakan dalam perjalanan itu; kita tidak akan bertanya bagaimana
Nabi saw menembus alam ruang angkasa tanpa ada latihan sebelumnya dan berapa
lama waktu yang beliau gunakan untuk pulang pergi; kami juga tidak akan
bertanya tentang kecepatan Buraq; kami tidak hairan dengan usaha penembusan
luar angkasa ini; kita tidak akan bertanya tentang semua itu kerana
kita mempunyai
satu jawapan dari semuanya: Allah SWT berkehendak agar hal itu terjadi dan
untuk itu Allah SWT mengatakan kun jadilah, maka jadilah.
Para ulama
berselisih pendapat tentang apakah Isra' dan Mi'raj terjadi dengan roh saja
atau dengan rohani dan jasad sekaligus. Ahli hakikat mengatakan bahawa itu
terjadi dengan roh dan jasad. Tentu perselisihan itu berakibat pada
perselisihan akal dan terjerumus dalam perangkap kaifa (bagaimana) dan bertanya
tentang kekuasaan Allah SWT dan usaha untuk menundukkan masalah ini terhadap
sebab-sebab yang biasa atau hukum-hukum kita yang alami atau logik kemanusiaan.
Allah Maha Suci dan Maha Tinggi dari semua itu. Apakah seseorang akan bertanya,
bagaimana Rasulullah saw naik berserta roh dan fiziknya ke puncak segala puncak
di langit kemudian beliau kembali sebelum tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa
yang terjadi di sini yang melebihi mukjizat berubahnya air mani menjadi manusia
dan berubahnya benih menjadi pohon atau mukjizat air yang menghidupkan tanah,
atau ia mampu memuaskan kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat
dua hati yang belum pernah mengenal?
Sementara itu,
Buraq menundukkan badannya kepada Nabi saw kemudian Nabi saw menungganginya
bersama Jibril dan Buraq pergi bagaikan anak panah dari cahaya di atas gunung
Mekah dan pasir-pasir menuju ke utara. Jibril mengisyaratkan agar menuju arah
gunung Saina' lalu Buraq itu berhenti. Jibril berkata di tempat yang diberkati
ini, Allah SWT berdialog dengan Musa as. Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul
Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat ini yang berjalan lebih cepat dari cahaya
dan jutaan kali lebih cepat darinya dan ia tidak berubah dari cahaya.
Nabi berjalan
bersama Jibril dan memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki masjid dan beliau
mendapati semua nabi sedang menunggunya di sana. Allah SWT membangkitkan gambar
para nabi-Nya dari kematian dan mengumpulkan mereka di Masjid Aqsha. Para malaikat
memberinya suatu bejana yang di dalamnya terdapat susu dan bejana yang lain
yang di dalamnya terdapat khamer. Lalu beliau memilih susu dan meminumnya.
Dikatakan pada beliau, sesungguhnya engkau telah memilih fitrah dan umatmu akan
memilih fitrah.
Para nabi
mengitari Rasul saw dan datanglah waktu solat. Para nabi bertanya di antara
sesama mereka, siapa di antara mereka yang menjadi imam solat, apakah itu Adam,
Nuh, Ibrahim, Musa atau Isa? Jibril berkata kepada Muhammad saw, sesungguhnya
Allah SWT memerintahkanmu untuk solat bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri
dan solat bersama para nabi. Mereka semua adalah orang-orang Muslim dan beliau
adalah orang-orang Muslim yang pertama. Secara logik bahawa beliau layak
menjadi imam dari para nabi sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik
daripada kitab-kitab yang mendahuluinya. Beliau membacakan Al-Qur'an kepada
mereka dan beliau menangis saat membacanya. Kekhusyukan beliau saat membacanya
membuat para nabi pun menangis. Dan ketika para nabi sujud di belakang imam
mereka, pohon-pohon dan bintang-bintang pun turut bersujud.
Selesailah
waktu solat dan para nabi membubarkan diri. Setiap nabi kembali ke langit yang
mereka tinggal di dalamnya. Nabi keluar dari masjid bersama Jibril dan mereka
kembali menunggang Buraq seperti panah dari cahaya. Buraq semakin meninggi dan
ia melewati langit pertama lalu beliau menyaksikan Nabi Adam. Kemudian ada
panggilan dari Allah SWT: "Hendaklah hamba-Ku semakin meninggi dan
menjauh." Kemudian hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah semakin terbang
menjauh ia melampaui langit demi langit. Beliau melampaui tempat materi dan
mulai menjangkau tempat rohani dan melewatinya. Beliau bersiap berdiri di
haribaan Ilahi; beliau semakin tinggi dan jauh di tingkat dan di puncak rohani dalam
kecepatan yang tidak kurang dari kecepatan kilat.
Beliau
melampaui kedudukan Nabi Adam di langit pertama dan melampaui kedudukan Nabi
Yahya dan Nabi Isa di langit kedua. Lalu Tuhan pemilik kemuliaan memanggil,
"hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Kemudian hamba Allah SWT dan
Nabi-Nya yang mulia mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi. Beliau melampaui
langit yang ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ke tujuh. Beliau melampaui
alam materi semuanya dan melampaui alam rohani. Akhirnya, beliau sampai ke
Sidratul Muntaha. Beliau sampai di tempat yang suci yang Allah SWT menamakannya
dengan sebutan Sidratul Muntaha dan di sana Nabi melihat dan menyaksikan
Jannatul Ma'wa. Beliau menyaksikan yang kita tidak mampu mengetahuinya dan
memahaminya bahkan membayangkannya:
"(Muhammad
melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak
(pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17)
Sungguh
terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi dengannya. Dengan kebesaran yang
misteri ini, Allah SWT memberitahu kita bahawa terjadilah hal penting di sana
meskipun hakikat hal tersebut tersembunyi dari kita. Sesuatu yang Allah SWT
sembunyikan dari kita tersebut disaksikan oleh Rasul saw. Itu adalah mukjizat
yang khusus baginya; itu adalah tingkat cinta yang tidak tersingkap tabirnya
kerana ketinggiannya yang tidak mampu ditangkap oleh pengetahuan manusia biasa.
Kemudian Tuhan
pemilik syurga dan neraka memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi
lagi." Hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah menaik ke tempat yang tinggi.
Kali ini beliau melihat Jibril yang berada di belakangnya lalu beliau
mendapatinya dalam keadaan bertasbih kepada Allah SWT. Jibril tidak berada
dalam wujud manusia seperti yang Nabi saksikan ketika berada di dunia. Jibril
as kembali ke dalam wujud malaikatnya. Nabi melihat Jibril dan ia merupakan
tanda
kebesaran
Allah SWT yang Allah SWT janjikan untuk di perlihatkan kepadanya:
Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula)
melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Pemandangan
itu terjadi dengan hati dan mata serta panca indera yang dikenal dan yang tidak
dikenal. Pemandangan itu benar-benar jelas. Di sana bukan mimpi, bukan
khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw melihat semua itu dengan jasadnya dan
rohaninya:
"Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula)
melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Kemudian
Rasulullah saw menuju ke tempat yang tinggi dan lebih tinggi lagi. Beliau
semakin naik ke tingkat yang makin tinggi sampai beliau berdiri di hadapan
Tuhan Pencipta langit dan bumi dan Penebar kasih sayang di dunia dan di
akhirat. Orang Muslim yang paling sempurna itu bersujud di hadapan Tuhan Sang
Pencipta sambil berkata: "Sungguh penghormatan dan keberkatan serta
selawat yang baik tertuju hanya kepada Allah SWT." Allah SWT membalasnya:
"Salam kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah SWT serta berkat-Nya juga
tercurah kepadamu." Para malaikat pun ketika mendengar ucapan itu
bertasbih dan mengatakan: "Salam kepada kita dan kepada hamba-hamba Allah
SWT yang soleh."
Ungkapan-ungkapan
tersebut merupakan permulaan tahiyat (penghormatan) yang diucapkan orang-orang
Muslim saat mereka melaksanakan solat pada setiap hari. Solat telah diwajibkan
atas kaum Muslim pada kesempatan yang besar ini. Hal popular di kalangan
umumnya kaum Muslim adalah, bahawa Allah SWT mewajibkan atas Nabi mula-mula
lima puluh solat sehari. Kemudian Nabi turun dari langit lalu beliau menemui
Nabi Musa. Selanjutnya Nabi Musa bertanya kepadanya tentang jumlah solat yang
diwajibkan Allah SWT kepada umatnya. Nabi menceritakan bahawa Allah SWT telah
menentukan lima puluh kali solat. Nabi Musa berkata sungguh umatmu tidak akan
kuat untuk melakukan solat itu, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mohonlah
kepadanya agar Dia meringankan bagi umatmu. Lalu Nabi kembali kepada Tuhan-Nya
sehingga Allah SWT meringankan solat hingga sepuluh kali. Setelah itu, Nabi
kembali bertemu dengan Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Musa memperingatkannya.
Kemudian Nabi kembali lagi kepada Allah SWT sehingga sampai diturunkan solat
dari lima puluh kali menjadi lima kali sehari. Namun solat yang lima kali itu
pahalanya sama dengan solat yang lima puluh kali.
Menurut hemat
kami, kisah tersebut tidak memiliki sandaran dalam kitab-kitab ulama yang
benar-benar teliti. Kami kira, kisah itu tersebut merupakan rekayasa
orang-orang Yahudi di mana mereka masuk Islam dan mereka memenuhi kitab-kitab
dengan dongeng-dongeng khurafat dan mereka menisbatkannya kepada Rasul.
Prasangka tersebut didukung oleh pemilihan Musa sebagai seorang Nabi yang
mengusulkan kepada Rasul saw agar meminta keringanan atas umatnya sehingga
terkesan Nabi Musa menjadi seseorang yang lebih mengetahui sesuatu yang tidak
diketahui oleh Nabi Muhammad. Kami sendiri cenderung untuk menolak kisah
tersebut dengan keyakinan bahawa pertemuan Nabi dengan Allah SWT menimbulkan
rasa kebesaran dan kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi telah pergi,
maka sangat berat baginya untuk kembali lagi.
Nabi
menyaksikan dan melihat hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh lisan dan tidak
mampu ditulis dengan pena. Beliau berada di suatu keadaan yang tidak dapat
difahami oleh manusia biasa. Al-Qur'an al- Karim sengaja tidak menyebutkan apa
saja yang di lihat oleh Nabi kerana itu merupakan rahsia antara Nabi dan
Tuhannya dan mukjizat yang khusus yang diperuntukkan baginya sebagai bentuk
penghormatan kepadanya. Jadi Al-Qur'an sengaja tidak menyebutkan itu semua
untuk menegaskan bahawa beliau melihat tanda dari tanda-tanda kebesaran
Tuhannya.
Kami tidak
mengetahui apa yang di lihat oleh Nabi. Hal yang dapat kami bayangkan adalah,
bahawa Nabi bersujud dengan khusyuk di hadapan Tuhannya dan beliau menangis
kerana gembira. Kesedihan hatinya telah hilang selamanya. Setelah Nabi melihat
rahsia dan setelah penghormatan yang besar ini, beliau kembali menemani Buraq
dan pergi bersama Jibril untuk kembali ke bumi. Beliau kembali dan mendapati
tempat tidurnya masih dingin. Bagaimana beliau pergi dan kembali sementara
tempat tidurnya belum dingin? Berapa lama waktu yang diperlukannya saat
melakukan perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui. Yang
kita ketahui adalah, bahawa Rasulullah saw kembali ke tempat tidurnya setelah
Isra' dan Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan kegembiraan serta dadanya dipenuhi
dengan ketenangan dan kepuasan serta kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT.
Kemudian
datanglah waktu pagi. Nabi menceritakan perjalanan dan pengalaman tersebut
kepada sahabat-sahabatnya dan orang-orang Musyrik sehingga berimanlah
orang-orang yang beriman padanya dan mendustakan kepadanya orang-orang yang
mendustakannya. Namun beliau tidak peduli dengan semua itu. Nabi terus
melangsungkan perjuangannya dengan penuh kesabaran.
Akhirnya,
datanglah suatu masa di mana Nabi saw mengetahui bahawa dakwah Islam di Mekah
telah mengalami penekanan yang luar biasa sehingga keadaan sangat tidak
mendukung bagi kaum Muslim. Rasulullah saw bergerak dengan dakwahnya. Lalu
Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia berhijrah. Kemudian mulalah Nabi
berhijrah di jalan Allah SWT setelah tiga belas tahun beliau di Mekah. Islam
ingin membangun negaranya dan ingin menghilangkan pengepungan dan serangan kaum
musyrik. Mula-mula terjadilah perubahan sedikit dalam keadaan kaum Muslim.
Rasulullah saw
keluar dalam musim haji untuk menunjukkan dirinya pada kabilah-kabilah Arab
sebagaimana yang beliau lakukan pada setiap musim. Beliau berada di tempat yang
bernama 'Aqabah, lalu beliau bertemu dengan jemaah dari Khazraj. Rasulullah saw
berkata kepada mereka, "siapa kalian?" Mereka menjawab: "Kami
berasal dari kelompok Khazraj." Beliau berkata. "apakah kalian
termasuk pembantu kaum Yahudi?" Mereka menjawab, "benar." Beliau
berkata, "maukah kalian duduk bersama aku kerana aku ingin sedikit
berbicara dengan kalian." Mereka menjawab: "Boleh." Kemudian
mereka duduk bersama Nabi lalu beliau mengajak mereka untuk mengikuti agama
Allah SWT.
Rasulullah saw
sedikit menceritakan Islam kepada mereka dan membacakan Al-Qur'an. Enam orang
mendengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi saw. Setelah beliau selesai dari
pembicaraannya, mereka membenarkannya dan beriman kepadanya. Kemudian mereka
menceritakan kepada Nabi saw bahawa mereka meninggalkan kaumnya kerana kaum
mereka terlibat peperangan dan kebencian. Mudah- mudahan Allah SWT mengumpulkan
mereka dengan kedatangan Nabi saw yang mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw
bahawa mereka akan menceritakan kepada kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi
saw dan akan mengajak mereka untuk memenuhi dakwah Nabi.
Keenam lelaki
itu kembali ke kota Madinah yang berubah namanya menjadi Madinah Munawarah yang
sebelumnya ia bernama Yatsrib di zaman jahiliah. Allah SWT berkehendak untuk
meneranginya dengan Islam. Para lelaki itu kembali ke Madinah dan mereka
membawa Islam di hati mereka sehingga banyak orang yang masuk Islam.
Kemudian
datanglah musim haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang lelaki dari
orang-orang yang beriman yang di antara mereka terdapat enam orang yang
Rasulullah saw telah berdakwah kepada mereka pada musim yang dulu dan Nabi saw
menemui mereka di 'Aqabah. Kemudian Nabi melakukan solat pada mereka agar
mereka mempertahankan keimanan dan membela dakwah kebenaran serta kemanusiaan.
Kaum lelaki
itu kembali ke Madinah disertai salah seorang yang terpercaya dari tokoh Islam
yaitu Mus'ab bin Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah saw di Madinah dan
ia mengajari manusia tentang agama mereka dan membacakan kepada mereka
Al-Qur'an dan menyerukan kebenaran kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di
Madinah. Penduduk Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa saudara- saudara kita
kaum Muslim Mekah ditindas? Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan
menebarkan rahmat tetapi beliau justru mendapatkan angin kebencian? Sampai
kapan kita akan membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekah?
Demikianlah,
pergilah tujuh puluh orang ke Mekah, tujuh puluh orang dari penduduk Madinah
Munawarah. Mereka pergi ke 'Aqabah dalam keadaan sendirian dan
berkelompok-kelompok. Islam telah menghasilkan buah pertamanya dalam hati
mereka sehingga hati mereka dipenuhi cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta
kaum Muslim. Penderitaan yang dialami kaum Muslim mempengaruhi jiwa mereka dan
mencegah mereka dari mendapatkan kenikmatan tidur dan nikmatnya memakan dan
nikmatnya kehidupan. Orang-orang yang baik itu datang dan berniat kepada Rasul
saw untuk membela beliau menolongnya dan melindunginya serta siap untuk mati di
jalannya. Mereka datang setelah hati mereka diliputi oleh Islam dan mereka
memberikan segala sesuatu untuk dakwah yang baru; mereka datang sebagai
pencinta-pencinta kebenaran.
Kitab-kitab
hadis yang suci meriwayatkan apa yang terjadi pada baiat 'Aqabah al-Kubra.
Dalam kitab tersebut dikatakan bahawa Abbas Ibnu Abdul Muthalib datang bersama
Nabi dan saat itu ia masih berada dalam agama kaumnya. Ia ingin menyelesaikan
urusan anak pamannya. Ketika ia duduk dan berbicara, ia mengatakan suatu pernyataan
yang mengisyaratkan bahawa Muhammad saw mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan
kekuatan di negerinya tetapi ia enggan dan memilih untuk bergabung bersama
kalian wahai penduduk Madinah. Jika kalian memenuhi janjinya dan melindunginya,
maka ambillah ia, namun jika kalian khawatir jika suatu saat nanti akan
mengkhianatinya, maka mulai dari sekarang biarkanlah ia di negerinya.
Kata-kata
Abbas tersebut berasal dari fanatisme kesukuan dan ikatan darah keluarga namun
penduduk Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat Abbas itu kerana ia bukan
termasuk dari agama mereka dan ia tidak mengetahui tingkat cinta kepada Rasul
saw yang mereka capai. Abbas bin Abdul Muthalib menunggu jawapan dari penduduk
Madinah. Lalu mereka berkata kepadanya, "Kami telah mendengar apa yang
engkau katakan, maka berbicaralah ya Rasulullah, ambillah untuk dirimu dan
Tuhanmu apa saja yang engkau sukai."
Kita ingin
mengamati jawapan sekelompok orang yang mukmin dari penduduk Madinah ini
sehingga Rasulullah saw berbicara. Jawapan yang dicari oleh Abbas bin Abu
Muthalib tersembunyi dalam pernyataan Nabi. Demikianlah setelah Rasulullah saw
mengucapkan kalimatnya, maka tidak keluar penyataan apa pun. Cukup hanya Nabi
yang berbicara dan mereka hanya menaatinya. Mereka meminta kepada beliau agar
mengambil pada dirinya dan Tuhannya apa saja yang beliau sukai; mereka merasa
tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki keputusan. Nabi berbicara lalu beliau
membaca Al-Qur'an dan mengajak ke jalan Allah SWT. Kemudian beliau berbicara
tentang Islam dan beliau membaiat mereka agar membantu beliau sehingga mereka
pun membaiat kepadanya. Demikianlah terjadinya baiat 'Aqabah al-Kubra.
Orang-orang
yang terpilih oleh Allah SWT itu mengetahui bahawa sebentar lagi mereka akan
diajak untuk mengangkat senjata: mereka diajak untuk mendapatkan kematian di
bawah naungan pedang. Mereka menenangkan Rasulullah saw bahawa beliau akan
mendapati orang-orang yang sudah terlatih dalam peperangan kerana mereka
mewarisi dari datuk-datuk mereka.
Salah seorang
dari tujuh puluh orang itu menyebutkan masalah yang penting. Abul Haitsyam
berkata: "sesungguhnya di antara orang-orang Madinah dan Yahudi terdapat
suatu tali ikatan, maka mereka boleh jadi akan memutuskannya lalu, apakah sikap
yang harus kita ambil jika mereka lakukan hal itu dan memusuhi orang-orang
Yahudi," kemudian Allah SWT menolong Nabi dan memenangkan atas kaumnya,
lalu ia kembali kepada mereka dan meninggalkan mereka di bawah kasih sayang
orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah
bahawa pertanyaan tersebut berkisar pada kecintaan kepada Nabi dan keinginan
agar Nabi tetap bersama mereka selama perjalanan hari dan bulan. Masalah yang
dituntut oleh Abbas bin Abdul Muthalib secara jelas adalah masalah perlindungan
mereka kepada Nabi, di mana hal tersebut tidak lagi diperdebatkan oleh
orang-orang yang terpilih dari penduduk Madinah. Namun masalah yang mereka
inginkan adalah masalah perlindungan Nabi dan keberadaan Nabi bersama mereka di
Madinah.
Nabi tersenyum
dan beliau mengatakan kalimat-kalimat yang justru menekankan bahawa ikatan
akidah lebih kuat daripada ikatan darah. Beliau berkata: "Tetapi darah
adalah darah dan kehancuran adalah kehancuran. Aku dari kalian dan kalian
dariku aku akan memerangi orang-orang yang kalian perangi dan aku akan berdamai
dengan orang- orang yang kalian berdamai dengan mereka."
Akhirnya,
penduduk Madinah pergi dan kembali ke negeri mereka. Kemudian berita tentang
baiat ini sampai ke telinga orang-orang Mekah dan para tokoh musyrik, lalu
mereka justru menambah penekanan kepada Rasulullah saw dan kaum Muslim.
Para preman
Mekah berkumpul di Darul Nadwah. Mereka menetapkan akan mengambil sesuatu
keputusan penting berkaitan dengan Nabi. Salah seorang dari mereka mengusulkan
agar beliau dibelenggu dengan besi lalu dibuang di penjara sehingga beliau mati
kelaparan. Sebahagian lagi mengusulkan agar beliau dibuang dari Mekah dan
diusir. Abu Jahal mengusulkan agar mereka mengambil dari setiap keluarga dari
keluarga- keluarga Quraisy seorang pemuda yang kuat, kemudian setiap dari
mereka diberi pedang yang terhunus dan hendaklah mereka memukulkan pedang itu
ke tubuh Nabi. Jika mereka berhasil membunuhnya nescaya semua kabilah
bertanggungjawab terhadap darah sang Nabi dan Bani Hasyim tidak akan mampu
menuntut dan memerangi orang Arab semuanya dan mereka akan menerima diat
sebagai tebusan dari pembunuhan itu. Demikianlah persekongkolan itu digelar dan
mereka sepakat untuk melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur'an al-Karim menyingkap
persekongkolan yang dilakukan orang-orang kafir itu dalam firman-Nya:
"Dan
(ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan tipu daya terhadapmu untuk
menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka
memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baih Pembalas tipu daya." (QS.
al-Anfal: 30)
Allah SWT
mewahyukan kepada Nabi-Nya agar ia berhijrah. Lalu Nabi mulai menyiapkan
sarana-sarana untuk hijrahnya. Beliau menyembunyikan urusan tersebut bahkan
beliau tidak memberitahu sahabat yang akan menemaninya. Rasulullah saw menyewa
seorang penunjuk jalan yang pengalaman yang mengenal padang gurun seperti
mengenal garis-garis tangannya. Yang menghairankan penunjuk jalan itu adalah
seorang musyrik. Demikianlah Nabi meminta bantuan kepada orang yang ahli tanpa
memperhatikan keyakinannya.
Kemudian
datanglah malam pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw memerintahkan Ali bin
Abi Thalib untuk tidur di tempat tidumya di malam tersebut. Datanglah
pertengahan malam dan Rasulullah saw pun keluar dari rumahnya. Para pemuda
Mekah mengepung rumah. Mereka menghunuskan pedangnya. Nabi menggenggam tanah
lalu beliau melemparkannya ke arah kaum sehingga mereka pun merasa kantuk
sehingga Nabi saw dapat menembus kepungan mereka. Beliau keluar dari Mekah dan
berhijrah. Dengan langkah yang diberkati ini, kaum Muslim menanggali tahun-tahun
mereka.
Tahun dalam
Islam adalah tahun Hijrah, sedangkan kaum Masihi menanggali tahun mereka dengan
kelahiran Isa dan ini disebut dengan tahun Masihi. Adapun tahun-tahun Islam,
maka ia ditanggali pertama kalinya saat Rasulullah saw keluar berhijrah di
jalan Allah SWT. Hijrah Rasul bukan hanya lari dari penindasan tetapi lari dari
kebekuan; hijrah tersebut bukan keluar dari keamanan tetapi keluar dari bahaya.
Islam di Mekah hanya dapat mempertahankan dirinya tetapi ketika ia keluar ke
Madinah ia mempertahankan dirinya ketika menyerang. Dan selama beberapa tahun
masa yang dihabiskan di Mekah, tak seorang dari kaum Muslim yang mengangkat
senjata. Ketika mereka keluar ke Madinah, mereka mulai membawa senjata dan
mulai menyalakan obor peperangan. Islam mulai membawa senjata sebagaimana luka
akan sembuh dengan syarat jika diubati. Nabi saw mengetahui bahawa Islam tidak
akan menghabiskan usianya hanya untuk melawan serangan pada dirinya; Islam
ingin tersebar; Islam ingin mendirikan negaranya yang pertama yaitu suatu
negara yang belum pernah dikenal di muka bumi negara seperti itu. Negara yang
mencapai keadilan, kasih sayang, dan idealisme yang begitu luar biasa di mana
hukum Allah SWT ditegakkan dan kehormatan manusia benar-benar
dijaga.
Inilah
kedalaman hijrah yang mengesankan yaitu pendirian negara Islam setelah
sebelumnya membangun individu masyarakat Muslim. Setelah Rasul saw membangun
masyarakat Muslim dan membangun masjid, maka beliau membangun suatu negara
Islam. Selanjutnya, sayap-sayap dakwah mengepak.
Kami kira
pembaca tidak akan bertanya, apa gunanya pembangunan masjid ditingkatkan
sementara Islam masih mengalami penindasan di muka bumi. Kami kira pembaca
lebih pintar daripada orang yang tidak mengetahui bahawa masjid yang dibangun
Rasulullah saw di Madinah bukan tempat peristirahatan dari keletihan, tetapi
masjid merupakan pusat dari kepemimpinan pergerakan Islam dan kepemimpinan
menuju peperangan Islam.
Manusia mandi
di masjid dengan cahaya Allah SWT setelah itu mereka mandi di kancah peperangan
dengan darah mereka. Pertanyaannya adalah, siapakah di antara mereka yang akan
terbunuh di jalan Allah SWT sebelum saudaranya? Demikianlah perlumbaan dalam
perbaikan terjadi di antara mereka. Dengan cara demikianlah Islam tersebar.
Sementara itu,
Nabi berlindung di suatu gua; di gunung yang bernama Tsur. Beliau masuk ke gua
itu bersama sahabatnya Abu Bakar. Dan orang- orang musyrik pergi menyusul
beliau dengan membawa pedang mereka. Lalu mereka sampai ke gunung itu. Abu
Bakar berkata kepada Rasul saw dengan keadaan gelisah, "seandainya salah
seorang mereka melihat di bawah kakinya nescaya mereka akan melihat kita."
Dengan tenang,
Rasulullah saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata: "Wahai Abu Bakar
apa yang kamu kira dengan dua orang yang ada di tempat yang sepi sementara
Allah SWT menjadi ketiga di antara mereka?" Sebelum Rasulullah saw
mengakhiri kalimatnya, terdapat laba- laba yang selesai dari menenun rumahnya
di atas pintu gua. Kitab-kitab sejarah mengatakan bahawa kaum musyrik mengikuti
jejak sang Nabi sehingga mereka sampai di gunung Tsur lalu di situlah mereka
mengalami kebingungan. Mereka mendaki gunung dan mendaki gua itu. Lalu mereka
melihat di atas pintu gua itu terdapat tenunan laba-laba. Mereka mengatakan,
seandainya seseorang masuk di dalamnya nescaya tidak akan terdapat tenunan
laba-laba di atas pintunya. Beliau tinggal di gua itu selama tiga malam.
Demikianlah
keimanan tenunan laba-laba yang lembut dimenangkan atas ketajaman pedang kaum
musyrik sehingga Nabi bersama sahabatnya pun selamat. Kini, kedua orang itu
menuju Madinah. Dan Madinah pun menyambut mereka. Ketika Rasulullah saw dan
sahabatnya memasuki Madinah, mula-mula masyarakat tidak mengenal siapa di
antara mereka yang menjadi Rasul kerana saking baiknya sikap Rasul terhadap
sahabatnya. Akhirnya, Nabi menerangi kota Madinah. Beliau membangun masjid dan
mendirikan negaranya serta memerangi musuh-musuhnya dan tersebarlah Islam dan
Mekah pun ditaklukkan dan Baitul Haram disucikan.
Beliau
menanamkan dalam akal dan hati suatu cahaya yang tidak akan pernah padam.
Kemudian berlangsunglah sepuluh tahun yang dilewatinya di Madinah di mana
beliau tidak menggunakannya untuk berleha-leha. Demikian juga selama masa tiga
belas tahun yang beliau lalui di Mekah, beliau pun tidak mendapatkan istirahat
yang cukup. Semua kehidupan beliau hanya untuk Allah SWT dan hanya untuk Islam.
Beban berat yang dipikul oleh punggung beliau yang mulia lebih berat dari beban
yang dipikul oleh gunung. Meskipun beliau seorang diri, tetapi beliau mampu
memikul amanat yang pernah Allah SWT tawarkan kepada langit dan bumi serta
gunung namun mereka pun enggan untuk memikulnya. kerana mereka menyedari bahawa
mereka tidak akan mampu memikulnya. Lalu datanglah beliau dan beliau pun mampu
memikul amanat itu dan melaksanakannya secara sempurna. Yaitu amanat untuk
menyampaikan agama
Allah SWT;
amanat untuk menyucikan akal manusia dari polusi khayalisme dan khurafatisme:
amanat yang mewarnai kehidupan dengan hanya sujud kepada Allah SWT.
Kemudian
mengalirlah dalam memori Nabi saw suatu arus dari gambar- gambar hidup:
bagaimana saat beliau memasuki Madinah. Lewatlah di hadapan akal beberapa
memori dan nostalgia: bagaimana wahyu yang turun kepadanya dengan membawa
risalah di gua Hira, kemudian berubahlah pandangan dan bertiuplah angin
kebencian kepadanya, bahkan angin itu membawa pasir-pasir tuduhan-tuduhan yang
dilemparkan ke wajah suci beliau. Beliau berdiri sambil tersenyum dan hatinya
dipenuhi dengan kesedihan di hadapan gelombang gurun dan kesendirian serta
badai kesengsaraan. "Wahai manusia, tiada Tuhan selain Allah SWT.
Demikianlah kalimat yang beliau katakan. Meskipun kalimat itu tampak sederhana
namun ia mampu membangkitkan dunia. Dan bergeraklah patung-patung yang begitu
banyak yang memenuhi kehidupan dan mereka membekali dirinya dengan kegelapan
dan kebencian yang dialamatkan kepada sang Nabi. Para pembesar. para penguasa,
wang, emas, serta kebencian dan kedengkian syaitan yang klasik dan banyaknya
orang-orang munafik, semua ini menjadi musuh nyata sang Nabi pada saat beliau
mengatakan "tiada Tuhan selain Allah SWT." Nabi mengingat kembali
Waraqah bin Nofel ketika menceritakan kepadanya apa yang terjadi dan apa yang
dialami beliau di gua Hira. Tidakkah ia mengatakan kepadanya bahawa kaumnya
akan mengusirnya?
Hari-hari
hijrah sangat panjang dan berat. Matahari sangat dekat dengan kepala dan rasa
panas sangat mencekik tenggorokan dan rasa pusing- pusing pun semakin
meningkat. Setelah hijrah, Nabi memasuki Madinah. Beliau disambut oleh kaum
Anshar dengan sambutan luar biasa. Beliau datang sendirian lalu mereka
menolongnya; beliau datang dalam keadaan takut lalu mereka mengamankannya; beliau
datang dalam keadaan lapar lalu mereka memberinya makanan; beliau datang dalam
keadaan terusir lalu mereka memberikan perlindungan.
Bangunan Islam
mulai ditancapkan di Madinah. Beliau mulai membangun negaranya setelah beliau
membangun sumber daya manusia Islam yang tangguh. Yang pertama kali dibangunnya
adalah sumber daya Islam, setelah itu beliau baru membangun negara. Tidak ada
nilai yang bererti dari satu sistem yang hanya berdasarkan prinsip-prinsip
besar yang tidak lebih dari sekadar tinta di atas kertas. Penerapan
prinsip-prinsip adalah tolok ukur final dari nilai apa pun yang diperlakukan di
dunia. Dan Islam telah berhasil menerapkan pada masa-masa pertamanya suatu
sistem yang belum pernah dikenal dalam kehidupan manusia suatu sistem seperti
itu. Yaitu sistem yang menunjukkan keadilan, persaudaraan, dan kasih sayang
yang mengagumkan. Hal yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw adalah
membangun masjid di mana di situlah unta yang ditungganginya berhenti. Masjid
itu tampak sederhana. Tikarnya terdiri dari pasir-pasir dan batu-batu. Tiangnya
terbuat dari batang-batang kurma. Barangkali ketika turun hujan, maka
tanahnya akan
menjadi lumpur kerana mendapat siraman air hujan. Mungkin ketika angin bertiup
dengan kencang, maka ia akan mencabut sebahagian dari atapnya.
Di bangunan
yang sederhana ini, Rasulullah saw mendidik generasi Islam yang tangguh yang
dapat menghancurkan orang-orang yang lalim dan para penguasa yang bejat dan
mereka mampu mengembalikan kebenaran ke singgahsananya yang terusir dan
terampas. Mereka mampu menyebarkan Islam di muka bumi. Masjid itu tampak kecil
dan sederhana sekali tetapi ia dipenuhi dengan kebesaran; masjid itu tidak
menunjukkan kemewahan sama sekali. Di dalamnya Al-Qur'an dibaca lalu
orang-orang yang mendengarnya menganggap bahawa mereka benar dan mendapatkan
perintah harian untuk menerapkan dan melaksanakan apa- apa yang mereka dengar.
Al-Qur'an dibaca
di masjid bukan seperti nyanyian yang orang-orang duduk akan merasa terpengaruh
dengan keindahan nyanyian dan suara pembaca. Dan masjid di dalam Islam bukanlah
tempat satu-satunya untuk ibadah. Menurut kaum Muslim semua bumi adalah masjid
namun masjid adalah simbol peradaban yang beriman kepada Allah SWT dan hari
akhir, sebagaimana ia menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan.
Semua Nabi
berbicara tentang persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan ribuan kata-kata.
Sedangkan Rasulullah saw telah mewujudkan persaudaraan itu secara praktis,
yakni ketika karakter masyarakat saat itu mencerminkan Al-Qur'an. Nabi mulai
mempersaudarakan kaum muhajirin dan Anshar di mana sahabat Anshar Sa'ad bin
Rabi', seorang kaya dari Madinah dipersaudarakan dengan Abdul Rahman bin 'Auf,
seorang yang berhijrah dari Mekah. Sa'ad berkata kepada Abdul Rahman:
"Sesungguhnya, tanpa bermaksud sombong, aku memang memiliki harta yang
banyak daripada kamu. Aku telah membagi hartaku menjadi dua bahagian dan
sebahagiannya aku peruntukan bagimu. Lalu aku mempunyai dua orang wanita, maka
lihatlah siapa di antara mereka yang mampu memikatmu sehingga aku
menceraikannya lalu engkau dapat menikahinya." Abdul Rahman bin 'Auf
menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT memberkatimu, keluargamu, dan hartamu.
Di manakah pasar yang engkau berdagang di dalamnya?"
Abdul Rahman
bin 'Auf keluar menuju ke pasar untuk bekerja. Ia kembali dan membawa sesuatu
yang dapat dimakannya. Ia menolak dengan lembut sikap baik Sa'ad dan
kedermawanannya. Ia bersandar pada keimanan kepada Allah SWT dan lebih memilih
untuk bekerja dan membanting tulang. Tidak berlalu hari demi hari kecuali ia
tetap bekerja sehingga ia mampu untuk membekali dirinya dan melaksanakan
pernikahan.
Demikianlah
masyarakat Islam terbentuk dan menampakkan identitinya berdasarkan cinta,
kebebasan, musyawarah, dan jihad. Pekerjaan menurut Islam bukan suatu
penderitaan untuk mendapatkan roti atau potongan daging sebagaimana dikatakan
peradaban kita masa kini, tetapi pekerjaan dalam Islam melebihi ruang lingkup
materi ini dan menuju puncak yang lebih tinggi:
"Dan
katakanlah: 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105)
Kesedaran
bahawa apa yang kita kerjakan akan di lihat oleh Allah SWT menjadikan pekerjaan
itu mendapat cita rasa yang lain. Yaitu suatu rasa yang melampaui nikmatnya
memakan roti dan daging. Setelah bekerja, datanglah cinta. Cinta dalam Islam
bukan hanya perasaan yang menetap dalam hati dan tidak diwujudkan oleh suatu
perbuatan; cinta dalam Islam merupakan langkah harian yang akan mengubah bentuk
kehidupan di sekitar manusia menuju yang lebih tinggi dan mulia.
Seorang Muslim
mencintai Tuhannya Pencipta alam semesta dan mencintai Rasulullah saw dan
mencintai kaum Muslim dan orang-orang yang berdamai dengan orang-orang Muslim,
meskipun keyakinan mereka berbeza dengannya. Bahkan seorang Muslim mencintai
makhluk secara keseluruhan: ia mencintai anak-anak, haiwan, bunga, pasir dan
gunung bahkan benda-benda mati pun mendapat cinta dari seorang Muslim. Seorang
Muslim jika dia benar-benar seorang Muslim akan merasakan cinta yang dialami
oleh Nabi Daud terhadap alam dan lingkungan di sekitarnya. Ini adalah perasaan
sufi yang tinggi. Seorang Muslim akan mewarisi cinta yang sebenarnya seperti
yang diwarisi Nabi Isa terhadap lingkungan yang baik yang ada di sekitarnya di
mana ketika Nabi Isa melihat tubuh anjing yang mati, maka Nabi Isa tidak
melihat selain keputihan giginya.
Demikianlah
cinta yang tersebar dalam kehidupan kaum Muslim di mana cinta itu pun tertuju
kepada binatang dan benda-benda mati. Cinta demikian ini tidak akan terwujud
dengan suatu keputusan dan tidak ditetapkan dengan suatu undang-undang, tetapi
cinta itu datang biasanya akibat dari kepuasaan akal dan hati dengan adanya
kepemimpinan besar yang hati cenderung kepadanya dan akal mengambil darinya.
Dan yang dimaksud dengan kepemimpinan besar tersebut adalah keberadaan sang
Nabi. Beliau adalah cermin terbesar dari tingkat cinta yang tertinggi. Beliau
adalah seorang yang paling banyak berbuat demi Islam dan paling banyak sedikit
mengharapkan balasan darinya. Meskipun beliau seorang pemimpin namun beliau
hidup dalam kesederhanaan. Beliau adalah seorang tentera yang paling sederhana.
Tempat tidurnya bersih tetapi kasar, dan rumahnya tidak menampakkan kesibukan
yang di dalamnya memasak berbagai macam hidangan. Beliau justru menyiapkan
hidangan yang sangat sederhana. Makanan utama beliau adalah roti kering yang
dicampur dengan minyak. Keinginan besar beliau adalah tersebarnya dakwah Islam.
Kaum Muslim
menyedari bahawa kesempurnaan Islam tidak akan terwujud kecuali ketika cinta
Allah SWT dan Rasul- Nya lebih didahulukan daripada cinta diri sendiri, cinta
kepada wanita, cinta kepada anak, kepentingan, kekuasaan, kehidupan, dan apa
saja yang tidak ada hubungannya dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Demikianlah
kaum Muslim sangat mencintai pemimpin mereka lebih dari kehidupan peribadi
mereka. Di samping pekerjaan dan cinta tersebut, didirikanlah pemerintahan
Islam yang berdasarkan kaedah-kaedah kebebasan, musyawarah dan
jihad.
Kebebasan
dalam Islam bukan sekadar perhiasan yang dilekatkan kepada tubuh Islam tetapi
ia merupakan tenunan dari sel-sel yang hidup itu. Allah SWT telah membebaskan
kaum Muslim dari penyembahan selain dari-Nya. Dengan demikian, runtuhlah semua
belenggu yang hinggap di atas akal, hati, dan masyarakat. Seorang Muslim
memiliki - dalam Islam - suatu kebebasan yang diberikan kepadanya agar ia
melihat sesuatu dengan akalnya dan mendebat segala sesuatu dengan akalnya. Dan
hendaklah ia merasa puas dengan sesuatu yang dapat menenteramkan hatinya.
Kebebasan dalam Islam bukan kebebasan mutlak yang menjurus kepada anarkisme dan
diskriminasi tetapi kebebasan dalam Islam adalah kebebasan yang
bertanggungjawab.
Dalam ruang
lingkup nas-nas yang pasti yang terdapat dalam Al-Qur'an atau sunah tidak ada
kebebasan di hadapan orang Muslim selain kebebasan untuk berlumba-lumba untuk
menerapkan apa yang mereka fahami. Selain itu, seorang bebas sampai tidak
terbatas, dan pintu ijtihad tetap terbuka sampai tidak ada batasnya, kerana
pintu ijtihad adalah akal dan menutup pintu ijtihad yakni menutup akal dan itu
bererti akan membawa kematian baginya. Islam tidak menerima orang-orang yang
mati akalnya atau mengalami kemunduran; Islam pada hakikatnya memperlakukan
manusia dari sisi akal dan hati.
"Adalah
untukmu, sedang kamu menginginkan bahawa yang tidak mempunyai kekuatan
senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar
dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir." (QS. al-Anfal: 7)
Orang-orang
Islam kerana kekafiran mereka dan kebutuhan mereka serta situasi ekonomi yang
memburuk, mereka ingin bertemu dengan pasukan yang tidak bersenjata; mereka
ingin bertemu dengan kafilah yang kaya, bukan pasukan yang bersenjata; mereka
membutuhkan harta untuk menyebarkan dakwah. Namun Allah SWT menginginkan mereka
dengan keadaan seperti itu agar mereka berhadapan dengan pasukan kafir dan agar
mereka mampu memutus tali kekuatan orang-orang kafir sehingga kebenaran akan
menang.
Keluarlah
orang-orang Muslim dalam peperangan Badar dengan membayangkan bahawa mereka
akan mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan banyak mengambil ganimah.
Namun Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan yang berat, di mana itu
berakibat pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Mekah sebagai korban darinya dan
agar Madinah dapat menahan penderitaan dan kefakiran yang dialaminya.
Seharusnya pengikut Islam tidak membayangkan untuk mengambil keuntungan tetapi
ia justru harus memberi kepadanya.
Nabi
mengetahui sebagai pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahawa
mereka akan menemui kesulitan dan penderitaan, dan bukan masalah sepele seperti
yang mereka bayangkan. Nabi bermusyawarah dengan sahabat-sahabat. Beliau
berbincang-bincang dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin
Amr. Lalu mereka semua sepakat untuk terus melakukan peperangan apa pun
hasilnya dan apa pun pengorbanan yang harus dilakukan.
Kemudian
Rasulullah saw berkata: "Wahai para sahabat, tunjukkanlah diri
kalian." Rasulullah saw mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah saw
khawatir jika mereka memahami bahawa baiat yang terjadi di antara mereka yang
berisi agar mereka melindungi beliau jika beliau diserang di Madinah saja, dan
memang pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka mengatakan
kepada beliau: "Ya Rasulullah, kami tidak akan bertanggungjawab kepadamu
sehingga engkau sampai di negeri kami. Jika engkau sampai di negeri kami, maka
kami akan bertanggungjawab untuk melindungimu."
Majoriti
pasukan terdiri dari orang-orang Anshar, maka Rasulullah saw ingin mengetahui
keputusan majoriti tentera sebelum dimulainya peperangan. Kaum Anshar
mengetahui bahawa Rasul saw ingin mengetahui pendapat kaum Anshar. Oleh kerana
itu, Sa'ad bin 'Auf berkata: "Demi Allah, seakan-akan engkau menginginkan
kami ya Rasulullah." Nabi menjawab, "benar." Kemudian kaum
Anshar menyatakan apa yang mereka rasakan.
Mendengar
pernyataan kaum Anshar itu hilanglah kekhuatiran dan ketakutan Nabi, bahkan
beliau bergembira dan wajahnya berseri-seri. Rasulullah saw telah mendidik
mereka berdasarkan Islam dan Islam tidak mengenal pasal-pasal perjanjian namun
ia justru tenggelam dalam esensinya dan kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar
meyakinkan Nabi bahawa mereka benar-benar beriman kepadanya, mencintainya dan
akan mendengarkan apa saja yang beliau katakan serta akan benar-benar mentaati
beliau.
Sa'ad bin
Mu'ad berkata: "Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan dan
kami akan bersamamu. Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya
engkau membelah lautan lalu engkau menyelam di dalamnya nescaya kami akan
menyelam bersamamu dan tidak ada seseorang pun di antara kami yang akan
meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum Anshar. Kalimat tersebut
menetapkan peperangan paling penting dan paling berbahaya dalam sejarah Islam.
Perasaan kaum
Anshar dan Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat berbeza dengan perasaan
Nabi Musa ketika mereka mengatakan kepadanya, "pergilah engkau wahai Musa
bersama Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk
saja." Namun kaum Muslim menyatakan bahawa seandainya Rasul saw
memerintahkan mereka untuk melalui lautan dengan berjalan kaki di atas ombaknya
nescaya mereka akan melakukan hal itu walaupun berakibat pada tenggelamnya
mereka dan kematian mereka dan tak seorang pun yang akan menentang perintah
Rasul saw tersebut.
Akhirnya, kaum
Muslim bersiap-siap untuk memasuki kancah peperangan lalu mereka membuat
khemah-khemah yang di situ ditentukan tempat peristirahatan dan pergerakan
tentera Islam. Tempat itu ditentukan oleh Rasul saw. Allah SWT membiarkan
Rasul-Nya melakukan kesalahan dalam memilih tempat sehingga itu akan dapat
menjadi pelajaran bagi kaum Muslim dalam kaedah umum dari kaedah-kaedah
peperangan yaitu sikap pemimpin pasukan untuk mengambil suatu kebijakan yang
penting yang berdasarkan pengalaman. Kemudian datanglah Habab bin Mundzir
kepada Rasulullah saw dan bertanya kepadanya, "apakah tempat yang kita
jadikan sebagai pusat pergerakan tentera kita merupakan pilihan dari Allah SWT
dan Rasul-Nya hingga kita tidak dapat mendahuluinya dan mengakhirinya yakni
kita tidak dapat memberikan pendapat kita ataukah itu hanya masalah yang
bersifat teknik yakni itu terserah pada pendapat kita dan sesuai kebijakan saat
perang dan ia merupakan tipu daya semata?"
Rasulullah saw
berkata: "Tetapi itu adalah pendapat peribadi, peperangan, dan tipu
daya." Habab berkata: "Ya Rasulullah ini adalah tempat yang tidak
tepat." Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih tempat di mana pasukan
Madinah dapat minum darinya sedangkan pasukan Mekah tidak dapat mengambil
darinya. Kemudian berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat yang telah
ditentukan oleh pengalaman militer.
Sampailah
pasukan Mekah di mana jumlah mereka mendekati seribu tentera dan mereka akan
berhadapan dengan tiga ratus tujuh belas pasukan Muslim. Pasukan Quraisy berada
di tempat yang jauh dari lembah.
Pasukan kafir
terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan pahlawan-pahlawan
mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari keluarga-keluarga, ipar-ipar dan
keluarga dekat dari pasukan kafir. Allah SWT telah menentukan agar seorang anak
bertemu dengan ayahnya, saudara bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar
bertemu di medan peperangan. Mereka semua dipisahkan dengan suatu prinsip di
mana mereka ditentukan oleh pedang. Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan
kaedah utama adalah kaedah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan
Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah
belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan.
Lalu 'Utbah
bin Rabi'ah berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan mengajak mereka untuk
menarik kembali dari peperangan. 'Utbah memberikan pernyataan sesuai dengan
tuntutan akal sehat, "wahai orang-orang Quraisy demi Allah, jika kalian
harus memerangi Muhammad, maka kalian akan menyesal kerana kita berhadapan
dengan saudara- saudara kita sendiri. Boleh jadi kita akan membunuh anak paman
kita, atau salah seorang dari kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya
saja?"
Kalimat yang
rasional tersebut cukup menggoncangkan pasukan Mekah. Sebahagian tentera merasa
puas dengan pernyataan tersebut kerana mereka melihat bahawa tidak ada gunanya
peperangan itu. Namun kebodohan justru memadamkan kalimat yang rasional itu.
Abu Jahal menuduh bahawa yang mengucapkan kata-kata adalah orang yang penakut.
Kemudian Abu Jahal lebih memilih pendapatnya untuk menetapkan terus memerangi
kaum Muslim.
Pemimpin
pasukan kafir yaitu Abu Jahal mengetahui bahawa Muhammad tidak pernah
berbohong. Kitab-kitab sejarah menceritakan bahawa Akhnas bin Syuraif
menyendiri dalam perang Badar bersama Abu Jahal sebelum terjadinya peperangan
tersebut dan bertanya kepadanya, "wahai Abul Hakam, tidakkah engkau
melihat bahawa Muhammad pernah berbohong? Abul Hakam menjawab: "Bagaimana
mungkin ia berbohong atas Allah, sedangkan kami telah menamainya al-Amin (orang
yang dapat dipercayai)." Peperangan tersebut bukan sebagai usaha untuk
mendustakan Rasul saw tetapi itu hanya semata-mata untuk menjaga kepentingan-kepentingan
sesaat dan keadaan ekonomi. Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai
yang paling rendah yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh binatang,
sementara kaum Muslim justru mempertahankan nilai yang paling tinggi di bumi
dan di langit yang ikut serta di dalamnya para malaikat.
Kemudian
datanglah waktu malam menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentera yang mukmin
sudah bersiap-siap dan mendekati seribu tentera musyrik. Orang-orang musyrik
datang dengan menunggangi tunggangan mereka dan tampak mereka memiliki
persenjataan yang lengkap, sedangkan setiap orang Muslim datang di atas satu
kenderaan. Pakaian yang dipakai orang-orang musyrik tampak masih baru dan
pedang-pedang mereka tampak mengilat serta baju besi yang mereka gunakan sangat
unggul dan kuat. Alhasil, mereka memiliki persiapan yang sangat mengagumkan
sedangkan pakaian yang dipakai orang-orang Muslim tampak sudah usang dan
pedang-pedang kuno pun mereka gunakan dan baju besi yang mereka gunakan tampak
tidak sempurna.
Nabi melihat
keadaan pasukannya lalu hati beliau tampak sedih melihat pasukan tersebut.
Beliau berdoa kepada Tuhannya: "Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah mereka. Ya Allah, sesungguhnya
mereka adalah orang- orang yang tanpa alas kaki, maka tolonglah mereka. Ya
Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak berpakaian, maka
berilah mereka pakaian."
Kemudian rasa
kantuk menghinggapi mata kedua pasukan lalu mereka beristirahat di
tengah-tengah malam. Jatuhlah hujan kecil yang membuat tempat itu basah
sehingga kelembapan mengitari kaum Muslim. Hujan tersebut membasuh tanah
perjalanan dan menghilangkan debu- debu kepayahan serta menyucikan hati dan
membangkitkan kepercayaan atas kemenangan dari Allah SWT.
Allah SWT
berfirman:
"(Ingatlah),
ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteram dari-Nya, dan
Allah menurunkan hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu
dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)." (QS. al-Anfal: 11)
Datanglah
waktu pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai menyerang, lalu Nabi memerintahkan
pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw bersabda: "Jika musuh
mengepung kalian, maka usirlah mereka dengan panah dan janganlah kalian
menyerang mereka sehingga kalian diperintahkan."
Demikianlah
ketetapan militer yang sangat jitu yang bererti hendaklah kaum Muslim
membentengi mereka di tempat-tempat mereka agar orang-orang musyrik mendapatkan
kerugian dari serangan yang mereka lakukan. Kita mengetahui dari ilmu militer
saat ini bahawa seorang yang menyerang memerlukan tiga atau tiga kali lipat
dari jumlah yang biasa dilakukan sehingga serangannya betul-betul efektif; kita
mengetahui bahawa jumlah pasukan musyrik tiga kali lipat dibandingkan dengan
tentera Muslim. Kaum musyrik di lihat dari segi jumlah sangat memadai untuk
memenangkan peperangan, dan persenjataan mereka lebih lengkap dari persenjataan
kaum Muslim. Jumlah haiwan yang mereka miliki pun sama dengan jumlah mereka,
sedangkan tiap tiga orang Muslim berperang di atas satu tunggangan.
Keadaan saat
itu sangat menguntungkan kaum musyrik. Tanda-tanda kemenangan tampak menyertai
bendera kaum musyrik, tetapi kemenangan peperangan bukan kerana kebesaran
jumlah pasukan dan persenjataan yang lengkap. Terkadang peperangan justru
dimenangkan oleh unsur spirituil yang tidak kelihatan. Spirituil tentera dan
keimanannya tentang persoalan yang dipertahankannya serta keinginannya untuk
mendapatkan dua kebaikan: kemenangan atau kematian dan hasratnya yang tinggi
untuk meneguk madu syahadah, semua itu dapat mengubah seorang tentera menjadi
makhluk yang tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan merasakan kematian tetapi
jauh dari kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan Muslim.
Sementara itu
debu-debu berterbangan di atas kepala pasukan yang bertempur dan kaum Muslim
mencurahkan tenaga yang keras dalam peperangan itu. Ketika dua pasukan saling
bertemu dan bertempur, Nabi saw melihat mereka, lalu Nabi saw menyaksikan
pasukannya terjepit. Pasukan yang berjumlah sedikit dengan persenjataan yang
tidak lengkap itu kini ditekan oleh orang kafir. Dalam keadaan demikian, Nabi
saw meminta pertolongan kepada Tuhannya: 'Ya Allah, kirimkanlah bantuan dan
pertolongan-Mu. Ya Allah, wujudkanlah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, jika
kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka
bumi." Renungkanlah, bagaimana kesedihan Nabi saat terjadi peperangan itu.
Oleh kerana itu, kita dapat memahami mengapa Nabi saw meminta agar pasukannya
dimenangkan.
Pemimpin
pasukan tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan Allah SWT dan
saat ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu apa yang difikirkan oleh
Nabi saw pada keadaan yang sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang
sekarang dan menuju pada hal yang akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi
adalah penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini
dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi."
Nabi tidak
terlalu mengkhuatirkan kehancuran kaum Muslim kerana Nabi justru mengkhuatirkan
sesuatu yang lebih besar dari itu. Yang beliau khuatirkan adalah penyembahan
kepada Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh kerana itu, Nabi meminta
tolong kepada Tuhannya dan mengingatkan kembali kepada Tuhannya dan Allah SWT
lebih tahu dari hal itu. Kemudian turunlah bala tentera malaikat yang dipimpin
oleh Jibril.
Allah SWT
berfirman:
"(Ingatlah),
ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu:
'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu
malaikat yang datang berturut-turut.' Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim
bantuan itu), melainkan sebagai khabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram
kerananya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Anfal: 9-10)
Setelah itu
Nabi saw menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan berita
gembira wahai Abu Bakar, sesungguhnya telah datang kepadamu bantuan dari Allah
SWT."
Turunnya para
malaikat merupakan cara untuk meneguhkan kaum Muslim dan berita gembira kepada
mereka. Mukjizat itu bukan terletak pada penyertaan para malaikat dalam
peperangan, namun melalui nas-nas ditegaskan bahawa peranan malaikat tidak
lebih dari sekadar membawa berita gembira dan memberikan dukungan moril serta
memenuhi hati dengan ketenangan. Kami kira bahawa Allah SWT ingin agar para malaikat
menyaksikan manusia-manusia malaikat yang mempertahankan akidah tauhid.
Demikianlah
Allah SWT mewahyukan kepada malaikat bahawa Dia bersama mereka. Oleh kerana
itu, hendaklah orang-orang yang beriman merasa tenang dan kebenaran akan
tertancap pada hati mereka sedangkan orang-orang kafir pasti akan merasakan
ketakutan.
Allah SWT
berfirman:
"(Ingatlah),
ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu,
maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku
jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala
mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian
itu adalah kerana sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barang
siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras
seksaan-Nya. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah
hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab
neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu orang-orang
kafir pun mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu, terbunuhlah tujuh puluh
kafir dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan sebahagian pasukan melarikan
diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan kelaliman di peperangan tersebut.
Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah kini
terkapar.
Rasulullah saw
berdiri di depan bangkai-bangkai orang-orang kafir dan berkata: "Wahai
Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai Umayah bin Khalf, wahai Abu
Jahal bin Hisam, apakah kalian menemukan apa yang dijanjikan oleh tuhan kalian
kepada kalian. Sungguh aku telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku."
Orang-orang Muslim berkata: "Ya Rasulullah, apakah engkau memanggil kaum
yang sudah mati?" Rasulullah berkata: "Kalian tidak mengetahui apa
yang aku katakan kepada mereka, tetapi mereka tidak mampu menjawab
perkataanku." Rasulullah saw tinggal tiga malam di Badar kemudian beliau
kembali ke Madinah. Di depan beliau terdapat tawanan-tawanan perang dan
ganimah.
Kaum Muslim
sangat menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan perang. Mula-mula
Rasulullah saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar
berkata: "Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan dari saudara-saudara dan
keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau mengambil fidyah (tebusan) dari
mereka sehingga apa yang engkau ambil tersebut merupakan kekuatan bagi kita
terhadap orang-orang kafir, dan mudah-mudahan Allah SWT memberi petunjuk kepada
mereka sehingga mereka menjadi tulang punggung kita."
Kemudian Rasulullah
saw menoleh kepada Umar bin Khattab sambil berkata, "bagaimana pendapatmu
wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi Allah, aku tidak
sependapat dengan apa yang dikatakan Abu Bakar tetapi aku berpendapat,
seandainya aku mampu untuk bertemu dengan salah seorang kerabatku, maka aku
akan memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu bertemu dengan keluarganya,
maka ia pun akan memukul lehernya begitu Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui
bahawa tidak ada di hati kita kelembutan kepada kaum musyrik."
Pasukan
Madinah dan pasukan Mekah terdiri dari keluarga-keluarga yang terikat hubungan
kekerabatan, namun kehendak Allah SWT menetapkan terjadinya peperangan sesama
keluarga: antara anak dan orang tuanya. Umar menginginkan agar keadaan demikian
terus berlanjut sehingga orang-orang musyrik mengetahui bahawa Islam tidak
ingin berdamai. Kemudian Selesailah urusan itu dan terjadi peperangan di jalan
Allah SWT dan mengangkat senjata dan berperang adalah suatu kewajipan yang
tiada keraguan di dalamnya. Nabi saw menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati
sebahagian besar mereka cenderung kepada pendapat Abu Bakar. Nabi saw mengikuti
pendapat majoriti saat itu. Pendapat majoriti salah dan hanya Umar yang benar.
Ini adalah
peperangan pertama yang dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum Muslim harus
meninggalkan dorongan kemanusiaan mereka, yakni orang- orang kafir harus
dibunuh agar musuh-musuh Allah SWT mengetahui bahawa Islam telah memilih darah.
Allah SWT telah mendukung Umar bin Khattab dalam Al-Qur'an sehingga Nabi saw
dan Abu Bakar menangis ketika keduanya menyedari kesalahan mereka pada hari
berikutnya, lalu Umar memergoki mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya,
"apa yang menyebabkan Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?"
Kemudian Rasulullah saw membaca Al-Qur'an:
"Tidak
patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya
di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki
(pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau
sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, nescaya kamu
ditimpa seksaan yang besar kerana tebusan yang kamu ambil." (QS. al-Anfal:
67-68)
Kedua ayat itu
mengatakan bahawa ini bukan saatnya melindungi para tawanan dan berusaha untuk
menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak memiliki
tawanan kecuali jika ia telah melakukan banyak peperangan dan banyak berjihad
dan telah banyak membunuh dan dakwahnya telah mapan.
Kedua ayat
tersebut menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu menghendaki
harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat
(untukmu)."
Demikianlah
pemikiran yang mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual yang sulit. Itu adalah
pemikiran yang bersifat taktik sebagaimana yang kita ungkapkan dalam istilah
moden dan bukan pemikiran yang bersifat strategis. Kemudian para tawanan
tersebut bukan tawanan biasa tetapi menurut istilah moden mereka adalah
penjahat-penjahat perang. Oleh kerana itu, nyawa mereka harus ditumpahkan saat
mereka dapat ditangkap, meskipun mereka memiliki kekayaan yang banyak atau
kedudukan yang tinggi. Islam tidak mengakui kekayaan atau kedudukan, yang
diakuinya adalah keimanan, sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya
tidak dihiraukan oleh Islam.
Nas Al-Qur'an
memperingatkan orang-orang yang menang bahawa kesalahan mereka bisa berakibat
pada datangnya seksaan yang bakal mereka terima tetapi Allah SWT mengampuni
mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya tidak ada ketetapan
yang telah terdahulu dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang besar kerana
tebusan yang kamu ambil."
Seksaan
tersebut memang lebih dekat daripada pohon yang dekat ini, kemudian Allah SWT
mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni sahabat-sahabat yang terjun di
perang Badar, baik dosa yang lalu mahupun dosa mereka yang akan datang.
Demikianlah Al-Qur'an ingin mendidik kaum Muslim agar mereka tidak banyak
mempertimbangkan urusan manusiawi saat berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya
yaitu peperangan yang hanya ditujukan kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan
tersebut dihilangkan dari pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga
sahabat-sahabat Nabi mengetahui bahawa kecenderungan kepada kesenangan duniawi
akan berakibat pada kekalahan mereka.
Dalam
peperangan Uhud jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum Muslim tiga
ratus pasukan setelah pemimpin orang-orang munafik Abdullah bin Saba'
mengundurkan diri pasukan. Kaum Muslim diletakkan di gunung dan Rasulullah saw
membuat rencana yang jitu untuk memenangkan pertempuran di mana beliau membagi
pasukan pemanah di puncak gunung untuk melindungi punggung kaum Muslim dan
melindungi mereka dari serangan dari arah belakang. Rasulullah saw memberi
pengertian kepada pasukan panah itu agar mereka tetap di tempatnya baik kaum
Muslim menang mahupun kalah. Yakni bahawa pasukan pemanah tidak boleh turun
dari gunung dan meski berusaha untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw
berkata kepada mereka. "lindungilah punggung-punggung kami. Jika kalian
melihat kami sedang bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan tidak
usah menolong kami, dan jika kalian melihat kami memperoleh kemenangan dan
mengambil ganimah, maka kalian tidak boleh ikut serta bersama kami."
Setelah
membuat keputusan tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang lain, lalu
beliau membikin suatu rencana untuk menyerang. Dan Dimulailah peperangan
kemudian pasukan Islam mendorong pasukan musyrik laksana angin yang kencang
yang memporak-porandakan ribuan kaum musyrik. Pada tahap pertama pasukan Islam
tampak menguasai medan dan berhasil menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah
tampak berputus asa meskipun mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka
memiliki kekuatan persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikejutkan
dengan ketangguhan pasukan Muslim yang dapat memukul mundur mereka hingga
mereka membayangkan bahawa mereka tidak dapat memenangkan peperangan atau dapat
bertahan di hadapan pasukan Muslim.
Debu-debu
peperangan mulai berterbangan yang menyertai tanda-tanda kekalahan pasukan
Mekah. Sementara itu, para pemanah yang diletakkan Rasulullah saw di suatu
tempat yang strategis berfikir untuk memperoleh ganimah. Pasukan Mekah telah
kalah dan mereka telah melarikan diri dari pasukan Muslim, maka bagaimana
seandainya para pemanah turun dari tempat mereka untuk mengumpulkan harta
rampasan dan ganimah. Rasulullah saw telah mengingatkan mereka agar jangan
meninggalkan tempat mereka, apa pun yang terjadi tetapi pasukan pemanah itu
justru berkhianat dan menentang perintah Nabi saw setelah mereka membayangkan
bahawa peperangan telah selesai dan keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah
yang beriman.
Pasukan
pemanah mengira bahawa Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka dan akan
melindungi mereka sehingga mereka berhasil mengambil harta rampasan dan
ganimah. Sungguh keikhlasan telah tercabut dari hati sebahagian pasukan. Belum
lama hal tersebut berlangsung sehingga terjadilah perubahan yang drastik pada
peperangan. Pemimpin pasukan berkuda musyrik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid
bin Walid yang kemudian ia menjadi tokoh Muslim adalah orang yang sangat genius
dalam peperangan. Begitu ia melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka,
maka ia melihat celah yang terbuka di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia
segera memutarkan kudanya dan disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia
menyerang kaum Muslim dari belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat
cepat dan sangat mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka
yang tadinya lari, kini mereka menarik diri dan justru menyerang kembali.
Pasukan Muslim
dikepung dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari belakang dan yang lain
dari depan. Kemudian berjatuhanlah korban- korban dari pasukan Muhammad bin
Abdillah. Banyak di antara mereka yang mati sebagai syahid saat mempertahankan
dan melindungi Rasulullah saw, bahkan sang Nabi pun hidungnya terluka dan
giginya pun runtuh dan kepala beliau yang mulia terluka sehingga beliau
mengucurkan darah.
Kemudian
tersebarlah isu bahawa Muhammad saw telah meninggal. Ketika mendengar itu, kaum
Muslim sangat terpukul dan sangat sedih sehingga kaum Muslim pun
terpecah-pecah. Sebahagian mereka kembali ke Mekah dan sekelompok yang lain ke
atas gunung dan mereka tetap menjaga Nabi saw yang mulia. Ketika mendengar
kematian Nabi, Anas bin Nadhir berkata kepada kaumnya: "Bangkitlah kalian
dan matilah seperti kematiannya. Apa yang kalian lakukan setelah kalian hidup
sesudahnya."
Pasukan Muslim
tetap bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan kaum musyrik semakin
berat kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian terjadilah kejadian yang
paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum
musyrik menekannya dan berusaha membunuhnya: "Barang siapa yang dapat
mengusir mereka dariku, maka baginya syurga."
Mendengar
perkataan itu, kaum Muslim segera mengitari Nabi saw dan melindungi beliau
sehingga banyak dari mereka berguguran sebagai syahid. Bahkan sahabat-sahabat
Abu Juanah melindungi Nabi saw sampai- sampai punggungnya dipenuhi dengan
anak-anak panah. Ia bagaikan baju besi yang dipakai kepada Nabi saw dan ia
tetap kukuh melindungi Nabi saw. Kemudian berubahlah keadaan kerana keteguhan
dan keberanian yang diperlihatkan oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah merasa puas
dan mereka memilih untuk menarik diri. Saat itu orang-orang Quraisy tidak lebih
sedikit penderitaannya daripada orang-orang Muslim.
Setelah
peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah mereka berhasil
membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan
yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi kerana satu kesalahan yaitu kesalahan
terletak pada penentangan dan pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang
Rasul saw dan usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka.
Ketika
sebahagian kelompok dari sahabat kehilangan pengorbanan dan kehilangan sikap
ikhlas dalam hati mereka, maka kesalahan tersebut harus dibayar oleh tentera
yang paling berani dan mulia di antara mereka yaitu sang Nabi saw. Langit tidak
ikut campur untuk menyelamatkan pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu
harus dibayar oleh Rasul saw di mana wajah beliau pun terluka bahkan keluar
darah yang cukup deras dari luka beliau sehingga setiap kali dituangkan air di
atas luka itu, maka darah pun semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti
kecuali setelah dibakarkan potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya.
Luka beliau
bukan hanya bersifat materi tetapi luka spirituil beliau dan rohani beliau pun
semakin bertambah. Ini beliau rasakan ketika mendengar bahawa pamannya Hamzah
gugur sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu, bahkan isteri Abu Sofyan yaitu
Hindun membelah perutnya dan mengeluarkan jantungnya serta mengunyahnya dengan
mulutnya. Semua itu semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum Quraisy
menguasi pasukan Muslim dan mereka memperlakukan dan menekan kaum Muslim secara
aniaya. Seandainya bukan kerana rahmat Allah SWT nescaya kaum Muslim akan
mengalami kekalahan yang teruk. Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim
ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim agar mereka benar-benar ikhlas dan
memahamkan mereka bahawa kekalahan mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di
antara mereka yang menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada sebahagian
yang menginginkan akhirat. Jika terjadi demikian, maka tidak ada jalan untuk
memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan Muslim,
yang diharapkan adalah hendaklah semua pasukan tertuju untuk mencapai ridha
Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat. Jika demikian halnya, maka Allah SWT
akan memberi mereka dunia dan akhirat.
Allah SWT
berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di
antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang
menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji
kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai kurnia
(yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman." (QS. Ali 'Imran:: 152)
Allah SWT
memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah korban mereka dan
mengubati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya tentang pamannya
Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya di tengah-tengah sahabat yang gugur, dan
orang-orang kafir telah merosak jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan
menangis: "Tidak akan ada orang yang akan tertimpa sepertimu selama-
lamanya."
Kemudian Nabi
saw berdiri dan memuji Allah SWT lalu beliau memerintahkan untuk mengembalikan
orang-orang yang terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal mereka di mana mereka
terbunuh. Saat itu keluarga mereka telah membawanya ke kuburan kemudian Nabi
saw mengumpulkan kedua orang laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu
pakaian dan beliau bertanya siapa di antara keduanya yang paling banyak
mengambil manfaat dari Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka
beliau akan mendahulukannya untuk dimasukkan dalam liang lahad.
Rasulullah saw
juga memerintahkan agar mereka dikebumikan dengan darah mereka dan beliau pun
tidak mensolati mereka, serta tidak memandikan mereka. Allah SWT ingin
memperlihatkan bagaimana mereka dibangkitkan pada hari kiamat lalu beliau
bersabda: "Tiada seorang pun yang terluka di jalan Allah SWT kecuali Allah
SWT membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan di mana Iukanya akan mengucur
darah. Warna itu adalah warna darah dan baunya seperti minyak misik."
Bukanlah
penderitaan yang dalam yang merupakan pelajaran yang harus dimengerti kaum
Muslim dari peperangan Uhud sebagai akibat dari pembangkangan mereka dari
perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka kepadanya, tetapi wahyu juga
menurunkan berbagai pelajaran yang lain yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang
terpenting setelah pelajaran kesetiaan adalah penjelasan tentang sentral utama
yang di situ kaum Muslim berkumpul. Peribadi Rasulullah saw bukanlah markas
yang di situ kaum Muslim berkumpul yang ketika peribadi Rasulullah saw yang
mulia pergi kerana satu dan lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan
meninggalkan beliau. Tidak seharusnya peribadi Rasul saw menjadi markas atau
sentral tetapi yang menjadi sentral dari semuanya adalah pemikiran beliau.
Itulah yang paling penting.
Demikianlah
bahawa Al-Qur'an al-Karim mencela orang-orang yang meletakkan senjatanya ketika
tersebar isu terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak akan mencapai puncaknya ketika
kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw saat beliau masih hidup namun
ketika beliau terbunuh atau mati, maka mereka murtad di mana mereka membuang
senjatanya dan pergi mengurusi diri mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah
orang- orang yang mengikuti prinsip bukan mengikuti peribadi. Muhammad bin
Abdillah memang seorang pemimpin manusia dan Imam para rasul dan penutup para
nabi, dan sebagai makhluk Allah SWT yang paling mulia, namun ini semua tidak
membenarkan bahawa seorang Muslim diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya
ketika Rasul saw wafat atau terbunuh. Hendaklah seorang Muslim memanggul
senjatanya dan tidak membuang dari tangannya kecuali dalam dua keadaan: pertama
ketika ia telah memperoleh kemenangan dan kedua ketika ia telah mati.
Nas Al-Qur'an
menjelaskan secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan akidah Islam, bukan
dengan peribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke
belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maha ia tidak dapat
mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 144)
Demikianlah
bahawa peperangan Uhud telah membawa dampak yang luar biasa terhadap kaum
Muslim, utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang yang terbunuh di perang Uhud
adalah sahabat-sahabat yang paling mulia dan paling banyak imannya. Mereka
adalah pilihan dari orang-orang Muslim yang pertama; mereka memikul beban
dakwah di saat-saat yang sulit bahkan mereka harus berhadapan dan memusuhi
kerabat mereka dan teman-teman mereka; mereka menjadi terasing saat menyatakan
keislaman mereka sebelum hijrah dan sesudahnya; mereka telah menginfakkan
harta; mereka berjuang di jalan Allah SWT; mereka telah bersabar dalam
menanggung berbagai macam penderitaan, dan ketika datang saat yang paling
berbahaya dan pasukan Islam telah terkepung di mana jiwa Rasul saw telah
terancam, mereka justru mencurahkan darah mereka bagaikan lautan yang
menenggelamkan orang-orang kafir dan mereka mampu melindungi sang Rasul saw dan
mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan akidah tauhid.
Peperangan
Uhud bukanlah pengorbanan pertama yang dilakukan oleh kaum Muslim dan bukanlah
merupakan peperangan yang terakhir. Ia adalah satu peperangan di antara cukup
banyak peperangan yang dilalui oleh Islam untuk menyebarkan kalimat Allah SWT
di muka bumi dan membimbing hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw,
dan peperangan Uhud bukanlah pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan
juga yang terakhir. Rasulullah saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia
di mana beliau telah memberikan semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah;
beliau tidak memiliki dirinya sendiri; beliau tidak memboroskan waktunya dengan
sia-sia bahkan beliau beristirahat sedikit saja. Semua kehidupan beliau
diberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani berbagai macam
peperangan dan beliau memikul berbagai macam penderitaan dan belum lama beliau
lari dari suatu masalah kecuali beliau berhadapan dengan masalah yang baru dan
lain; belum lama beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau menghadapi
krisis yang lain. Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana beliau selalu
memberikan kontribusi dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT.
Silakan Anda
mengamati kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang Anda inginkan
nescaya Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-sudut kehidupan beliau
kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergelutan yang hebat.
Rasulullah saw
telah melalui pergelutan militer dalam berbagai macam pertempuran yang silih
berganti yang beliau lakukan. Beliau memulai pergelutan politiknya yang
terwujud dalam perundingan-perundingan dan surat-surat yang beliau kirimkan
kepada penguasa dan para raja di berbagai negara agar mereka memeluk Islam,
bahkan beliau melakukan pergelutannya dalam masalah peribadi di rumah tangga.
Rumah tangga beliau pun tidak kosong dari pergelutan. Beliau adalah pejuang
sejati dalam setiap waktu. Kalau kita mengenal Nabi Ibrahim sebagai seorang
musafir di jalan Allah SWT, maka Muhammad bin Abdillah adalah seorang pejuang
di jalan Allah SWT. Belum lama peperangan Uhud berakhir sehingga
pengaruh-pengaruh buruknya berbekas pada kaum Muslim. Orang-orang Arab Badwi mulai
berani bersikap kurang ajar kepada mereka, demikian juga orang-orang Yahudi,
apalagi orang-orang munafik dan tidak ketinggalan orang-orang Quraisy pun mulai
menyudutkan kaum Muslim.
Kemudian
datanglah utusan dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka mengatakan
kepada beliau bahawa mereka mendengar tentang Islam dan mereka ingin
memeluknya, maka hendaklah beliau mengutus kepada mereka beberapa dai dan
mubaligh untuk mengajari mereka tentang dasar-dasar agama. Nabi saw mengutus
bersama mereka sekelompok para dai yang dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit.
Ternyata orang-orang itu berkhianat atas para sahabat-sahabat yang berdakwah
itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga di antara mereka ditawan dan dijual di
Mekah. Dijualnya mereka di Mekah bererti mereka diserahkan pada kelompok
orang-orang Quraisy yang telah lama menunggu untuk menangkap kaum Muslim. Kaum
Quraisy Mekah membunuh tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat
sedih mendengar dai-dai Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang begitu tragis.
Ketika datang
kepada Nabi saw orang-orang yang minta pada beliau agar dikirim utusan dari
kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum Najd, maka
Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan antara kepentingan menyebarkan Islam
dan perlindungan terhadap kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk
kepentingan dakwah Islam. Beliau menyedari bahawa beliau mengutus para
sahabatnya dalam bahaya; beliau memberitahu mereka bahawa mereka akan
menghadapi suatu keadaan yang misteri yang tiada mengetahuinya kecuali Allah
SWT. Namun bahaya tersebut sudah menjadi bahagian dari cita rasa kehidupan yang
selalu meliputi dakwah Islam.
Ketika Nabi
saw mengutarakan kekhuatirannya terhadap para sahabatnya yang bakal diutusnya
di tengah kabilah itu, orang-orang yang meminta beliau untuk mengutus para
sahabatnya menyakinkan beliau bahawa mereka akan melindungi sahabat beliau.
Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk
pergi dan berjihad di jalan Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti
Islam. Lalu pergilah para sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan
al-Qurra' (yaitu orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghafalnya).
Mereka adalah para dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari
mereka memikul kayu bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan solat.
Ketika datang perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan berdakwah
mereka pun pergi dalam keadaan gembira kerana mereka diajak untuk berjihad di
jalan Allah SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang
munafik dan para pengkhianat sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bernama
sumur Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk
menemui pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubaligh dari sahabat
Rasulullah saw itu menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana beliau
mengharapkan agar masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikejutkan dengan
adanya pisau yang menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia tersungkur:
"sungguh aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian
pemimpin orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan mengumpulkan para kabilah
untuk memerangi para mubaligh di jalan Allah SWT itu sehingga sahabat-sahabat
terbaik yang berdakwah di jalan Allah SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah.
Jasad-jasad mereka menjadi makanan dari burung nasar dan burung-burung yang
lain. Dari tujuh puluh orang yang dikirim itu hanya seorang yang selamat yang
kembali kepada Nabi saw. Ia menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha
Muslimin di mana mereka dikhianati. Ketika mendengar berita tentang tragedi
itu, Nabi sangat terpukul dan sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan
berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian telah
terbunuh dan mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan
kami, berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja
yang menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan kepuasan."
Sungguh
penderitaan yang dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang menimpa para
sahabat yang gugur sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw sangat sedih
mendengar sikap orang-orang Arab dan orang- orang kafir terhadap Islam. Mereka
telah mengejek dan merendahkan kaum mukmin sampai pada batas ini. Kemudian
beliau menetapkan akan kembali mengangkat kewibawaan Islam dengan tindak
kekerasan.
Dalam keadaan
seperti ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah saw. Pada
suatu hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan suatu urusan.
Kemudian mula-mula mereka menampakkan persetujuan atas apa yang diucapkan
beliau. Mereka mendudukkan Nabi di bawah naungan benteng-benteng mereka, lalu
mereka bersekongkol untuk melenyapkan beliau; mereka menetapkan untuk
melemparkan batu yang berat dari atas benteng itu saat beliau duduk dan tidak
membayangkan akan terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah
SWT mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau
bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju
rumahnya. Beliau berfikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan membawa
penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak akan
dapat berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan taringnya. Islam ingin mengembalikan
kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata.
Rasul saw
mengutus utusan ke Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk keluar dari
Madinah, bahkan Rasul saw memberi waktu kepada mereka hanya sepuluh hari.
Kemudian orang-orang munafik yang ada di Madinah bersatu bersama orang-orang
Yahudi dan mereka sepakat untuk memerangi Islam. Namun ketika berhadapan dengan
Islam, orang-orang Yahudi menelan kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr
yang menyebutkan pengusiran orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang
munafik. Setelah kemenangan yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama
sahabatnya untuk membalas kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal
dengan al-Qurra' itu. Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian
pasukan Rasul saw itu mampu membuat para pengkhianat dari orang-orang Arab
ketakutan. Hanya sekadar mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala-serigala
gurun yang dulu bengis itu pun ketakutan laksana tikus-tikus yang panik yang
bersembunyi di bawah lubang-lubang gunung. Orang-orang Quraisy mendengar
kegiatan pasukan Islam. Pasukan Quraisy menarik diri saat mereka mendekati
Dahran, sementara pasukan Muslim berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan
yang disepakati di Uhud. Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari
sebagai bentuk tantangan dan menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika
mereka (kaum kafir) telah pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah
mereka menerima kepahitan dalam peperangan Uhud.
Kaum Muslim
menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan mereka di
selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam merampok di
tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu di situ, bahkan kenekatan mereka
sampai pada batas di mana mereka berfikir untuk menyerbu Madinah. Oleh kerana
itu, Rasulullah saw keluar bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi
di waktu siang dan berjalan di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam
beliau sampai ke tempat yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka
lalu mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikejutkan dengan
kedatangan kaum Muslim yang begitu cepat.
Kita akan
mengetahui bahawa alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah saw sangat
unggul sebagaimana alat pertahanan beliau pun sangat unggul. Serangan mendadak
yang dilakukan oleh pasukan Rasulullah saw menunjukkan bahawa mereka memiliki
pertahanan yang luar biasa. Sistem pertahanan yang luar biasa sebagaimana
kedatangan pasukan yang secara tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan pasukan Islam
untuk menyusup.
Demikianlah,
terjadilah hari-hari pertempuran militer. Belum lama Nabi saw meletakkan baju
besinya, dan beliau kembali membangun peribadi kaum Muslim sehingga beliau
terpaksa kembali memakai baju besinya dan kembali berperang. Ketika musuh-musuh
Islam yang berada di sekelilingnya melihat bahawa kemampuan militer mereka
tidak dapat menandingi kemampuan kaum Muslim, maka mereka sengaja melakukan
cara-cara baru untuk memerangi Islam. Yaitu peperangan psikologi atau
peperangan urat saraf dengan cara menyebarkan berbagai macam isu atau apa yang
dinamakan Al-Qur'an al-Karim dengan peristiwa al-Ifik (kebohongan). Setelah
peperangan Bani Musthaliq yaitu peperangan yang membawa kemenangan yang cepat
bagi kaum Muslim, terjadilah kesalahfahaman dan pertengkaran di antara
sahabat-sahabat yang biasa mengambil air di mana salah seorang mereka
berteriak: "wahai kaum Muhajirin," dan yang lain berteriak:
"Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang
sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik yaitu Abdullah bin
Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang- orang Anshar untuk menyerang kaum
Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka jahiliah yang lama yang telah
dibuang dan telah dikubur oleh Islam, Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai
adalah, "sungguh mereka telah menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari
dan seandainya kita telah kembali ke Madinah nescaya orang-orang yang mulai
akan dapat mengusir orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin Arqam
menyampaikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di mana kalimat itu berisi
provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ubai
menginginkan agar mereka berpecah belah dan agar kesatuan mereka runtuh. Si
Munafik itu segera datang kepada Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya.
Orang-orang Muslim secara lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan
mereka justru menuduh Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa
itu tidak tersembunyi dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan
beliau. Lalu beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu
tempat yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat
di hari itu sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki
waktu pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan
yang dirancang oleh si Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang
bertujuan untuk membakar persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk
menyalakan api di tengah-tengah rumah sang Nabi saw.
Ketika Nabi
masih memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencuba melawannya, maka
mereka pun melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan salah satu yang menjadi
objek tipu daya itu adalah isteri beliau, yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada
suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya lalu dilehernya terdapat
anting-anting. Setelah ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu terjatuh dari
lehernya dan ia tidak mengetahui. Ketika Aisyah kembali dari kafilah yang telah
siap-siap untuk pergi, ia kembali mencari kalungnya sampai ia menemukannya.
Sementara itu orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah
sudah berada di dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu kerana memang berat
badan Aisyah sangat ringan.
Pasukan Nabi
berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah
kembali dan tidak mendapati pasukan di mana mereka telah pergi. Aisyah merasa
hairan atas kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah merasa takut saat ia
berdiri sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di
tempatnya di mana di situlah untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat
pakaiannya sambil berkata dalam dirinya: Mereka akan mengetahui bahawa aku
tidak ada dan kerana itu mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.
Sementara itu,
Sofwan bin Mu'athal juga tertinggal kerana ia melakukan keperluannya. Ia
berjalan dari arah yang jauh lalu ia melihat bayangan orang yang tidak begitu
jelas. Sofwan mendekat dan tiba-tiba ia mengetahui bahawa ia sedang berdiri di
hadapan Aisyah. Ia melihat Aisyah sebelum diwajibkannya perintah memakai hijab
(jilbab) atas isteri-isteri Nabi. Ketika melihatnya, Sofwan berkata:
"Sesungguhnya kita milik Allah SWT dan kepadanya kita akan kembali,...
isteri Rasulullah Aisyah tidak menjawab.
Sofwan mundur
dan mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan Anda
menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya pergi dan
mencari pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu, pasukan Nabi sedang
beristirahat. Para sahabat mengira bahawa Aisyah masih berada dalam tandu.
Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang kepada mereka bersama Sofwan
yang menuntun untanya.
Tokoh munafik
Abdullah bin Ubai segera memanfaatkan kesempatan emas ini. Ia membuat kisah
bohong yang terkesan menuduh isteri Nabi melakukan pengkhianatan. Abdullah bin
Ubai pandai memilih beberapa sahabat yang dikenalinya sebagai orang-orang yang
mudah percaya dan cenderung membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia
mengetahui bahawa di antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian sehingga
mereka suka jika tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah
pemimpin munafik itu berhasil menjerat beberapa sahabat dalam tali
kebohongannya, di antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan seorang wanita yang
dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu saudara perempuan Zainab binti Jahasy
isteri Rasulullah saw. Ketiga orang itu tertipu dengan kebohongan tersebut lalu
mereka menyebarkannya sehingga orang-orang yang terjerat dalam kebohongan itu
mengatakan apa saja yang mereka inginkan. Akhirnya. pasukan pun bergoncang
dengan isu itu. Sementara itu, Aisyah tidak mengetahui sedikit pun tentang hal
tersebut. Isu tersebut bertujuan untuk menjatuhkan Islam dan melukai perasaan
Rasullullah saw dan itu termasuk peperangan menentang Rasulullah saw dan ajaran
yang dibawanya. Begitu juga ia bertujuan menunjukkan bahawa kaum Muslim tidak
konsekuen dengan akidah yang mereka yakini dan secara tidak langsung ia juga
menyerang kesucian rumah tangga Aisyah.
Pasukan
kembali ke Mekah dan Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui isu-isu yang
dikatakan tentang dirinya. Kemudian Rasulullah saw mendengar hal itu
sebagaimana ayahnya Abu Bakar dan ibunya pun mendengarnya, namun tak seorang
pun di antara. mereka yang memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak
menceritakan peristiwa itu di hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah di
mana beliau tidak lagi menunjukkan perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah
sakit. Ketika beliau menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau
berkata: "Bagaimana keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan
kata-kata itu. Ketika Aisyah melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah.
Pada suatu hari ia berkata pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan aku,
nescaya aku akan pindah ke tempat ibuku." Beliau menjawab: "Itu tidak
ada masalah."
Aisyah pun
pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa yang sebenarnya
terjadi padanya. Setelah melalui lebih dari dua puluh malam, Aisyah sembuh dari
sakitnya dan ia pun belum mengetahui hal-hal yang dikatakan tentang dirinya.
Umul mu'minin Aisyah menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong tersebut
dan bagaimana Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata:
"Kami
adalah kaum Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami tanggung jawab ini
yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami membencinya. Kami keluar untuk
menikmati keluasan kota. Sementara itu para wanita keluar pada setiap malam
untuk memenuhi hajat mereka. Pada suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah
untuk memenuhi sebahagian keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau
sudah mendengar suatu berita wahai puteri Abu Bakar?" Aku bertanya,
"berita apa itu?" Lalu ia memberitahukan padaku apa-apa yang
dikatakan oleh para penyebar kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang
benar?" Ia menjawab: "Demi Allah, ini benar-benar terjadi."
Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu memenuhi hajatku." lalu
aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis sampai-sampai aku mengira bahawa
tangisanku akan merosak jantungku dan aku berkata kepada ibuku, mudah-mudahan
Allah SWT mengampunimu, banyak orang berbicara tentangku namun engkau tidak
menceritakan sedikit pun kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, sabarlah
demi Allah jarang sekali wanita yang baik yang dicintai oleh seorang lelaki
yang jika ia memiliki isteri-isteri yang lain (madunya) kecuali wanita itu akan
diterpa oleh berbagai isu."
Aisyah
berkata: "Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya pada
mereka dan aku tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT kemudian
berkata: "Wahai manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang menyakiti aku
melalui keluar gaku dan mereka mengatakan sesuatu yang tidak benar. Demi Allah,
aku tidak mengenal mereka kecuali dalam kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal
itu pada seorang lelaki yang aku tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di
mana ia tidak memasuki suatu rumah dari rumah-rumahku kecuali ia
bersamaku."
Kemudian
Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid dan
bermusyawarah dengan keduanya. Usamah hanya melontarkan pujian dan berkata:
"Ya Rasulullah aku tidak mengenal isterimu kecuali dalam kebaikan dan
berita ini hanya kebohongan dan kebatilan," sedangkan Ali berkata: 'Ya
Rasulullah masih banyak wanita yang lain yang dapat kau percaya." Kemudian
Rasulullah saw memanggil Burairah dan bertanya kepadanya, lalu Ali berdiri
kepadanya dan memukulnya dengan keras sambil berkata: "Jujurlah kepada
Rasulullah saw," lalu wanita itu berkata: "Demi Allah, aku tidak
mengetahui kecuali kebaikan. Aku tidak pernah mencela Aisyah kecuali pada suatu
waktu aku sedang membikin adunan roti lalu aku memerintahkannya untuk
menjaganya namun Aisyah tertidur dan datanglah kambing lalu adunan itu dimakan
olehnya."
Aisyah
berkata: "Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku
bersama kedua orang tuaku dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku menangis dan
wanita itu pun turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu memuji Allah SWT dan
berkata: "Wahai Aisyah, sungguh kamu telah mendengar sendiri apa yang
dikatakan orang-orang tentang dirimu, maka bertakwalah kepada Allah SWT dan
jika engkau telah melakukan keburukan seperti yang diucapkan orang-orang itu,
maka bertaubatlah kepada Allah SWT kerana sesungguhnya Allah SWT menerima
taubat dari hamba-hamba-Nya." Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak
lain hanya kebohongan yang dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku
kering. Aku sama sekali tidak seperti yang mereka katakan," lalu aku menunggu
kedua orang tuaku untuk mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam.
Aisyah berkata, "demi Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang
tidak layak diturunkan Al-Qur'an dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku
hanya berharap agar Nabi saw melihat kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu
sehingga ia memastikan terbebasnya aku darinya."
Aisyah
berkata: "Ketika aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara aku berkata
kepada mereka tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan Rasulullah saw?"
Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa yang harus kami
jawab." Aku mengetahui bahawa aku bebas dari tuduhan itu. Tiba-tiba
Rasulullah saw mengusap keringat dari wajahnya sambil berkata:
"Bergembiralah wahai Aisyah kerana sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan
ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku berkata:
"Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau keluar menemui para
sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini:
"Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga.
Janganlah kamu kira bahawa berita bohong itu buruk bagi kamu. Tiap-tiap
seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa
di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita
bohong itu, maka baginya azab yang besar. " (QS. an-Nur: 11)
Jibril turun
kepada Nabi saw untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari segala tuduhan yang
ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan psikologi menentang kaum Muslim
dan rumah tangga Rasulullah saw, dan kelompok-kelompok kafir meyakini bahawa
mereka harus menggunakan cara baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian
Rasulullah saw kembali memasuki pergelutan menentang peperangan fizik.
Peperangan Khandaq termasuk contoh peperangan fizik yang dilakukan oleh
Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi menyerahkan urusan mereka kepada kaum
musyrik, dan Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh-
tokoh Yahudi dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta- pendeta Yahudi
berfatwa bahawa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih
baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak ditujukan kepada
Tuhan Yang Esa
sebagaimana
tradisi jahiliah lebih baik daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik kaum
Yahudi berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan mengerahkannya
untuk menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan menyerang Madinah dengan
jumlah kekuatan sepuluh ribu tentera. Akhirnya, berita itu sampai ke Nabi saw.
Beliau tidak hairan ketika mendengar orang-orang Yahudi bersatu - padahal
mereka mempunyai asas agama yang menyeru kepada tauhid - bersama kaum musyrik
menentang agama tauhid. Nabi saw mengetahui bahawa perjanjian telah lama
membelenggu orang-orang Yahudi sehingga hati mereka menjadi keras dan hari
telah menjauhkan antara mereka dan sumber yang jernih yang dipancarkan oleh
Musa. Akhirnya, mereka menjadi buah yang rosak yang kulitnya bergambar tauhid
namun isinya bergambar kepahitan syirik. Dan yang lebih penting dari itu adalah
kesamaan kepentingan kaum Yahudi dan kaum musyrik.
Nabi saw
menyedari bahawa beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan yang besar.
Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai
berfikir bagaimana cara mempertahankan Madinah tanpa harus keluar darinya. Kali
ini taktik militernya berubah di mana sebelum itu beliau keluar dari Madinah
dan menjauhinya serta menyerang kelompok-kelompok yang berencana menyerbu
Madinah. Kali ini bentuk ancaman berbeza dan tentu fikiran Nabi pun berubah
kerana mengikuti perbezaan ancaman itu.
Kemudian
beliau mengadakan pertemuan militer bersama para tenteranya. Beliau ingin
mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara mempertahankan Madinah. Lalu
Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi menggali suatu parit yang dalam di
sekeliling Madinah yaitu parit yang seperti bendungan alami yang dapat menahan
laju banjir yang ingin maju, suatu parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu
melewatinya dan kaum Muslim dapat mempertahankan diri dari belakangnya. Mula-
mula usulan itu terkesan agak mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi
menyetujui usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan,
beliau mengetahui bahawa situasi cukup genting dan kerananya ia menuntut usaha
keras untuk dapat melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk
menggali parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan saat itu
musim dingin di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang
mengalami krisis ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian
parti tetap dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw terjun langsung untuk membuat
galian dan memikul tanah.
Kaum Muslim
dengan semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan penggalian parit itu
meskipun kehidupan sangat keras dan mereka merasakan kelaparan kerana
kekurangan harta. Namun semangat pasukan Islam tetap meninggi. Mereka percaya
akan datangnya kemenangan dan pertolongan dari Allah SWT.
Allah SWT
berfirman:
"Dan
tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka
berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah
Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka
kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan Quraisy
mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah menjadi jazirah cinta di
tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu mulai menghentam jazirah dan
berusaha menenggelamkannya dari dalam. Kemudian berteburanlah panah-panah kaum
Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang cukup banyak. Pasukan kafir mulai
berputar-putar di sekeliling parit dalam keadaan bingung: apa gerangan yang
telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini?
Kuda-kuda
musuh berusaha melalui parit itu namun pasukan Muslim segera menyerangnya.
Demikianlah peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada hakikatnya ia adalah
peperangan urat saraf. Pasukan musuh mengepung Madinah selama tiga minggu di
mana serangan demi serangan terus dilakukan sepanjang siang dan mata mereka
tetap terjaga sepanjang malam. Bahkan saking dahsyatnya pertempuran itu
sehingga kaum Muslim tidak mengetahui apakah pasukan musuh berhasil menduduki
Madinah atau tidak, dan apakah para musuh berhasil menembus lubang yang mereka
bangun? Allah SWT menggambarkan keadaan peperangan Ahzab dalam firman-Nya:
"(Yaitu)
ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak
tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan
kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam persangkaan. Di situlah
diuji orang- orang mukmin dan digoncangkan hatinya dengan goncangan yang
dahsyat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan
semakin buruk di mana orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian mereka dengan
kaum Muslim dan mereka bergabung dengan al-Ahzab. Demikianlah Bani Quraizhah
membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa terhadap pengkhianatan bani Nadhir
dan pembalasan Nabi saw terhadap mereka. Setiap hari keadaan semakin buruk.
Kaum Muslim
benar-benar mengalami ujian yang berat di mana fikiran mereka benar-benar
kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya kepada Rasul saw,
"apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw memberitahu agar
mereka mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami untuk
mengatasi mereka."
Doa tersebut
keluar dari mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan kewajipan mereka dan telah
membuat mukjizat mereka dalam menghalau serangan. Jadi, mereka tidak memiliki
apa-apa selain doa dan Allah SWT lah Yang Maha Mendengar permintaan hamba-Nya
dan Dia yang mengabulkannya. Dia mengetahui orang yang melaksanakan
kewajipannya dan akan mengabulkan orang yang berdoa.
Akhirnya, kaum
Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah SWT. Kemudian perjalanan
pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa difahami. Para penyerang
menyedari bahawa mereka sebenarnya telah kalah di mana mereka telah menyerang
selama tiga pekan namun serangan tersebut tidak memberikan hasil apa pun.
Mereka telah mencurahkan berbagai upaya namun tanpa memberikan hasil yang
diharapkan dan boleh jadi mereka akan tetap begini selama tiga tahun.
Kemudian
datanglah suatu malam di mana kaum Muslim belum pernah melihat malam segelap
itu dan angin sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin sampai-sampai
suaranya laksana halilintar. Bahkan saking gelapnya malam itu sehingga tak
seorang pun di antara umat Islam yang mampu melihat jari-jari tangannya atau
berdiri dari tempatnya kerana saking dinginnya cuaca. Kemudian Nabi saw datang
menemui Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak mampu melihatnya meskipun beliau
berdiri di sebelahnya. Nabi saw bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah
menjawab: "Aku adalah Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh, kamu
Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di tempatnya kerana ia khawatir jika ia
berdiri ia akan tidak mampu kerana saking dinginnya dan akan menabrak Rasul
saw. Rasul saw berkata kepada Hudaifah, "Aku kehilangan berita penting
tentang keadaan kaum yang menyerang kita."
Hudaifah
sebagai mata-mata dari pasukan Islam merasakan ketakutan di mana ia tidak mampu
menahan cuaca yang begitu dingin, lalu bagaimana ia dapat berdiri dan keluar
dari Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan menyusup di tengah barisan
mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan membawa berita tentang mereka.
Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika Nabi saw selesai dari pembicaraannya.
Nabi saw memberikan doa kebaikan kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan
keimanannya mengalahkan kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari
Madinah dan menyusup di tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya
untuk tidak melakukan tindakan apa pun selain mendapatkan berita dan kembali.
Inilah tugas utamanya. Hudaifah sampai di tengah-tengah musuh. Mereka berusaha
menyalakan api namun angin segera mematikannya sebelum menyala dan di dekat api
itu terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil menghulurkan tangannya ke arah
api dengan maksud untuk menghangatkannya. Lelaki itu adalah pemimpin kaum
musyrik yaitu Abu Sofyan.
Melihat itu,
Hudaifah segera memasang anak panah pada busur yang dibawanya dan ia ingin
memanahnya. Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum Muslim dapat merasa
tenang dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw kepadanya agar ia tidak
melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia kembali meletakkan anak panahnya dan
menyembunyikannya.
Abu Sofyan
berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak menguntungkan
bagi kalian, maka pergilah kalian kerana aku pun akan pergi." Abu Sofyan
melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan memukulnya sehingga unta itu
bangkit.
Hudaifah
kembali menemui Rasulullah saw dengan membawa berita mundurnya pasukan Ahzab
dan gagalnya serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa penarikan mundur pasukan
musuh, Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita akan menyerang mereka dan
mereka tidak akan menyerang kita." Belum lama pasukan Ahzab kembali ke
negerinya dengan tangan hampa sehingga beliau keluar dari Madinah bersama
pasukannya menuju ke kaum Yahudi Bani Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah
mengkhianati perjanjian mereka bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di
saat-saat genting. Oleh kerana itu, mereka harus membayar biaya pengkhianatan
mereka sekarang.
Nabi saw
memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan solat Ashar kecuali di Bani
Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahawa perintah tersebut bererti mereka akan
menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari tenggelam.
Orang-orang
Yahudi menelan kekalahan pahit lalu mereka datang kepada Sa'ad bin Mu'ad agar
ia memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah pemimpin kaum Aus dan kaum Aus
adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di masa jahiliah. Kaum Yahudi
mengharap bahawa mereka dapat memanfaatkan hubungan yang terjalin selama ini
sebagaimana kaum Aus membayangkan bahawa tokoh mereka akan memberikan
keringanan terhadap sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu terluka dan ia
sedang dirawat di khemahnya kerana terkena panah kauni Ahzab. Sebahagian
kaumnya membujuknya agar ia bersikap baik terhadap orang- orang Yahudi,
sekutu-sekutu mereka, dan orang-orang
Yahudi
membujuknya agar ia bersikap lembut terhadap mereka. Kemudian Sa'ad mengatakan
penyataannya yang terkenal: "Telah tiba waktunya bagi Sa'ad untuk
memutuskan hukum sesuai dengan kehendak Allah tanpa peduli dengan celaan para
pencela." Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki dibunuh dan keturunannya
ditawan serta harta-harta mereka dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan
tegas Sa'ad itu. Beliau berkata kepadanya: "Sungguh engkau telah
memutuskan kepada mereka dengan keputusan Allah SWT dari tujuh langit."
Sa'ad
mengetahui bahawa perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga berbagai
pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa depan Islam
berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah penyebab
berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan berbagai tipu daya mereka
berusaha untuk memblokade Islam dan menghancurkannya. Oleh kerana itu, kini
telah tiba saatnya untuk mencabut pohon-pohon beracun dari akarnya tanpa
memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah
kaum Yahudi dibersihkan dari Madinah. Nabi saw kembali melanjutkan
pergelutannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah perjanjian yang beliau
lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw berjalan untuk melaksanakan umrah
dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau keluar bersama seribu empat ratus kaum
lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke Baitul Haram guna melaksanakan umrah.
Ketika mereka sampai di Hudaibiyah pinggiran kota Mekah, tiba-tiba unta yang
ditunggangi Nabi duduk dan ia tidak mahu melangkah menuju Mekah. Melihat itu
para sahabat berkata: "Oh unta itu malas." Nabi saw berkata:
"Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah menuju
Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy membuat suatu rencana dan mereka
meminta agar aku menyambung tali silaturahmi nescaya aku akan
menyetujuinya."
Nabi saw
memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim
beristirahat di sana dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu pagi.
Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram. Mekah telah menetapkan agar tak
seorang pun dari kaum Muslim dapat memasukinya. Semua kaum Quraisy telah keluar
untuk memerangi kaum Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu
beliau memberitahu mereka bahawa beliau tidak datang untuk berperang namun
beliau ingin melakukan umrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada Allah SWT
dan mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk melakukan
perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan sampai
kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah mereka kembali
pada tahun depan.
Datanglah juru
runding kaum Quraisy lalu Rasul saw menyambutnya dan mendengarkan ia
menyampaikan syarat-syarat perjanjian yang intinya pelaksanaan perdamaian dan
penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw menyetujui semua syarat-syarat
perjanjian meskipun tampak bahawa perjanjian tersebut tidak menguntungkan kaum
Muslim di mana itu dianggap sebagai titik kemunduran politik dan militer kaum
Muslim, dan yang menambah kebingungan kaum Muslim adalah bahawa Rasul saw tidak
melibatkan seseorang pun dari kalangan sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal
ini. Tidak biasanya beliau bersikap demikian. Para sahabat menyaksikan beliau
pergi menemui kaum musyrik dan bersikap sangat lembut kepada mereka, dan beliau
tidak kembali kecuali membawa berita persetujuan dengan perjanjian yang
ditandatangani orang-orang musyrik, dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di
atasnya.
Para sahabat
bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada beliau,
"bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum Muslim? Bukankah
musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi saw hanya mengiyakan
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa
kita harus menerima penghinaan dalam agama kita?" Umar ingin mengungkapkan
sesuai dengan bahasa kita saat ini, "mengapa kita harus mundur kalau kita
berada di atas kebenaran? Mengapa kita menerima syarat-syarat perjanjian yang
justru menguntungkan kaum musyrik? Apakah kita takut terhadap mereka?"
Mendengar
berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw justru menyampaikan
jawapan yang unik bagi mereka di mana beliau berkata: "Aku adalah hamba
Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin menentang perintah-Nya dan Dia
tidak mungkin akan menyia- nyiakan aku." Makna dari kalimat beliau adalah,
"taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu memperdebatkannya dan
hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan
hari menetapkan bahawa perjanjian yang menimbulkan pro dan kontra di
tengah-tengah sahabat itu justru membawa kemenangan politik paling gemilang
yang pernah dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut diperoleh sebagai
hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw yang mengalahkan kelihaian politik kaum
Quraisy. Kaum Quraisy telah memfokuskan semua kelihaian-nya agar kaum Muslim
kembali ke tempat mereka tanpa memasuki Masjidil Haram pada tahun ini, namun
hikmah Nabi saw justru mampu mencapai pengelihatan yang tidak dapat dijangkau
oleh kaum itu yang berkenaan dengan masa depan. Jika saat ini perjanjian
tersebut tampak membawa kekalahan bagi kaum Muslim, maka setelah berlangsung
beberapa bulan ia justru mendatangkan kemenangan yang spektakuler.
Suhail bin Amr
adalah wakil dari delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib adalah juru
tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw berkata kepada
Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang." Utusan Quraisy berkata, aku tidak mengenal ini. Tapi tulislah
dengan nama-Mu, ya Allah. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Dengan
nama-Mu, ya Allah." Sikap keras kepala utusan Quraisy itu tidak bererti
sama sekali kerana tidak ada perbezaan yang mencolok antara dengan namamu Allah
dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si
pembicara.
Nabi saw
berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw utusan
Allah dan Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin
Amr berkata: "Seandainya aku bersaksi bahawa engkau adalah utusan Allah
nescaya aku tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama
ayahmu." Nabi berkata kepada Ali tulislah: "Inilah kesepakatan antara
Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr."
Tampaknya itu
adalah kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang sekilas tampak
menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan suatu tujuan yang
penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu. Alhasil, semuanya terjadi
dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali menulis bahawa Muhammad bin Abdillah
dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk menghentikan peperangan selama
sepuluh tahun di mana hendaklah masing-masing mereka memberikan keamanan
terhadap sesama mereka. Namun jika terdapat di antara orang-orang Quraisy
seseorang yang masuk Islam lalu ia datang kepada Muhammad saw tanpa izin walinya
hendaklah kaum Muslim mengembalikannya kepada kaum Quraisy. Sebaliknya, jika
ada orang yang murtad dari sahabat Muhammad saw, maka tidak ada keharusan bagi
orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat
tersebut sangat menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahawa orang-orang Quraisy
memaksakan kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang tidak adil itu. Ali
melanjutkan tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari Mekah pada tahun ini dan
tidak memasukinya dan jika pada tahun depan orang-orang Quraisy keluar darinya,
maka beliau dapat memasukinya untuk melaksanakan umrah selama tiga hari dan
setelah itu beliau harus meninggalkannya. Pensyaratan tersebut sangat merugikan
kaum Muslim dan terkesan membingungkan.
Di
tengah-tengah perjanjian tersebut terjadi suatu peristiwa yang menambah
penderitaan dan kebingungan Muslimin di mana anak dari juru runding Quraisy
meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam dan ingin bergabung
dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera bangkit menyusulnya bahkan
memukulnya dan mengembalikannya kepada kaumnya. Orang Mukalaf itu segera
berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum Muslim agar mereka
menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka tidak mengubah
agamanya.
Rasulullah saw berbicara kepadanya dan meminta kepadanya untuk bersabar dan
tegar dalam menanggung penderitaan kerana Allah SWT akan menjadikannya dan
orang-orang yang sepertinya suatu jalan keluar dan kelapangan.
Nabi
memahamkannya bahawa beliau telah mengadakan suatu perjanjian dengan kaum
Quraisy dan bahawa kaum Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian mereka.
Akhirnya, anak
Muslim itu dikembalikan ke Mekah dalam keadaan terseksa. Kemudian Selesailah
penandatanganan perjanjian antara pihak kaum Muslim dan pihak kaum musyrik.
Setelah penandatanganan perjanjian itu, Rasulullah saw memerintahkan para
sahabatnya agar mereka memotong haiwan korban dan mencukur rambut mereka
(tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke Madinah. Namun tak seorang pun
bangkit menyambut perintah tersebut, lalu beliau mengulangi perintahnya ketiga
kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang tampak membisu kerana ketegangan dan
kesedihan, beliau menyembelih unta dan memanggil tukang cukurnya untuk mencukur
rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan seorang pun. Ketika para sahabat
mengetahui bahawa Nabi saw tampak marah dan telah mendahului mereka dengan
tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit untuk menyembelih korban dan
memotong rambut mereka.
Perjalanan
hari menunjukkan bahawa perundingan tersebut tidak seperti yang dibayangkan
oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan bukan kekalahan. Persatuan
kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak mereka menandatangani perjanjian
itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan kaum kafir dan pembawa bendera
penentangan terhadap Islam, maka ketika tersebar berita perjanjian mereka
bersama kaum Muslim, maka padamlah fitnah-fitnah kaum munafik yang bekerja
untuk mereka dan bercerai-berailah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru
jazirah.
Saat aktiviti
kaum Quraisy terhenti, maka kaum Muslim mengalami peningkatan aktiviti di mana
mereka berhasil menarik orang-orang yang masih memiliki kemampuan untuk melihat
kebenaran. Sejak dua tahun dari masa penandatanganan perjanjian itu jumlah
penganut Islam semakin bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu
adalah, bahawa saat Rasul saw keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan
seribu empat ratus Muslim namun ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota
Mekah beliau disertai dengan sepuluh ribu Muslim.
Penaklukan
kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari perundingan tersebut. Penambahan
jumlah kaum Muslim yang luar biasa ini adalah dikeranakan hikmah sang Nabi saw
dan kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar sebagai pemenang dalam pergelutan politiknya,
dan syarat-syarat yang tadinya merugikan kaum Muslim kini telah berubah menjadi
syarat- syarat yang merugikan kaum Quraisy. Barang siapa murtad dari kaum
Muslim dan pergi ke kaum Quraisy, maka hendaklah mereka melindunginya kerana
Allah SWT telah memampukan Islam darinya, dan barang siapa yang masuk Islam
dari kaum kafir dan pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah mereka
mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya sebagai
mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari kaum Quraisy untuk
menyatukan kelompok yang bertikai dan ia dapat hidup laksana duri di
tengah-tengah kaum Quraisy.
Belum lama
waktu berjalan sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada Nabi saw dan
mengharap kepada beliau agar melindungi orang Quraisy yang masuk Islam daripada
membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah
kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang telah mereka diktekan dan Nabi saw
pun menerimanya dengan puas. Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi saw.
Demikianlah
Nabi saw terus menjalani mata rantai pergelutan yang tiada henti-hentinya di
mana kehidupan beliau yang peribadi sekali pun tidak sunyi dari penderitaan.
Nabi saw menikahi sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau dengan sembilan
isteri tersebut merupakan keistimewaan peribadi yang hanya beliau miliki kerana
berhubungan dengan sebab-sebab dakwah Islam. Yaitu suatu dakwah yang
membolehkan para pengikutnya untuk menikahi empat orang isteri dengan syarat
jika yang bersangkutan mampu menciptakan keadilan di antara mereka, dan ia
menganjurkan untuk hanya puas dengan satu isteri jika seorang Muslim khawatir
tidak dapat berbuat adil.
Kaum
orientalis dan musuh-musuh Islam mencuba untuk menghina Nabi dan memujukkannya,
dan salah satu cela yang mereka manfaatkan adalah perkahwinan beliau dengan
sembilan wanita. Kita mengetahui bahawa pernikahan-pernikahan beliau terlaksana
dengan sebab-sebab politik atau kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah
Islam. Dan yang terkenal dari sejarah Nabi saw adalah bahawa beliau menikah
dengan Sayidah Khadijah saat beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah
berusia empat puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi isteri
yang lain sampai Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah meninggal,
Nabi berusia di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi Khadijah sebelum beliau
diutus untuk menyebarkan Islam. Beliau tetap setia bersama Khadijah sampai ia
meninggal dan beliau diangkat menjadi Nabi. Namun beban kenabian dan beratnya
jihad, kasih sayangnya kepada manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan
perintah Allah SWT semua itu memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang
isteri sampai mencapai sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau dengan Aisyah
yang saat itu masih belia merupakan usaha untuk menjalin ikatan dengan Abu
Bakar, ayah dari Aisyah dan perkahwinan beliau dengan Hafshah meskipun ia
sedikit kurang cantik merupakan usaha beliau untuk menjalin ikatan dengan Umar,
ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin
pasukannya yang mati syahid di jalan Allah SWT dan wanita itu merasakan
penderitaan bersama beliau saat hijrah di Habasyah dan hijrah ke Madinah.
Ketika suaminya meninggal dan ia sendirian menghadapi berbagai persoalan
kehidupan, maka Nabi saw segera merangkulnya di rumah kenabian. Perkahwinan
beliau dengan Sawadah sebagai bentuk penghormatan terhadap keislaman wanita itu
dan kemuliaannya dari kaum lelaki serta kesendiriannya dalam menjalani
kehidupan.
Sementara itu,
pernikahan beliau dengan Zainab bin Jahasy merupakan ujian berat bagi beliau di
mana perintah pernikahan itu datang dari Allah SWT untuk mengharamkan suatu
tradisi yang terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi adopsi. Zainab
termasuk kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani Hasyim. Ia merasa
bangga dengan nasab yang dimilikinya yang kerananya ia menolak ketika ditawari
untuk menikah dengan Zaid bin Harisah, seorang budak Nabi yang telah beliau
bebaskan, bahkan nasabnya telah beliau nisbatkan kepada dirinya dan beliau
telah mengadopsinya sehingga ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad.
Namun Zainab akhirnya menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT sehingga
ia menikah dengan Zaid:
"Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang
mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa
menderhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan
yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)
Sejak semula
tampak jelas bahawa pernikahan tersebut akan segera berakhir. Zainab tidak
menyukai Zaid dan Zaid pun bukan jenis lelaki yang mampu menahan kehidupan
bersama seorang wanita yang hatinya jauh darinya. Zaid datang kepada Nabi saw
guna mengadu kepada beliau dan meminta izin untuk menceraikan isterinya. Allah
SWT mewahyukan kepada Rasul-Nya agar membiarkan Zaid menceraikan isterinya,
lalu hendaklah beliau menikahinya. Nabi saw merasakan kesulitan yang luar biasa
dan beliau berbicara kepada Zaid agar ia terus melangsungkan kehidupannya dan
bersabar. Nabi saw membayangkan apa yang dikatakan manusia kepadanya bahawa ia
menikahi isteri dari anaknya tetapi apa yang dikhuatirkan oleh Nabi saw justru
merupakan sesuatu yang ingin dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan
dalam Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh kerana itu, Zaid dapat mencerai
isterinya lalu Nabi dapat menikahi Zainab untuk menetapkan apa yang diinginkan
oleh Islam. Rasulullah saw mampu bersabar dan menahan diri saat mendengar
berbagai ocehan yang akan dikatakan oleh manusia kepadanya. Ini bukanlah
pengorbanan pertama dan terakhir yang beliau persembahkan untuk Islam.
Berkenaan dengan itu, Allah SWT berfirman:
"Dan
(ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan
nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: 'Tahanlah
terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang kamu menyembunyikan di
dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia,
sedang Allah- lah yang lebih berhak kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah
mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami nikahkan kamu
dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang- orang mukmin untuk (menikahi)
isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah
menyelesaikan keperluannya dari isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti
terjadi. " (QS.
al-Ahzab: 37)
Pernikahan
beliau dipenuhi dengan unsur politik dan usaha untuk menyebarkan kebaikan dan
rahmat serta penghormatan nilai-nilai yang tinggi dan menggabungkannya di rumah
kenabian. Sementara itu, Ummu Habibah binti Abu Sofyan bin Harb, pemimpin
Quraisy dalam memerangi Islam, berhijrah bersama suaminya ke Habasyah.
Ia berhadapan
dengan keterasingan dan kekhuatiran dalam membela agama Allah SWT. Kemudian
suaminya mati meninggalkannya sendirian dalam menjalani kehidupan. Sikapnya
yang mulia demi menegakkan ajaran Islam dan hanya menentang ayahnya merupakan
nilai lebih yang menyebabkan Rasulullah saw tertarik untuk menggabungkannya di
rumah kenabian.
Pada suatu
hari, Abu Sofyan menemuinya saat ia telah menjadi isteri Rasulullah saw. Abu
Sofyan ingin duduk di atas tempat tidur Nabi lalu Ummu Habibah berusaha
menjauhkan tempat tidur itu dari ayahnya. Melihat sikap anaknya itu, ayahnya
bertanya kepadanya: "Apakah engkau mulai membenciku?" Dengan penuh
keberanian ia menjawab: "Ini adalah tempat tidur Rasulullah saw dan engkau
adalah seorang musyrik, maka engkau tidak boleh menyentuhnya."
Adapun
Shofiyah binti Huyay adalah anak seorang raja Yahudi. Sedangkan Juwairiyah
binti Haris, ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani Musthaliq
menelan kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim lalu kedua anak perempuan
raja dan pemimpin kabilah itu jatuh menjadi tawanan. Pernikahan Nabi dengan
kedua wanita itu terkesan dipaksa oleh orang-orang yang kalah itu dan sebagai
ajakan agar kaum Muslim memperlakukan mereka dengan baik. Mula-mula kaum Muslim
menolak untuk bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan
kelembutan sikapnya ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam peperangannya dan
beliau mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka menunjukkan persaudaraan
sesama manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan namun ia sebagai
usaha mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari Islam adalah rahmat dan
cinta.
Jadi Nabi saw
menikahi wanita-wanita dari orang-orang yang kalah itu dengan maksud agar
kebebasan dan kemuliaan kembali kepada keluarga mereka dan mereka dapat masuk
Islam secara puas dan sukarela. Kemudian beliau menikah dengan Maryam
al-Qibtiyah. Muqauqis telah memberikannya kepada Nabi sebagai budak di mana itu
merupakan simbol tali kasih yang diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara Islam dan
Masihi dan sebagai bentuk hukum bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya
pernikahan dengan wanita-wanita ahlul kitab.
Maryam
memberikan anak kepada Nabi saw yang bernama Ibrahim, nama dari datuknya, bapak
para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal saat masih menyusu.
Kematiannya merupakan ujian bagi Nabi dan sebagai isyarat dari Ilahi bahawa
pewaris-pewaris Rasul dari kaum lelaki adalah para pengikut Al-Qur'an dan para
pembawa Islam, bukan anak-anak dari sulbinya.
Salah jika ada
orang yang membayangkan bahawa Rasul saw mempunyai banyak waktu untuk mencari
kesenangan meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan bagi orang lain namun
beliau lebih memilih untuk merasakan penderitaan berjihad, menegakkan hukum,
dan kesabaran. Salah jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw hidup di
rumahnya dengan keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang termiskin
dari kalangan Muslim di zamannya.
Kehidupan
beliau di rumahnya penuh dengan kezuhudan yang luar biasa sehingga sebahagian
isterinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara mereka ada yang berasal dari
keluarga yang kaya seperti keluarga Abu Bakar atau keluarga Umar bahkan
sebahagian isterinya bersatu untuk meminta kepada beliau agar beliau menambah
nafkah mereka sehingga Nabi meninggalkan isteri-isterinya, lalu tersebarlah isu
yang menyatakan bahawa beliau telah menceraikan semua isterinya. Kemudian
turunlah ayat Takhyir (yaitu ayat yang memberikan pilihan kepada isteri-isteri
Nabi untuk tetap menjadi isteri beliau atau diceraikannya). Turunlah Al- Qur'an
al-Karim memberikan pilihan pada isteri-isteri Nabi antara menjalani kehidupan
di rumah kenabian dengan penuh kesederhanaan atau menerima perceraian. Allah
SWT berfirman:
"Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: 'Jika kamu sekalian mengingini
kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah
dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki
(keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka
Sesungguhnya Allah menyediakan siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang
besar. " (QS. al-Ahzab: 28-29)
Selesailah
fitnah. Demikianlah pergelutan di rumah Rasul saw. Akhirnya, isteri-isteri
beliau memilih kehidupan zuhud dan bersabar serta akhirat daripada kehidupan dunia.
Permintaan isteri-isteri nabi tidak melebihi hal-hal yang bersifat mubah, namun
Rasul saw merupakan teladan bagi seluruh umat, kerana itu beliau harus menjadi
teladan bagi umat sehingga beliau dapat menjadi cermin tertinggi yang layak di
emban oleh seorang yang memegang tampuk kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah
membalas pengorbanan isteri-isteri Nabi saw dalam bentuk mengangkat kedudukan
mereka dan menjadikan mereka sebagai ibu dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman:
"Nabi itu
(hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan
isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. al- Ahzab: 6)
Dan, sebagai
penegasan terhadap keibuan spirituil ini, Islam mewajibkan hijab yang teliti
kepada mereka, yaitu suatu hijab yang tidak diperlakukan seperti itu kepada
Muslimah-Muslimah lain. Nabi saw melanjutkan dakwahnya. Beliau mengirim surat
ke raja-raja dan para penguasa di mana beliau ingin menunjukkan universalitas
ajaran Islam. Nabi saw mengajak Kaisar Romawi untuk mengikuti Islam, lalu
beliau mengirim utusan ke Amir Damaskus mengajaknya untuk memeluk Islam, dan
beliau mengutus utusan ke Amir Basrah bahagian dari wilayah Romawi dan
mengajaknya untuk mengikuti Islam, dan beliau juga mengirim surat ke penguasa
Qibti dan mengajaknya untuk masuk Islam, dan beliau juga menulis surat ke
Kisra, Raja Persia dan mengajaknya untuk mengikuti Islam. Beliau juga mengirim
utusan ke Amir Bahrain dan mengajaknya untuk mengikuti Islam.
Lalu berbagai
reaksi disampaikan berkenaan dengan surat-surat Nabi itu. Di antara mereka ada
yang berusaha menyampaikan kepada pembawa surat bahawa ia masuk Islam dan
mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara mereka ada yang merobek-robek
surat itu dan di antara mereka ada yang membalas surat itu dengan jawapan yang
baik, dan di antara mereka ada yang menerima kebenaran. Demikianlah hari
berlalu dalam pergelutan yang tidak pernah padam, suatu pergelutan yang
dipimpin oleh Nabi sehingga beliau menaklukkan Mekah dan menyucikan jazirah Arab.
Akhirnya, manusia masuk dalam agama Allah SWT dalam keadaan berbondong-bondong,
dan Allah SWT menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan Nabi saw melaksanakan
haji wada' (haji yang terakhir) dan turunlah kepada beliau wahyu di Arafah
sebagaimana firman-Nya:
"Pada
hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. "
(QS. al-Maidah: 3)
Ayat tersebut
dibacakan kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT merasa bahawa telah
tiba waktunya untuk mengakhiri misi Rasul- Nya. Aisyah berkata kepada anak-anak
yang berteriak dan bermain-main di luar rumah: "Diamlah kalian kerana
Rasulullah saw sedang sakit." Anak- anak itu pun terdiam dan mereka
merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada hari-hari terakhir, Rasulullah saw
tidak lagi bercanda dengan mereka sebagaimana yang biasa beliau lakukan.
Mereka
memperhatikan bahawa kepucatan yang aneh menyelimuti Nabi saw yang biasanya
wajah beliau dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya laksana lempengan emas.
Nabi saw yang terakhir masuk dalam rumahnya dan hampir saja beliau tidak kuat
menahan langkah kedua kakinya. Beliau memasuki rumahnya dan bersandar kepada
tangan Fadl bin Abbas dan Ali bin Abu Thalib. Beliau merasakan keletihan dan
kesakitan. Kemudian Aisyah menidurkan beliau di atas ranjangnya yang kasar dan
Aisyah meletakkan tangannya di atas kening beliau. Kepala beliau tampak panas
kerana saking hebatnya demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya
mengucurkan air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau
merasakan sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu beliau
tertidur. Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw berbagai gambar hidup:
Jibril turun kepada beliau dengan membawa wahyu di gua Hira. Beliau telah
melewati waktu yang diberkati selama dua puluh tiga tahun, yang sekarang tampak
seperti mimpi. Bahkan empat puluh tahun yang mendahuluinya tampak seperti
gambar yang hanya dilukis sesaat.
Segala sesuatu
menjadi mudah bagi Allah SWT dan Rasulullah saw telah berhasil melalui berbagai
penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan beliau tidak pernah mengeluh sekali
pun. Beliau mengajarkan akidah kepada para pengikutnya dengan penuh kemantapan.
Akhirnya, Islam menjadi mulia dan benderanya semakin berkibar. Kemudian beliau
bangun kerana melihat tangisan yang tersembunyi dari Aisyah. Beliau membuka
kedua matanya dan melihat wajah Aisyah sambil beliau sendiri berusaha melawan
rasa pusing, demam, dan sakit yang dirasakannya. Beliau kembali tersenyum untuk
menenangkan Aisyah dan beliau kembali memejamkan matanya dan tidak sedarkan
diri. Apa gerangan yang menyebabkan Aisyah menangis? Tidakkah Allah SWT
memahkotai jihad Nabi saw yang berat dengan penaklukan Mekah dan penyucian
Baitul Haram?
Berbagai
gambar hidup dan aktual melayang-layang dalam memori Nabi saw. Beliau mengingat
bagaimana tindakan orang Quraisy ketika membantalkan perjanjian Hudaibiyah dan
mereka memerangi Khaza'ah yang saat itu bersekutu dengan kaum Muslim dan
akhirnya mereka membunuh semua sekutu kaum Muslim di Baitul Haram. Kemudian
beliau berjalan bersama pasukan yang berjumlah sepuluh ribu di mana semua
pasukan telah siap, dan tentera Muslim turun dari gunung Mekah laksana air bah
yang tidak berhenti sedikit pun. Telah lewatlah masa para pembawa tombak,
panah, dan pedang; telah lewatlah masa di mana Rasulullah saw memimpin pasukan
yang di dalamnya terdapat kaum Muhajirin dan Anshar. Di tengah-tengah pasukan
besar tersebut yang berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw menunggangi untanya
dan beliau menundukkan kepalanya dengan penuh rendah diri di hadapan Allah SWT
sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh punggung unta yang dinaiki. Pintu
Mekah terbuka untuk pasukan ini.
Para pemimpin
Mekah dan pengikut-pengikut mereka menyerahkan diri. Kalimat Allah SWT semakin
meninggi di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul Haram lalu beliau berkeliling di
sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan berbagai patung yang berbaris di
sekitarnya, lalu beliau memukulnya dengan kapaknya. Kemudian patung-patung itu
berjatuhan dan hancur. Setelah beliau membersihkan masjid dari berbagai patung
dan mengembalikannya sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai rumah
tauhid yang mutlak, beliau menoleh kepada orang Quraisy dan memaafkan mereka
dan mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah SWT. Kemudian tibalah waktu
solat, lalu Bilal naik di atas punggung Ka'bah dan mengumandangkan Azan.
Penduduk Mekah mendengarkan panggilan baru ini di mana gemanya berputar-putar
di antara gunung:
"Allah
Maha Besar. Aku bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahawa
Muhammad utusan Allah. Marilah melaksanakan solat. Marilah menuju
keberuntungan. Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah."
Akhirnya,
rumah itu dikembalikan kehormatannya dan kemuliaannya. Kemudian lagi-lagi arus
berbagai gambar terlintas dalam memorinya: itulah peperangan Hunain dengan
kekalahannya, kemenangannya, dan ganimahnya; Itulah Nabi saw yang memberikan
ganimah terhadap orang- orang yang bergabung dengan Islam hanya dua hari dari
penduduk Mekah, dan mencegah untuk memberi ganimah Hunaian kepada kaum Anshar
yang telah memberikan segalanya untuk Islam. Salah seorang di antara mereka
berkata: "Demi Allah, Rasulullah saw telah menemui kaumnya." Sa'ad
bin 'Ubadah berjalan ke arah Rasulullah saw dan memberitahunya bahawa kaum
Anshar sedang marah. Rasul saw bertanya: "Mengapa marah?" Sa'ad
menjawab: "Mereka protes saat engkau membagikan ganimah ini pada kaummu dan
pada seluruh orang Arab namun mereka tidak mendapatkan apa-apa."
Rasulullah saw bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana
pendapatmu wahai Sa'ad?" Sa'ad berkata: "Aku tidak lain kecuali
seseorang dari kaumku." Rasulullah saw berkata: "Kumpulkanlah
kepadaku kaummu untuk masalah yang penting ini dan jika kalian telah berkumpul,
maka beritahulah aku."
Sa'ad
mengumpulkan seluruh kaum Anshar lalu ia memberitahu Rasul saw bahawa ia telah
mengumpulkan mereka. Rasulullah saw keluar menemui mereka dan berdiri di hadapan
mereka sambil memuji Allah SWT dan kemudian berkata: "Wahai orang-orang
Anshar, tidakkah aku datang kepada kalian saat kalian dalam keadaan sesat lalu
Allah SWT memberikan petunjuk kepada kalian, dan kalian menjadi orang-orang
yang fakir lalu Allah SWT memampukan kalian, dan kalian dalam keadaan
bermusuhan lalu Allah SWT menyatukan hati kalian?" Mereka menjawab:
"Benar." Rasulullah saw berkata: "Mengapa kalian tidak menjawab
wahai kaum Anshar?" Mereka berkata: "Apa yang kita akan katakan wahai
Rasulullah dan dengan apa kita akan menjawabnya. Sungguh segala kurnia hanya
milik Allah SWT dan Rasul-Nya."
Rasulullah saw
berkata: "Demi Allah, seandainya kalian mahu nescaya kalian akan
mengatakan dan benar apa yang kalian katakan: Engkau datang kepada kami sebagai
seorang yang terusir, maka kami melingdungimu dan engkau datang dalam keadaan
miskin lalu kami menghiburmu dan engkau datang dalam keadaan ketakutan lalu
kami mengamankanmu dan engkau datang dalam keadaan teraniaya lalu kami
menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji dan kurnia bagi Allah SWT
dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata: "Wahai kaum Anshar, apakah
kalian akan marah terhadap harta yang telah aku berikan kepada suatu kaum
dengan harapan agar keimanan meresap dalam hati mereka dan kalian justru melupakan
kurnia yang telah Allah SWT berikan kepada kalian dalam bentuk nikmat Islam.
Tidakkah kalian wahai kaum Anshar merasa puas ketika manusia pergi untuk
melakukan perjalanan di musim dingin sedangkan kalian pergi dengan Rasulullah
saw. Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya manusia melalui suatu
jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang lain nescaya aku akan melalui jalan
kaum Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum Anshar dan anak-anak kaum Anshar dan
cucu kaum Anshar."
Mendengar doa
itu, kaum tersebut menangis sehingga janggut mereka terbasahi dengan air mata
dan mereka berkata: "Kami rela dengan Allah SWT sebagai Tuhan dan sangat
puas dengan pembahagian Rasulullah saw." Kemudian Nabi saw pun
meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam keadaan puas. Orang-orang Anshar
memahami bahawa Muslim yang hakiki di dunia adalah seorang yang datang di dunia
untuk memberi, bukan untuk mengambil. Nabi saw terbangun dan beliau mendapati
dirinya sendirian di kamar. Suhu tubuh beliau meningkat kerana demam, lalu
beliau memanggil Aisyah dan meminta kepadanya untuk membawa air yang dapat
digunakannya untuk mendinginkan tubuhnya. Aisyah mulai menuangkan air kepada
Rasulullah saw sampai demam beliau beransur- ansur sedikit menurun. Tampak
bahawa waktu berlalu cukup lambat dan berat. Sakit Rasulullah saw semakin
meningkat.
Beliau mulai
merasa bahawa tidak mampu lagi untuk solat bersama para sahabat, lalu beliau
memerintahkan Abu Bakar untuk solat bersama mereka. Pada saat Nabi mengalami
antara keadaan terjaga dan tidur, beliau selalu berfikir apa gerangan yang
belum disampaikannya kepada manusia. Beliau telah menyampaikan segala sesuatu
dan telah mengajari mereka segala sesuatu serta telah meninggalkan sebuah Kitab
yang siapa pun berpegangan dengannya ia tidak akan sesat.
Rasul saw
mulai mengantuk dan berbagai nostalgia terlintas di kepalanya. Beliau melihat
dirinya di haji Wada'. Selesailah perjanjian yang diberikan kepada kaum musyrik
dan mereka telah dilarang untuk memasuki Masjidil Haram dan sekarang Nabi saw
keluar sebagai pemimpin haji dan mengajari kaum Muslim cara manasiknya.
Rasulullah saw memperhatikan ribuan orang-orang yang bertauhid saat mereka
menuju Baitul Haram dalam keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk
kepadanya. Mereka menghidupkan memori datuk mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi
saw berdiri dan berpidato di tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw mulai
merasakan bahawa kehidupannya di dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau
mengetahui bahawa kafilah ini akan pergi sendirian dalam menjalani kehidupan.
Beliau kembali menanamkan nilai- nilai Islam dan wasiat dakwah di jalan Allah
SWT. Setelah berjuang selama dua puluh tiga tahun menegakkan agama Allah SWT,
beliau bertanya kepada mereka: "Apakah aku telah menyampaikan amanat
Tuhan?" Lalu manusia yang hadir saat itu menyatakan bahawa beliau benar-benar
telah menyampaikan dakwah. Beliau memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya
bagaimana berdakwah kepada manusia di jalan Allah SWT dan bagaimana mengenalkan
agama kepada mereka.
Kemudian
beliau berwasiat kepada Mu'ad saat ia menunggangi kenderaannya sedangkan Rasulullah
saw berjalan di sebelah untanya: "Sesungguhnya orang yang paling utama di
sisiku adalah orang-orang yang bertakwa, siapa pun mereka dan di mana pun
mereka." Nabi saw adalah rahmat bagi semua manusia dan sebagai cermin yang
tertinggi dari cermin persaudaraan dan kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an
di tengah-tengah umat Islam namun beliau menolak segala bentuk penampilan yang
biasa melekat pada seorang penguasa atau raja atau pemimpin apa pun. Beliau
berkata kepada para sahabatnya: "Aku hanya seorang hamba Allah SWT dan
Rasul-Nya."
Beliau keluar
menemui sekelompok sahabatnya lalu sebagai bentuk penghormatan kepada beliau
mereka berdiri. Kemudian beliau memerintahkan kepada mereka agar tidak berdiri.
Ketika beliau keluar untuk menemui sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya, maka
beliau duduk bersama mereka di tempat terakhir yang ditemukannya. Beliau sangat
bersahabat dan ramah dengan para sahabatnya, bahkan beliau bercanda dengan
anak-anak mereka dan mendudukkan mereka di ruangannya. Beliau memenuhi
panggilan orang dewasa mahupun anak- anak. Beliau membesuk orang-orang yang
sakit meskipun berada di tempat yang jauh. Beliau menerima alasan orang yang
mempunyai uzur. Beliau mendahului orang yang ditemuinya dengan salam bahkan
beliau mendahului berjabat tangan dengan para sahabatnya.
Ketika
seseorang datang untuk menemuinya saat beliau solat, maka beliau mempersingkat
solatnya dan menanyakan keperluan orang itu. Setelah menyelesaikan keperluan
manusia, beliau kembali menyelesaikan solatnya. Beliau selalu menebar senyum
kepada kawan dan lawan dan memiliki keperibadian yang paling baik. Ketika
beliau berada di rumahnya, beliau melayani keluarganya. Beliau mencuci bajunya.
Beliau memperbaiki sandalnya dan memberi minum unta. Beliau makan bersama pembantu.
Beliau memenuhi kebutuhan orang yang lemah, orang yang sedih, dan orang yang
miskin. Bahkan kebaikan beliau dan kasih sayangnya sampai pada tingkat di mana
beliau membiarkan cucunya menaiki punggungnya saat beliau sedang solat.
Kasih sayang
beliau tidak hanya terbatas kepada manusia bahkan juga tertuju pada binatang
dan pohon. Beliau memberi makan binatang dengan tangannya sendiri bahkan beliau
pernah merawat anjing yang sakit. Beliau memerintahkan pasukan Islam saat
berperang demi menegakkan keadilan Islam agar mereka tidak membunuh anak kecil,
orang tua, kaum wanita dan hendaklah mereka tidak mencabut pohon dan tidak pula
merobohkan rumah.
Apa yang
dibawa oleh Nabi saw bukan hanya suatu undang-undang yang mengatur hubungan
antara manusia dan manusia yang lain, dan apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan
hanya berisi suatu sistem untuk meningkatkan kualiti kehidupan dan kemajuannya,
ini semua adalah hal relatif namun beliau datang dengan membawa peradaban yang
abadi yang mengatur hubungan antara manusia dan alam, dan mengembalikan
keserasian di alam wujud sehingga semua berjalan secara seimbang dan mencapai
kesempurnaan menuju Allah SWT. Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya,
beliau masih sibuk mengurus masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap
masa depan agama dan sangat peduli dengan masalah kaum Muslim. Beliau khawatir
suatu saat Islam hanya tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap. Namun
sebelum beliau meninggal, Allah SWT telah memperlihatkan kepada beliau sesuatu
yang membuat hati beliau menjadi tenang. Dan di hari Senin dari bulan Rabiul
Awal yang mulia, beliau kembali kepada Tuhannya dalam keadaan ridha dan
diridhai.
No comments:
Post a Comment